Dengan reaksi itu Gerald ingin menonjok perempuan yang ada di depannya. Tahan Gerald, begini-begini dia akan menjadi istrimu. Gerald mencoba dengan berat untuk mengulas senyum sekali lagi. Hingga akhirnya hanya ada senyum kaku yang bisa Gerald tunjukkan pada Marina. "Kenapa?"
Marina hanya bisa mengangkat satu alisnya sebagai reaksi apa yang ia lihat, Marina mulai merasa bahwa ucapannya mungkin cukup kasar. Dia harus memperbaiki itu."Saya ada janji makan siang dengan supervisor dan teman-teman saya Mr. Bernneth. Mung-kin na-nti ma-lam?" Marina merasakan nada ragu-ragu pada suaranya sendiri.
Oke. Dia sudah gak ingin menonjok perempuan ini. Ingin memeluk atau mencium bibir ranum Marina sekarang. Untuk pertama kalinya ia cukup senang saat mengajak perempuan kencan. Senang? Marina bukan sesuatu yang menarik untuknya. Kenapa dia senang? dia tidak senang. Ini adalah hal biasa bukan? ya ini hal biasa. Dia tidak senang. Gerald berdehem."Bagus! tidak masalah! nanti malam. Sehabis pulang kerja?"
"Ya," jawab Marina.
"Oke aku akan menunggumu di parkiran."
Marina sekali lagi menatap Gerald, ia kini tampak ragu atas keputusannya mengubah jadwal jam temu bukan membatalkannya. Marina menatap langit-langit, ingin segera keluar dari segala kecanggungan yang ia rasakan. Lalu berdiri dari kursi untuk mengakhiri percakapan yang masih tidak masuk ke logikanya."Ya. Kalo begitu saya permisi Mr.Bernneth, saya sudah terlambat."
"Oke. Hati-hati."
Marina dengan cepat berjalan menjauh dari ruangan Gerald, menuju ruangannya. Helen sudah menyambut dengan tatapan sinis karena kesal menunggu Marina yang tidak kunjung tiba.
"Dari mana sih. Semuanya sudah pada pergi." Helen cemberut.
Marina menangkup kedua tangannya, memohon maaf pada Helen. "Maaf, aku dipanggil Mr. Bernneth."
Helen mengerjap, dengan perasaan heran berkata,"Lagi?"
"Ya." Marina mengambil tasnya, memoles bibirnya dengan lipstik lalu menata rambut berantakannya. Setelah cukup rapi lalu menggeret tangan Helen. "Ayo."
"Ada apa Marina? kamu punya masalah pribadi karena kejadian waktu itu?"
Marina diam, menimbang apakah ia harus menceritakan lamaran mengejutkan ini pada Helen atau tidak. Lalu membuat keputusan tanpa harus berfikir terlalu lama. Tidak, Helen adalah orang kepercayaannya tapi perempuan ini pasti hanya akan menertawakannya, mengumpat lalu mengatakan Marina hanya berkhayal. Itu hanya membuat Marina semakin kesal dan terpuruk. Ya, dia tidak perlu menceritakan hal itu pada Helen.
"Ya, begitulah. Ada tugas khusus yang harus aku selesaikan karena itu." Marina kembali menarik tangan Helen menuju lift karyawan.
Tepat saat lift terbuka, Gerald dan Daphne ada di dalamnya. Sejenak Marina dan Helen tampak ragu ingin masuk, tapi Gerald dengan cepat mempersilahkan Marina dan Helen untuk masuk. Sementara Alis Gerald untuk beberapa detik seolah menyatu, sebelum mempersilahkan dua wanita itu masuk.
Dengan pandangan sekilas Gerald tau Marina berdandan untuk makan siang dengan teman-temannya. Tapi tidak saat sedang menemuinya. Bahkan dia memelos bibirnya dengan warna merah merona.
Bisa-bisanya.
Marina tidak berdandan saat menemuinya.
Bisa-bisanya.
Rasa canggung tampak begitu terasa di lift.
"Mau makan di mana?" Daphne memecah keheningan.
"Sushi restauran," jawab Helen.
"Yang ada di belakang?"
Helen mengangguk. "Ya."
"Ah sushi nya memang cukup enak."
"Dan murah." Helen menyunggingkan senyum kaku. Ia kemudian bertanya,"kalau anda?"
