Pangeran Jomblo

1506 Words
"Tampang?" "Ganteng banget." "Mapan?" "Mobil punya." "Populer?" "Dulu pernah jadi vokalis band sekolah sampe kuliah." "Terus sekarang ngapain?" "Manajer, bro, di perusahaan startup gitu." "Ah....iya-iya. Punya pasangan?" "Nah ini! Boro-boro! Mantan aja kagak punya ye kan?" "Ah, masa sih?" "KTP-nya aja masih single. Nih-nih baca! Namanya ANDRA!" Andra terbatuk. Cowok itu langsung membalik kursinya menghadap ke arah luar di mana banyak kursi yang mengelilingi meja-meja di kafetaria kantor. Ia sedang menyendiri di pojok kafetaria itu sembari menyelami pekerjaan yang menguras waktu. Sebagai manajer pemasaran, pekerjaannya selalu menumpuk. Belum lagi..... Beberapa karyawan berdeham-deham karena ternyata banyak yang mendengar obrolan itu. Sialnya bagi dua perempuan yang baru saja menyebutkan nama Andra, ternyata orangnya ada di sana. Beberapa perempuan lain yang melihat kejadian itu sibuk menahan tawa. Ada yang ternganga dan ada yang merasa kasihan. "Mampus gue!" keluh salah satu dari dua perempuan yang baru saja membicarakan Andra. Keduanya dengan cepat turun dari bangku kemudian berjalan terbirit-b***t sambil membungkukkan badan. Andra yang mengamati dua punggung itu berlari hanya menggelengkan kepala. Tak lama..... "Huahaahahahaa!" Andra berdesis mendengar tawa itu. Anton, teman ter-f**k boy yang pernah ia kenal malah menertawakan kejadian di kafetaria tadi. Jujur saja, Andra merasa malu karena status jomblonya dipermalukan. Tapi kedua perempuan tadi tak bermaksud begitu. Alih-alih meledek, sebetulnya mereka tertarik pada Andra. Gimana enggak? Tampangnya kece. Pernah jadi vokalis band dari SMA hingga kuliah. Sudah lulus S2 bisnis di ITB (Institut Teknologi Bandung) dan juga manajer di startup ternama Indonesia. Dia bagai lelaki sempurna yang banyak diidolakan perempuan. "Semua orang jadi tahu kalo lo jomblo dari lahir hahaha." Dawam yang baru saja merangkulnya ikut tertawa. Andra menoyor kedua kepala temannya itu kemudian melangkah lebih dulu. Lebih baik ia kembali ke ruangannya meski sepi. Ia menaiki lift yang membawanya ke lantai 28 di mana ruangannya berada. Omong-omong, kantornya berada di sebuah gedung dari lantai 25 hingga 30. Sisa lantai yang lain tentu saja ditempati oleh perusahaan-perusahaan lain yang juga menyewa tempat di gedung ini. Namun nama Andra melambung tidak hanya di kalangan karyawan di kantornya tapi juga perusahaan-perusahaan lain yang ada di gedung ini. Itu bukan sebuah prestasi menurutnya. Tapi teman-teman lain iri dengan kepopulerannya. Wajah tampan dan ramah yang siap meluluhkan hati siapa saja. Sayangnya ditinggal menikah oleh sang mantan gebetan. Ehh! "Ndra! Dari tadi gue tunggu," tutur Bastian. Cowok itu baru saja keluar dari area tunggu di dekat ruangannya. Ia kira kalau Andra akan kembali ke ruangan lebih lama dari perkiraannya. Padahal ia sudah bolak-balik ke ruangan Andra selama hampir dua jam. Andra tak bisa dihubungi. Cowok itu meninggalkan ponselnya di laci meja. "Oh. Kenapa?" "Biasa, dari kita mau ada pengukuran uji lingkungan kerja di kantor. Laporan tahunan ke Kemenaker." "Oh, kapan?" "Gue baru mau ngajuin purchase order ke elo." "Kenapa ke gue? Bukan ke Shanti?" Bastian menghela nafas. Yang menjadi manajer keuangan memang Shanti. Tapi..... "Lo belum dengar gosip?" "Gosip?" Bastian mengangguk. Kemudian ia merangkul Andra saat memasuki ruangan cowok itu. "Gue dengar dia dipecat secara tidak hormat. Ketahuan korupsi." Waaaah. Andra ternganga. "Terus tadi gue udah tanya, bos. Tim keuangan setuju untuk jadi bawahan lo sementara." Andra menepuk jidatnya sementara Bastian malah tertawa. Ia sudah jarang tertawa selama beberapa tahun ini tapi melihat wajah menderita milik Andra membuatnya ingin tertawa. Tertawa di atas penderitaan teman itu memang seru. "Kan ada manajer lain. Bukan gue. Bisa aja elo." Bastian terkekeh. "Sejak kapan manajer HSE ngurusin keuangan heh? Paling deket juga lo sebagai manajer pemasaran." Bastian geleng-geleng kepala. "Nih penawaran dari konsultannya. Gue ambil yang ini karena yang paling oke harganya. Gue tunggu purchase order secepatnya biar bisa diproses dengan cepat juga. Gue males menjadikan laporan ini akhir tahun, bro. Lo tahu kan kerjaan selalu banyak di akhir tahun begini." Andra merebahkan pantatnya di kursi dengan wajah yang masih syok. Sementara Bastian sudah menutup pintu ruangannya sambil terkekeh-kekeh. @@@ "Target nikah tahun ini gagal," ledek Dawam. Usai jam pulang kantor, mereka memutuskan untuk nongkrong sebentar di sebuah kafe sembari menghabiskan waktu. Pertemuan ini memang rutin dilakukan entah seminggu sekali atau dua minggu sekali. Tergantung waktu dan lokasi yang memadai. "Ini aja udah tanggal 28 Desember, bro. Apa yang lo harap dari tiga hari terakhir di tahun ini?" ledek Anton yang kemudian disambung tawa milik Dawam, Bastian, Nouvan dan Aji. Andra sama sekali tak tersenyum karena ia yang sedang menjadi bahan hinaan. "Kecuali kalau ada cewek cantik tiba-tiba minta dinikahin." "Kalo itu terjadi berarti ada sesuatu mengerikan yang terjadi dibaliknya." Satu meja itu kembali ramai dengan tawa. Andra masih sibuk menyadarkan diri dari beban pekerjaan yang kian bertambah. Ia mengira kalau ia akan bebas di awal tahun ini. Tapi ternyata ada bencana yang datang tak terduga. Haaah. Benar-benar s**l akhir tahun ini. Apakah pertanda jodohnya akan jauh lagi? Eiits! Apa hubungannya? "Sudah ditentukan. Untuk pelatihan kali ini yang akan berangkat adalah......," semua mata teralihkan pada Andra yang mengusap wajah. Bahkan Andra masih merasa kalau nyawanya melayang-layang di atas angin. Tidak di bumi. "Selamat, bro!" ucapnya denga tulus dan disambut tawa yang lain. Andra masih mengatur nafas dan ingatan tentang keberadaannya saat ini. "Kali ini ke mana?" tanya Anton. Ia sama sekali tak tahu tujuan dinas Andra. Mereka menyebutnya sebagai perjalanan tersial karena dinas sama sekali tak menyenangkan meski dikirim ke luar negeri. Bagi mereka, hanya menambah beban pekerjaan yang sudah banyak. Meski ada juga yang menikmati. Namun Anton, Aji dan Dawam lebih memilih mengeluarkan uang sendiri untuk perjalanan ke luar negeri tanpa diganggu telepon dari atasan. Itu akan lebih menyenangkan. "New York? New Jersey?" "New York!" sahut Bastian. "Dia juga bakalan disuruh ketemu sama mister Thompson. Investor yang paling menyebalkan dan bawel," keluh Aji yang disambut gelak tawa. "Gak apa-apa. Barangkali dia tertarik buat adopsi Andra jadi menantunya," sahut Anton dengan santai namun kembali membuat tawa berderai ramai. Merasa lucu dengan kata-kata yang diucapkan Anton. "Mendingan gue jomblo seumur hidup," sungut Andra yang akhirnya menyadari keberadaannya di sini. Teman-temannya makin tergelak mendengar komentar itu. "Sekarang juga udah jomblo seumur