Part 2. Pria Menyebalkan

1825 Words
"Kamu besok mau pake baju apa? Kalo kita pake baju warna yang samaan menurut kamu nanti diejek ga sih, Bi?" ucap Aliyah di dalam panggilan teleponnya bersama Aditya saat hari sudah hampir larut malam. "Aku sih terserah kamu aja, Sayang. Atau nggak gini aja. Gimana kalo kita pake aja baju apa aja yang menurut kita bagus. Ga usah dikasih tau mau pake warna apaan. Nanti kalo emang pas aku jemput kamu ke rumah kok ternyata warna baju kita samaan, berarti kita emang jodoh. Hahaha..." Aliyah yang mendengar Aditya di seberang sana langsung tersenyum seolah bisa membayangkan bagaimana cara tunangannya itu tertawa. "Kamu ga tidur? Udah malem nih. Kalo bangun kesiangan aja nyalahin aku," ucap Aliyah kemudian menguap karena ya, ia juga mulai merasa mengantuk. "Padahal niatnya mau nemenin kamu begadang. Kerjaan kamu udah beres belum? Mau dibantuin?" "Udah kelar kok. Paling besok tinggal ngomong konfirmasi sama orang yang pesen tentang desainnya itu udah sesuai belom. Udah yuk bobo ah. Ngantuk, Bi," ucap Aliyah mengajak Aditya untuk segera tidur. "Yaudah iya. Ayo bobo. Jangan lupa doa biar ga mimpi buruk. Kamu udah Shalat belom tadi? Shalat dulu sana kalo belom," Aliyah tampak diam dan berpikir sebentar sebelum akhirnya menyengir karena mengingat jika memang benar dia tadi belum sempat Shalat isya'. "Eh iya lupa, Bi. Yaudah. Kamu cepet bobo. Jangan lupa berdoa juga. Aku mau Shalat dulu terus bobo. Assalamualaikum, Bi," ucap Aliyah mengucapkan salam lebih dulu. "Waalaikumsalam. Dah, Sayang," Tut tut tut... Aliyah kemudian langsung bangun dan turun dari ranjang untuk pergi ke kamar mandi dan mengambil air wudu. Aliyah langsung kembali ke kamarnya dan melaksanakan Shalat isya' dengan berusaha khusyuk seperti biasa. Ya, begitulah gaya pacaran Aditya dan Aliyah selama ini. Keduanya selalu baik-baik saja dan tidak pernah menyalahi aturan agama di dalam hubungan mereka selama ini. Keduanya dari awal sepakat untuk melakukan segala adat dan istiadat dengan baik. Seperti keduanya tahu hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebelum ataupun sesudah pernikahan. Aditya dan Aliyah juga selalu mengingatkan tentang ibadah keduanya satu sama lain. Saat Aditya sibuk, Aliyah mengingatkan dan begitu juga sebaliknya. Terkadang jika keduanya sedang pergi jalan-jalan ke tempat yang cukup jauh, mereka juga tak lupa untuk melakukan ibadah dengan Shalat berjamaah di masjid ataupun mushola terdekat. Hal-hal dan perhatian kecil namun, sikap yang seperti itu tidak akan mudah kau temui di dalam diri setiap orang. Hanya sedikit orang saja yang memiliki sifat taat agama seperti itu dan itu juga adalah salah satu hal yang membuat Aliyah merasa bangga memiliki Aditya sebagai calon pendamping hidupnya. Dan karena merasa lapar setelah dia selesai Shalat, akhirnya Aliyah memutuskan untuk mencari camilan di dapur. "Loh, ibu belum tidur?" tanya Aliyah saat mendapati ibunya sedang duduk dan membaca buku di ruang makan di sana. "Belum, Sayang. Sini duduk. Mau teh juga?" ucap Ibu Aliyah di sana penuh perhatian. "Aya bukan haus. Tapi laper, bu. Ada makanan gak?" ucap Aliyah membuat ibunya di sana langsung berdiri dan sepertinya hendak mengambilkan makanan untuknya. Sementara menunggu, Aliyah memilih duduk di salah satu kursi yang ada di sana. "Ini. Cuma sisa kue ini. Kamu kebiasaan suka laper pas malem. Ibu kan bukan restoran cepat saji 24 jam, jadi makan saja apa yang ada ya," ucap ibu Aliyah kemudian melanjutkan kegiatan membacanya di sana. "Aya udah lama ga makan mie bikinan ibu, deh. Jadi pengen," ucap Aliyah yang masih terus mencoba merayu ibunya untuk memasak sesuatu untuknya makan. "Ga usah aneh-aneh. Kan tadi sore baru makan mie. Masa sekarang makan mie lagi?" ucap ibu Aliyah yang lagi-lagi membuat wanita cantik cemberut dan merasa harus pasrah saja dengan kue untuk makanannya malam ini. "Ibu baca apa sih?" tanya Aya kemudian sedikit mengintip buku bacaan ibunya di sana dan, "Cie.. ibu mau bantuin ayah, ya?" goda Aliyah di sana setelah mengetahui buku apa yang sedang di baca oleh ibunya. "Kamu ini. Bukan begitu, Sayang. Jadi, pasangan suami istri itu harus bisa mengerti satu sama lainnya. Ibu tahu ayah sedang kesulitan menemukan cara mengatasi hama tanaman, jadi ibu sedikit-sedikit mau mencoba bantu ayah dengan berusaha mencari tahu juga bagaimana cara mengatasi hama tanaman yang baik dan benar. Karena istri yang baik itu yang mampu meringankan beban pikiran suaminya. Ya meski ayah memang gak mau ibu bantuin karena gak mau ngerepotin ibu. Tapi kalo liat ayah pusing terus setiap hari ibu kan jadi kepikiran," ucap ibunya yang tentu saja langsung membuat Aliyah mengangguk paham. Tanda dia mengerti. "Ibu dulu jatuh cintanya gimana sih sama ayah? Ayah dulu ganteng ga, bu?" tanya Aliyah membuat ibunya terlihat tersenyum malu sepertinya karena mengingat momen-momen pertemuannya dengan ayahnya. "Itu rahasia. Sudah, ah. Aya tidur sana. Katanya besok pagi mau bantuin ibu masak sekalian belajar? Kalo bangunnya pas masakannya udah mateng, itu namanya bantuin icip," ucap ibu Aliyah di sana terang-terangan menyindir putrinya itu membuat Aliyah tertawa. "Iya-iya. Yaudah Aya pergi bobo dulu, ya. Dah ibu," ucap Aliyah kemudian mencium pipi ibunya sayang kemudian berlari melarikan diri dari sana. "Selalu begitu. Cium-cium buat sogokan cuci piring. Aya.. Aya.." • • • • • Pagi harinya... "Udah Aya jangan uring-uringan terus. Ayah sama ibu kan juga jadi ikut pusing," ucap ibu Aliyah di sana berusaha menenangkan putrinya itu. "Mereka ituloh bu yang bikin kesel. Masa desainnya katanya salah warna dan model? Orang Aya inget banget itu pesanannya yang mereka minta ya yang seperti itu. Lha kalo sekarang mau diganti ya Aya harus bikin ulang dari awal. Capek loh, bu. Tak batalin aja udahlah. Klien yang satu ini ribet banget. Ga mau lagi Aya urusan sama mereka," ucap Aliyah membuat kedua orang tuanya saling berpandangan di sana. "Jadi begitu doang? Yaudah gimana baiknya kamu aja, Sayang. Lagian masa Aya begini doang udah nyerah. Biasanya Aya semangat kalo ada orang bawel begini," ucap Ayah Aliyah di sana membuat wanita itu terlihat berpikir. "Tapi kan—" "Kalo Aya cancel pesanan mereka gitu aja, nanti kalo mereka ngomongin cara kerja Aya yang jelek ke orang-orang bagaimana? Nanti gak ada lagi yang mau pake jasa WO nya Aya kan siapa yang rugi juga," ucap ibunya di sana membuat Aliyah terlihat berpikir sebentar dan menimbang-nimbang lagi keputusannya. "Orang tuamu itu benar, Sayang," ucap seseorang dari arah pintu depan rumah membuat semua orang di sana langsung menengok ke arah sana dan, "Loh, Tika? Kapan sampai? Ayo mari masuk," ucap ibu Aliyah di sana terlihat antusias menyambut kedatangan tamu mereka di sana membuat Aliyah bertanya-tanya siapa tamu mereka itu. "Barusan kok. Liat kamu lagi kasih wejangan ke Aliyah, aku jadi sungkan buat ucap salam. Aku gak ganggu, 'kan?" ucap wanita paruh baya yang terlihat seumuran dengan ibunya itu membuat Aliyah akhirnya tidak bisa menahan lagi untuk tidak bertanya. "Yah, dia siapa? Kok Aliyah baru liat, ya," tanya Aliyah berbisik pada Ayahnya di sana membuat Ayahnya terlihat menggeleng dan, "Sudah sana salim dulu. Terus buatin minum," ucap ayah Aliyah yang sama sekali tak terlihat berniat sedikit pun untuk menjelaskan padanya. Akhirnya Aliyah hanya bisa pasrah dan mengikuti apa yang disuruh oleh Ayahnya tadi. "Loh, ini anakmu? Sudah besar, ya? Cantik pula," ucap ibu itu saat Aliyah menyapa dan mencium tangannya sopan. "Ya iyalah. Lihat pabriknya dulu, dong. Aya ambilkan tante Tika minum, ya," ucap ibu Aliyah di sana terlihat bahagia sekali semenjak kedatangan tamu itu membuat Aliyah semakin penasaran. "Kamu sendirian? Suamimu gak ikut?" tanya ibunya yang masih bisa Aliyah dengar saat kini ia tengah berjalan masuk menuju dapur. "Ngga. Aku dianterin Sakti tadi. Sebentar lagi