"Aku dan Mr.Bernneth akan makan steak di Bromwich Restauran. Kebetulan Miss.Lucy Bernneth dan dan Miss. Bella Bernneth sedang menunggunya di sana."
"Ahh. Tampaknya anda sangat menyayangi adik-adik anda Mr.Bernneth"
“Ya, mereka segalanya.” Nada Gerald tampak terasa begitu lembut di telinganya.
Helen tampak memandang Mr.Gerald memandang pemandangan indah yang jarang ia lihat di kantornya. Namun, Helen justru menangkap lelaki itu beberapa kali menatap Marina. Sementara Marina seolah mencoba menghindari tatapan Gerald. Apakah ada sesuatu yang terjadi? pikir Helen.
Pintu lift terbuka. Helen dan Marina mencoba keluar dari lift. Tapi sebelum Marina benar-benar keluar dari lift, Gerald berkata, "warna lipstik nya cocok untukmu."
Marina menelan ludahnya berjalan pergi dari lift sambil berkata,"terimakasih Mr.Bernneth." Kemudian lift tertutup dengan sempurna.
Helen mendelik menatap Marina setelah pintu lift tertutup. Ia menyipit mencodongkan badan ke Marina. "Apa yang dia lakukan padamu Mar? apa dia melecehkanmu. Dia merayumu untuk tidur dengannya? aish ternyata rumor dia mencoba meniduri semua karyawan perempuan benar. Ini keterlaluan. Aku pikir itu hanya berlaku untuk model-model," gerutu Helen.
"Tenanglah Helen, tidak begitu." Marina mencoba menenangkan Helen.
"Tidak begitu apanya! lihatlah apa yang dia katakan." Helen terlihat makin panik.
"Tapi memang bukan begitu."
Helen menghentikan langkahnya, mengenggam pundak Marina. "Mar, tolong jangan sampai kamu terpengaruh rayuannya. Aku tau kamu sudah single 10 tahun lebih, tapi please! sadarlah!"
"Iya iya." Marina tidak punya pilihan lain selain menyetujui pendapat Helen, karena jika tidak. Perempuan ini dapat mengomel sepanjang waktu, bahkan Marina yakin jika dia tidak mengakhirinya sekarang. Helen akan membicarakan itu di tempat sushi, dan itu berarti akan ada gosip baru di perusahaan.
Tidak!
Dia tidak mau jadi objek omongan karyawan perusahaan. Itu hal yang paling Marina hindari. Marina memegang lengan Helen dengan kuat."Sudah ya jangan omongin Mr.Gerald lagi. Aku tidak mau itu sampai ke telinga Gilberto."
"Ah, kau benar. Bagaimana kalo Gillbert cemburu. Itu pasti akan jadi hal yang cukup buruk."
"Helen." Marina memang menyukai Gilbert tapi ia tidak suka di goda oleh sahabatnya sendiri. Terutama saat ia tahu, Mr. Gilbert sama sekali tidak menganggap perasaanya.
"Kenapa? Gillbert dan kamu sama-sama serasi bahkan nama belakangmu hampir sama dengan nama depannya. Itu seperti takdir Tuhan, Marina. Ayolah, aku tau kau menyukainya. Mulailah mendekatinya."
"Iya iya, berhentilah mendesakku terus. Helen. Lagian aku bukan selera Gilbert."
"Benarkah? kalo begitu kenapa dia menunggumu di depan sana kalau begitu?" Helen menunjuk seseorang yang menunggu mereka tepat di depan pintu restauran. Pria dengan rambut kuning mentega yang berkilau. Menyambut dengan lambaian tangan dan senyumannya yang ramah.
Gilbert menyambut mereka dengan senyum miring manis dari bibir tipisnya. Mr.Gilbert memang selalu ramah pada siapapun."Kalian ngapain? lama banget."
"Maaf Gilbert tadi ada urusan sama Mr. Bernneth tadi."
Gilbert menautkan alisnya karena perasaan ingin tau yang tercipta dengan spontan. "Ada apa memangnya Marina? apa soal kemarin?"
"Iya begitulah, Mr.Bernneth memberikan aku beberapa hukuman yang aku harus aku kerjakan." Marina berbohong.
Gilbert mengenggam tangan Marina tiba-tiba, dengan wajah serius berkata, "Hati-hati Mar, bisa jadi kamu jadi korban selanjutnya."