hidup," ledek Aji. Andra hanya bisa menghela nafas kemudian mengambil minum dan meneguknya hingga tandas. "Awalnya gue kagak percaya dia jomblo," tutur Anton yang disambut anggukan oleh yang lain. Kemudian mereka kembali tertawa. "Secara, bro, tampang bagus begini kayak pangeran tapi jomblo. Kan jadi pertanyaan!" "Sekaligus menjadi pernyataan bahwa gak semua orang ganteng itu playboy," sahut Andra yang sedang membela dirinya. Teman-temannya kembali tergelak. @@@ "Woi mblo di mana, mblo?" Andra terbahak saat mengangkat telepon itu. Suara Ardan memenuhi mobilnya. Musik yang tadi menemani perjalanan Andra telah berganti. Andra baru pulang dari kantor di jam dua belas malam seperti ini. Biasa, ia terjebak lembur. Tadinya ia berniat untuk langsung pulang usai nongkrong dengan teman-teman yang lain. Sialnya, bosnya menelepon dan diminta datang ke kantor sesegera mungkin untuk menyelesaikan satu pekerjaan tambahan. Tak heran kalau ia kembali pulang tengah malam begini ke rumah. "Jomblo teriak jomblo lo!" ledeknya yang dibalas dengusan oleh Ardan di seberang sana. Omong-omong ini orang sering banget meneleponnya akhir-akhir ini. Ia kan jadi ngeri! Hihihi. Enggak deng! Andra justru merasa terhibur karena ada banyak curhatan yang berbau komedi yang ia dengar dari Ardan. Kadang cowok itu bercerita tentang kelakuan saudara kembarnya yang sedang hamil itu agak aneh, kadang curhat tentang omelan-omelan sepupu kecilnya yang begitu bawel. Kadang juga bercerita tentang keinginannya untuk segera menikah. Kalau sudah membicarakan pernikahan, Andra tidak jadi melow karena mendengarnya dari Ardan. Alih-alih merasa simpati, ia malah merasa lucu sekali dengan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Ardan. Selalu menghibur. "Seriusan gue. Lo di mana? Tadi gue ke rumah lo." Andra terkekeh. Ia kira kalau Ardan hanya sedang iseng. "Di jalan. Gue baru mau pulang." "Widih! Abis dari rumah cewek?" Andra terbahak lagi. "Cewek mana yang lo maksud?" "Yang mana kek. Lo kan punya banyak kenalan." "Kenalan banyak tapi gak ada yang kecantol percuma." "Lo terlalu pemilih." "Pilih-pilih itu wajar. Emangnya lo kagak milih?" omelnya dan disambut tawa milik Ardan. Ia hanya bisa menghina sesama jomblo. "Kenapa lagi lo? Galau lagi?" Kali ini ia bertanya dengan nada serius. Andra menguap. Ia sesungguhnya sudah lelah tapi harus tetap melek melihat jalanan agar selamat sampai tujuan. Perjalanan masih lima belas menit lagi untuk bisa sampai ke rumah. "Iseng aja gue. Rumah gue sepi. Pada makan malam di luar." "Lah? Lu kagak keluar juga ikut makan?" "Yang lain punya pasangan," jawabnya dengan dongkol. Andra tertawa sejadi-jadinya. "Dina sama Adit. Bokap sama nyokap. Lo mau nyuruh gue ikut makan sama siapa?" "HAHAHAHAHAA!" "Entar lu akan ngerasain kalo adek lo nikah! Mampus lo!" Andra masih tertawa. Ia geleng-geleng kepala mendengar dongkolan Ardan itu. "Adek gue masih jomblo." "Jomblo bukan berarti gak ada kesempatan untuk menikah." Andra terbahak lagi. Dia belum tahu Zakiya, pikirnya. Adik perempuannya itu sangat sibuk dengan pekerjaan saat ini. Mungkin ada pikiran untuk menikah mengingat usia yang akan menginjak 27 tahun di tahun depan. Tapi mungkin masih jauh atau....itu hanya perkiraan Andra saja? Lagi pula, Andra juga tak masalah jika Zakiya menikah lebih dulu. "Eh omong-omong jadi main golf ntar?" @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD