“Minggir,” ucap Dalila pada Jack yang duduk dengan gaya memenuhi kursi panjang kantin yang sebenarnya bisa ditempati oleh beberapa orang. Jack yang sebelumnya duduk hampir setengah berbaring di kursi, segera mengangkat pandangannya dan tersenyum lebar pada Dalila yang menatapnya dengan datar.
“Santai, aku sengaja melakukan ini untuk menyediakan tempat duduk untukmu. Kau harus berterima kasih padaku,” ucap Jack lalu bergeser untuk menyediakan tempat duduk bagi Dalila.
Dalila pun duduk dan menyimpan nampan makan siangnya. Di meja tersebut, ada empat orang termasuk Jack dan Dalila. Mereka semua adalah pekerja di perusahaan penyedia jasa keamanan ternama di Spanyol. Karena bekerja di perusahaan ternama, mereka disebut sebagai pengawal elit yang berkompeten. Beberapa dari mereka bahkan memiliki kualifikasi sebagai pengawal kepresidenan. Tentu saja itu membuktikan kualitas mereka sebagai pengawal.
Meskipun mereka terbilang bekerja dalam hal serius, mereka sama sekali tidak bersikap serius di luar pekerjaan mereka. Mereka bahkan sering kali membicarakan hal konyol yang rasanya sangat tidak sesuai dengan penampilan mereka semua. Seperti saat ini, Jack bahkan heboh dan menarik perhatian yang lainnya yang juga tengah menikmati makan siang mereka di kantin perusahaan. Keberadaan Jack adalah sumber hiburan bagi yang lainnya. Karena ada saja hal yang ia bicarakan, di saat makan siang.
Dalila sendiri tidak memperhatikan apa yang dikatakan oleh Jack, ia memeriksa ponselnya sebelum fokus untuk menghabiskan makan siangnya. Saat itulah, Jack melirik layar ponsel Dalila, dan terkejut saat melihat wallpaper ponsel Dalila adalah foto gadis itu dengan seekor anjing berbulu hitam yang lebat. Jack mengernyitkan keningnya dan bertanya, “Apa kau memelihara anjing?”
Dalila tidak segera menjawab pertanyaan tersebut dan mengunyah makanannya dengan tenang. Ia baru menjawab pertanyaan tersebut setelah menelan makanannya dengan benar. “Ya. Namanya Winter,” jawab Dalila tanpa sadar menyelipkan nada bangga saat memperkenalkan hewan peliharaan barunya yang sering bersikap manis itu.
Seketika Jack yang mendengar hal itu memasang ekspresi tidak percaya. Seakan-akan ia sudah mendengar sesuatu yang sangat mustahil, dan seharusnya tidak pernah terjadi di dunia. Dalila yang melihat hal itu mendengkus dan kembali menyantap makanannya dengan tenang. Sementara Jack pun kembali bertanya sembari melihat foto Winter pada ponsel Dalila, “Kau benar-benar memelihara seekor anjing? Kau yakin?”
“Memangnya kenapa kau bertanya seperti itu Jack? Bukannya wajar bagi Dalila merawat seekor anjing?” tanya rekan mereka bernama Gery.
“Ya, apalagi Dalila tinggal sendirian. Pasti terasa sepi jika tidak ada yang menemani. Lagi pula, anjing yang terlatih bisa kita pergunakan sebagai penjaga rumah ketika kita tengah berada di luar,” tambah Sasya.
Dery dan Sasya ini adalah dua orang berbagi meja dengan Dalila serta Jack di kantin. Keduanya juga berhubungan baik dengan Dalila. Namun, tidak terlalu dekat, seperti hubungan Dalila dengan Jack. Memang hanya Jack yang tidak tahu malu untuk mendekati Dalila yang secara terang-terangan selalu memasang tembok pembatas. Dalila sebenarnya tidak membetasi untuk menjalin hubungan dengan siapa pun, karena ia sadar dalam pekerjaannya ini, Dalila membutuhkan relasi yang luas.
Namun, Dalila tetap memasang pembatas. Seakan-akan Dalila tidak ingin sembarang orang memasuki kehidupan pribadinya. Menempati posisi yang berharga dalam hidupnya, dan meninggalkan bekas yang menyakitkan saat mereka pergi. Dalila tidak mau sampai merasakan kekecewaan atas kehilangan untuk kesekian kalinya.
Jack pun menatap Gary dan Sasya dengan ekspresi tidak percaya. “Ya, itu memang wajar bagi manusia normal seperti kita. Tapi, Dalila tidak normal,” ucap Jack mengundang kekesalan Dalila.
“Kau ingin kutampar?” tanya Dalila sembari melirik tajam pada Jack. Rasanya Dalila memang benar-benar ingin menampar bibir Jack yang selalu saja berbicara seenaknya. Sepertinya, semua pelajaran yang Dalila berikan ketika bertarung di atas ring sama sekali tidak berpengaruh untuk Jack. Pria itu terlalu bebal untuk memahami apa yang Dalila ajarkan.
Jack pun agak menjauh dari Dalila sebelum melanjutkan perkataannya, “Dalila itu tidak menyukai hewan-hewan berbulu. Terutama kucing dan anjing. Jadi, rasanya sangat aneh bagiku melihat dan mengetahui jika Dalila merawat seekor anjing. Sepertinya kepala Dalila sudah terluka.”
“Sepertinya kau yang ingin kubuat terluka,” ucap Dalila membuat Jack terkekeh pelan. Padahal, Jack sendiri sadar jika Dalila tidak bermain-main dengan perkataannya. Jika Jack terus melanjutkan usahanya menggoda Dalila, bisa-bisa Dalila menyeretnya ke area berlatih dan menghajarnya habis-habisnya.
Gary dan Sasya sendiri baru mendengar hal tersebut. Padahal, sebelumnya mereka yang memang satu tim dengan Dalila dan Jack, pernah melihat Dalila yang harus merawat anjing dari salah satu kliennya. Namun, Dalila tidak terlihat kesal. Ia bahkan menjalin kedekatan dengan anjing itu, dan membuatnya semakin disukai oleh klien. Hal yang rasanya patut dicontoh, karena Dalila jelas memiliki sikap profesional sebagai seorang pengawal.
“Tapi kau benar merawatnya? Apa kau tidak kesulitan?” tanya Jack membuat Dalila secara alami mengingat sosok Winter yang cerdas. Anjing berbulu hitam yang lebat, dengan netra keemasan yang berkilau. Terlihat seperti hewan peliharaan berkelas, yang hanya dimiliki oleh mereka dari kalangan orang berdompet tebal.
Tanpa sadar, Dalila tersenyum, membuat rekan-rekannya terdiam dan secara alami merinding bukan main. Dalila memang terlihat sangat cantik, apalagi saat dirinya tersenyum seperti saat ini. Sayangnya, Dalila tidak pernah tersenyum seperti ini. Dan biasanya senyuman Dalila hanya muncul ketika dirinya menjalankan tugas sebagai pengawal elit. Senyuman yang berupa sebuah senyuma profesional, atau senyuman mengerikan ketika dirinya menghajar orang yang mengganggu kliennya.
“Pada awalnya, aku juga berpikir akan kesulitan untuk merawatnya. Namun ternyata Winter lebih cerdas daripada yang kubayangkan. Ia mengerti dengan apa yang aku katakan, dan patuh dengan apa yang aku perintahkan. Merawatnya tidak sesulit yang kubayangkan,” ucap Dalila membuat Jack mengernyitkan keningnya.
Seakan-akan Jack masih belum mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Dalila. Rasanya, Dalila yang ia kenal tidak akan melakukan hal seperti ini. Saat Dalila bangkit meninggalkan meja karena selesai dengan makan siangnya, Jack pun mengikutinya sembari bertanya, “Lalu, kenapa kau bisa merawatnya? Jika dia memang memahami semua perintah dan bertindak cerdas, bukankah dia adalah hewan peliharaan yang terlatih? Apa mungkin kau terpaksa merawatnya karena dipercaya oleh seseorang?”
“Kau tidak akan percaya, jika aku mengatakan bahwa Winter sama sekali tidak memiliki pemilik. Awalnya, aku menemukan Winter dengan kondisi terluka di depan rumahku. Setelah kutolong, dia pergi begitu saja dan aku kira bahwa Winter kembali ke pemiliknya. Namun, ternyata beberapa hari kemudian dia kembali, dan seakan-akan meminta jika diriku merawatnya,” ucap Dalila lalu meletakkan nampan makan siangnya di tempat yang disediakan.
Jack mengikuti langkah Dalila dan bergumam, “Anjing yang aneh.”
“Ya, itulah yang aku pikirkan mengenai Winter. Tapi, aku rasa tidak ada salahnya aku merawatnya. Toh, itu artinya aku memiliki seseorang yang bisa kupercaya untuk menjaga rumah,” ucap Dalila.
Jack mengangguk-angguk, setuju dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Hingga, Jack pun berkata, “Kalau begitu, biarkan aku berkunjung ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan Winter. Sepertinya, anjing itu jenis yang langka. Aku belum pernah melihat anjing berukuran besar dengan bulu hitam lebat dan warna mata keemasan jernih sepertinya.”
Dalila pun menatap Jack dengan tajam dan berkata, “Jangan pernah berpikir jika kau bisa mengunjungi rumahku. Aku sama sekali tidak menerima tamu.”
Jack sama sekali tidak terkejut. Dalila memang terkenal sangat tertutup, apalagi mengenai masalah pribadi. Karena itulah, sejak awal tidak ada satu pun rekan kerja yang bisa mampir ke kediamannya, walaupun tahu di mana rumah Dalila berada. Tentu saja tidak ada satu pun orang yang mau memiliki hubungan buruk dengan Dalila, mengingat Dalila memiliki prestasi dan kemampuan yang diakui oleh perusahaan. Dalila juga memiliki relasi yang kuat dengan para petinggi dan klien penting di perusahaan mereka.
Saat Jack merengek untuk diberi izin berkunjung ke rumah Dalila, pengumuman terdengar. Meminta seluruh pengawal yang bebas tugas, atau tidak akan mengerjakan tugas dalam waktu dekat, untuk berkumpul di aula pertemuan. Tentu saja, Dalila dan Jack bergegas untuk menuju aula karena mereka tidak memiliki tugas apa pun. Tentunya dengan Jack yang masih merengek pada Dalila untuk mendapat izin berkunjung ke rumahnya. Namun, Dalila masih berpegang pada keputusannya untuk tidak mengizinkan Jack berkunjung.
Tidak membutuhkan waktu lama, semua pengawal sudah berbaris dengan rapi, termasuk Dalila dan Jack yang berbaris di barisan paling luar dan berada sekitar tiga baris terdepan. Meskipun acara pengarahan sudah dimulai, Jack masih saja merengek untuk mendapatkan izin. Hal itu terasa sangat mengganggu bagi Dalila. Karena itulah, Dalila berkata, “Jika kau terus mengatakan hal itu, maka aku tidak memiliki pilihan lain, selain membuat satu per satu gigimu patah, Jack.”
Mendapatkan ancaman itu, barulah Jack menutup bibirnya rapat-rapat. Membuat Dalila merasa lega. Setidaknya, kini telinganya tidak akan terasa sakit karena mendengar rengekan Jack. Selain itu, Dalila bisa fokus dengan pengarahan yang akan diberikan oleh atasan mereka nanti. Namun, ternyata tidak hanya ada pengarahan, bos besar mereka yang kabarnya sudah berganti. Atau lebih tepatnya bos besar baru mereka yang tak lain adalah penerus dari bos besar sebelumnya, kini akan diperkenalkan secara resmi. Hal langka, karena sebenarnya, keluarga pemilik perusahaan jasa keamanan ini sangat tertutup. Bahkan, pemilik perusahaan sebelumnya jarang sekali menunjukan wajahnya. Hanya para petinggi perusahaan yang pernah bertemu dan berinteraksi dengannya.
“Wah, bukankah ini menarik? Sepertinya, bos baru kita, tidak ingin memiliki jarak dengan bawahannya,” bisik Jack yang berdiri di belakang Dalila.
Dalila setuju dengan apa yang dikatakan oleh Jack tersebut. Namun, ia tidak mengatakan apa pun dan fokus dengan apa yang dikatakan oleh kepala tim keamanan. Lalu tak lama, seorang pria muda berpakaian necis, melangkah memasuki ruangan tersebut dengan aura yang penuh daya tarik. Semua orang tampak takjub dengan bos baru mereka yang memperkenalkan diri sebagai Nich tersebut. Bahkan, rekan-rekan Dalila sesama pengawal wanita, terlihat tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Nich. Termasuk Sasya yang kebetulan berdiri di sampingnya.
“Wah, dia benar-benar tampan. Rasanya aku tidak akan merasa lelah jika bekerja dengan bos setampan dirinya,” ucap Sasya pada Dalila.
“Memangnya cukup hanya tampan saja,” ucap Dalila.
“Lalu apa yang kau butuhkan lagi selain tampang?” tanya Sasya bingung.
“Tentu saja uang,” jawab Dalila lalu tersenyum konyol membuat Sasya menahan diri untuk terkekeh.
“Semoga, kita semua bisa bekerja sama ke depannya. Tidak perlu sungkan untuk menyapaku, karena berbeda dengan ayahku, aku akan sering bertemu dan berinteraksi dengan kalian,” ucap Nich.
Lalu ketua tim keamanan membisikan sesuatu pada Nich, dan membuat pria itu mengangguk mengerti dengan apa yang ia dengar. Nich pun secara alami menatap pada Dalila, membuat Sasya yang menyadari hal itu terkejut dan segera berbisik pada Dalila, “Sepertinya dia menatapmu. Apa mungkin, bos besar kita yang baru menyukaimu?”
Dalila mengernyitkan keningnya lalu berkata, “Sasya, jangan bertingkah seperti Jack.”
Sasya mengerucutkan bibirnya karena peringatan yang diberikan oleh Dalila tersebut. Namun, ternyata apa yang dirasakan oleh Sasya mungkin benar adanya. Karena pada akhirnya Nich melangkah mendekat pada Dalila, membuat semua orang mengarahkan pandangannya pada Dalila dan NIch. Ternyata, Nich tersenyum penuh pesona dan berkata, “Kau Dalila Luz? Putri dari Tuan Fion Luz?”
Para wanita terlihat menahan diri untuk tidak memekik kesenangan saat melihat senyuman menawan Nich tersebut. Sementara Dalila mengernyitkan keningnya, saat mendengar nama ayahnya disebutkan. Rasanya, sudah lama Dalila tidak mendengar nama ayahnya disebutkan dalam sebuah pembicaraan. Karena semua orang tahu, jika Dalila sangat sensitif mengenai sang ayah, apalagi mengenai fakta bahwa Fion meninggal saat menjalankan tugasnya sebagai seorang pengawal.
“Ya. Anda benar,” jawab Dalila formal. Terlihat dengan jelas bahwa Dalila sama sekali tidak menaruh ketertarikan pada Nich.
Hal itu membuat Jack diam-diam mengulum senyum. Padahal, Jack bisa melihat semua rekan kerja wanitanya menatap kagum pada Nich. Sebenarnya, Jack sendiri mengakui penampilan Nich yang luar biasa tampan. Apalagi dengan latar belakang mendukung sebagai seoarang pemimpin muda dari sebuah perusahaan besar, sosoknya menjadi lebih menarik. Bisa dibilang, Nich adalah sosok sempurna dari bayangan pasangan masa depan.
Namun, Dalila adalah Dalila. Dia selalu memiliki sikap keren yang membuat Jack tak bisa menahan diri untuk berdecak kagum karena tingkahnya tersebut. Nich sendiri kini meraih tangan Dalila dan menjabatnya dengan erat-erat. “Aku sudah mendengar prestasimu selama ini. Banyak klien yang memujimu dan ingin kembali menggunakan jasa pengawalanmu. Aku harap, kau bisa meningkatkan atau mempertahankan kerja bagusmu ini,” ucap Nich dengan senyuman memukaunya.
Dalila tersenyum canggung, dan berusaha untuk menarik tangannya dari genggaman Nich. Jelas, Dalila tidak menyukai kontak fisik tiba-tiba yang dipaksakan ini. Dalila sama sekali tidak menyukai Nich. Pria ini memang tampan, dan memiliki aura yang menarik. Namun, bagi Dalila semuanya hanya sebatas itu saja. Nich memang tampan, tetapi dirinya memberikan kesan tidak nyaman bagi Dalila.
Setelah susah payah, Dalila berhasil melepaskan genggaman tangan pria itu, dan berkata, “Terima kasih atas pujian dan dukungannya, Tuan. Saya akan bekerja keras.”
Lalu Nich pun diarahkan untuk meninggalkan ruangan tersebut, setelah acara perkenalan selesai. Dalila bahkan tidak melirik Nich sama sekali ketika pria itu pergi. Seakan-akan menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki ketertarikan apa pun pada pria yang memiliki pesona dan rupa yang rupawan itu. Nich yang sudah meninggalkan aula terlihat bersenandung. Ia mengingat wajah Dalila yang cantik dan bergumam, “Wanita cantik yang menarik. Dia akan menjadi mangsaku selanjutnya.”