"Apa aku bilangkan," tambah Helen.
"Itu hanya hukuman, murni hukuman." Marina berbohong lagi, ia tidak tau kenapa. Tapi hatinya seolah memaksa Marina untuk membela pria b******k itu, meski logikanya jelas mengatakan sebaliknya.
"Baiklah kalo begitu, tapi jika dia mulai kurang ajar katakan saja padaku oke? aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa,” saran Gilbert. Suaranya begitu lembut, tapi entah kenapa terasa tidak berenergi untuk Marina. Tapi Helen menganggapnya lain.
Helen berdehem, lalu tersenyum jahil.
"Iya tenang saja,” jawab Marina sungkan karena menyadari senyum Helen yang juga diketahui oleh Mr.Gilbert.
Gilbert kemudian menatap Helen. "Dan aku rasa permasalahan ini juga harus dirahasiakan dari siapapun Helen. Ku harap kamu bisa menjaganya."
Helen mengangkat dua jempolnya."Tentu saja. Jelas, untuk Marinaku akan akan aku rahasiakan semuanya."
"Baguslah. Kalo begitu ayo makan. Teman-teman mungkin sudah bosan menunggu kalian,” kata Gilbert sambil mempersilahkan Marina dan Helen masuk.
"Aku benar-benar minta maaf."
"Hahaha gapapa Marina. Santai saja." Gilbert mendekap Marina mengelus punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya. "Oh ya Marina, kamu cantik dengan lipstik merahmu itu."
"Ya. Kamu tampak lebih hidup," tambah Helen, senyum jahilnya bertambah semringah sekarang.
Lucy mengriyit menatap kakak tertuanya yang tidak menghabiskan steaknya. Jujur, itu bukan kebiasaan Gerald. Lelaki itu suka daging, apalagi steak. Tapi kali ini seolah ia benci makanan itu. "Ada apa denganmu?"
Gerald menatap Lucy, adiknya adalah perempuan. Marina juga memiliki usia sama dengan Lucy. Sepertinya Gerald butuh beberapa saran dari adik perempuannya ini.
"Luc, jika seseorang wanita tidak berdandan saat bertemu denganmu, tapi dia berdandan di pertemuan bersama teman-temannya. Apa artinya?"
Lucy menatap steaknya lagi, memakannya dengan santai. "Itu mudah, artinya dia sama sekali tidak menyukaimu Gerald. Kau bisa menyerah saja."
Gerald mendecis kesal pada Lucy.”Berarti selamat, kau tidak akan mendapatkan warisan. Adikku sayang.”
Mata Lucy menyipit.”Kau bisa mencari perempuan lain, Sialan.”
Bella menutup kupingnya, sambil cemberut dia berkata,”bisakah kalian berhenti menggunakan kata-kata kasar di depanku! aku masih anak kecil.”
“Maafkan aku Tuan Putri, tapi kakakmu yang satu ini benar-benar menyebalkan.” Gerald menatap sinis Lucy.
Lucy tidak menatap Bella, perempuan itu justru memajukan tubuhnya ke arah Gerald dan berkata,“aku hanya membela diri Bella, karena kakak laki-laki tertuamu ini mencoba menjadikan kita miskin dengan tidak mencoba menikahi wanita manapun.”
“Aku sedang mencoba Lucy.” Nada Gerald terlihat begitu menekan.
Bella menggeleng, lalu berkata dengan suara kecilnya yang panjang.”Berhenti bertengkar!” Bella menatap Lucy dengan amarah ala anak usia sepuluh tahun. “Lucy!”
Lucy memandang Bella seperti anak kecil.”Ya Tuan Putri.”
“Gerald baik! dia tidak akan membuat kita miskin! dia menyayangi kita harusnya kau tau itu, betapa ia begitu keras membuat kita bahagia. Dan Gerald juga berhak jatuh cinta seperti Mommy dan Daddy.”
Mendengar kalimat itu Gerald dan Lucy saling pandang. Dari mata mereka tampak terlihat kepedihan yang tidak boleh ia katakan pada Lucy. Mereka tidak sanggup berkata bahwa, Mommy dan Daddy mereka bahkan tidak pernah saling mencintai. Bahkan mereka mencoba membunuh satu sama lain.