dia pasti masuk," ucap tamu ibunya itu membuat Aliyah tahu jika tamunya ada dua orang. "Aku bikin minuman berapa ya? 2 untuk tamu tok apa untuk ayah sama ibu juga? Ya sudahlah buat 4 gelas saja," ucap Aliyah sendiri kemudian langsung membuat minuman itu dengan cepat. Skip.. "Gantengnya cucumu, Tik. Siapa namanya?" tanya ibu Aliyah di sana sambil menggoda seorang bocah yang saat ini berada di pangkuan temannya itu. Aliyah yang melihat itu tentu saja tersenyum sambil menyajikan minuman yang sudah dibuatnya tadi di sana. "Revano Mahendra. Ya dia ganteng karena ya anakku juga ganteng. Kamu ini gimana, sih," ucap teman ibunya itu membuat Semua orang tertawa di sana. Kecuali satu orang. Seorang pria yang duduk di dekat teman ibunya itu. Sorot mata dan wajahnya terlihat tak suka berada di sana. Tidak ada sedikit pun aura pertemanan yang dirasakan Aliyah dari pria itu membuat wanita cantik itu merasa penasaran. "Kamu kalo liat Sakti lama begitu nanti bisa naksir, loh," ucap ayah Aliyah di sana membuat Aliyah terlihat langsung menundukkan kepalanya malu karena sudah ketahuan menatap Sakti dengan terang-terangan di sana. "Ini loh Aliyah, teman ibu yang selalu ibu bicarakan itu. Kartika. Teman ibu sejak SMP sampai sekarang masih cantik aja, 'kan? Kebetulan dia habis pindah ke rumah yang tidak jauh dari sini dan ibu pernah sengaja memintanya mampir ke rumah kalo ada waktu. Pas waktu itu ibu ketemu dia di pasar. Akhirnya sekarang dia bisa datang," ucap ibunya menjelaskan membuat Aliyah mengangguk paham. "Terus itu putranya. Sakti. Ini anak Sakti, Revano," ucap ibunya menambahkan membuat Aliyah kini menatap bocah kecil lucu yang tengah menatapnya dengan tatapan lucu itu. "Aliyah mau gendong? Silakan. Siapa tahu ketularan rejekinya segera menikah dan punya anak juga," ucap teman ibunya itu membuat Aliyah terlihat senang. "Boleh, Tante?" tanya Aliyah terlihat bersemangat membuat orang tuanya tersenyum di sana. "Tentu saja boleh," ucap teman ibunya itu tersenyum senang membuat Aliyah tentu saja antusias dan langsung saja berniat mengulurkan tangannya dan mencoba mengajak bocah tampan itu untuk digendongnya di sana dan, "Wah.. biasanya Revano susah sekali loh diajak orang yang belum kenal. Tapi sama Aliyah dia langsung mau," ucap tante Tika membuat Aliyah senang dan menggendong Revano dengan benar dan memastikan bocah itu nyaman di dalam dekapannya. "Itu karena ada aku di sini, Ma," ucap Sakti yang akhirnya setelah sekian purnama bersuara di sana. Seketika senyum Aliyah memudar. "Jangan gitu, Ah. Maafkan Sakti ya, Aliyah. Dia memang seperti itu," ucap tante Tika sambil memukul tangan putranya di sana bermaksud menegur membuat Aliyah tersenyum tipis meski rasanya sekarang Aliyah ingin mencakar wajah pria yang sudah terang-terangan mengejeknya itu. "Eh, kamu udah makan belom. Aku tadi pagi kebetulan masak banyak. Pas banget kamu datang. Yuk makan yuk, ga boleh nolak. Biar Revano sama Aliyah dulu di sini. Sakti ikut makan bersama juga, ya," ucap ibunya sambil sesekali terlihat memperhatikan Aliyah yang terlihat senang dan terus bercanda dengan Revano yang tengah digendongnya itu. "Aku ga percaya menitipkan putraku padanya. Dia kan kurang pengalaman, Ma. Mama makan saja. Aku masih kenyang, kok," ucap Sakti terlihat sekali seperti memusuhi Aliyah di sana entah mengapa membuat tante Tika tanpa disangka langsung menjewer telinga putranya itu. "Kamu ga sopan banget. Udah ayo ikut makan sama tante Rahma dan om Saka. Ga baik nolak ajakan seperti itu. Mama ga pernah ngajarin kamu begitu, ya," ucap tante Tika memarahi Sakti di sana yang sukses membuat Aliyah tertawa senang di dalam hatinya. 'Hahahahaha.. rasain. Lagian rese banget jadi orang. Emangnya aku kelihatan kayak orang jahat yang bisa lakuin hal buruk sama anak kecil? Mana mungkin. Dia belum tahu saja kalau aku penyuka anak-anak. Dasar pria judes yang menyebalkan,' Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD