Dodo Kecil

1005 Words
Jangan menambah luka karena yang lalu belum sembuh sempurna. Sejak tadi Dodo kecil tidak mau melepaskan pelukannya pada Andara. Mereka telah duduk di ruang keluarga, anak laki-laki itu menonton larva dipangkuan Andara sembari makan kue donat yang ia bawa bersama ayahnya tadi. Sengaja, katanya ingin membelikan aunty Dara kue donat juga. Vante yang memperhatikan mereka berdua merasa cemburu terhadap Dodo. Andara miliknya, tapi kenapa banyak laki-laki yang ingin mengambil istrinya darinya, termasuk si Dodo kecil. Oh, ayolah Vante, Dodo hanya anak kecil yang polos dan manis. "Aunty … aku ingin pipis …," ucap Dodo sembari mendongakkan kepalanya menghadap sang aunty. Wajah memelas karena ingin pipis, membuat Andara menjadi gemas terhadapnya. "Ayo ayah antar ...." timpal Arshad yang sedang duduk di sebelah Vante sejak tadi. Ikut menonton larva dengan wajahnya yang menggambarkan kebosanan. "Dodo ingin ditemani aunty …," bujuk Dodo, dia menyentuh lengan Andara dan memeluknya dengan erat. "Mau sama aunty, Dodo mau sama aunty," pintanya lagi pada sang ayah yang merupakan kakak laki-laki dari paman Vantenya itu. "Aunty-mu sedang sakit, Do," balas Vante, memperhatikan keponakannya yang begitu rewel dan sangat manja. Lalu, melanjutkan lagi perkataannya. "Hey, lagian aunty-mu itu punya Paman...." Vante memang benar-benar tidak ingin Dodo mengambil istrinya, haha. "Vante," tegur Andara penuh penekanan. Bisa-bisanya suaminya itu menggoda Dodo. Ingin sekali Andara jewer telinga Vante sekarang juga. "Kau ini seperti anak kecil, Te." Arshad menatap adiknya itu dengan tatapan aneh seperti melihat laki-laki cringe. Lalu, Arshad pun memilih berdiri dari duduknya untuk mendekat pada Dodo. Vante juga ikut bangkit dari duduknya dan mendekati Andara. "Ayo dengan Ayah, aunty-mu sedang sakit, sayang," ajak Arshad sembari menggendong Dodo. Dodo pun mengangguk dan mengeratkan pelukannya ke leher sang ayah. Menyisakan aunty-nya yang masih sigap pada posisi duduk di atas sofa. Setelahnya, Arshad membawa Dodo ke toilet. Vante tentu mencari kesempatan dalam peluang besar ini. Ia lalu memilih duduk di paha istrinya dengan cekatan, tidak akan ia biarkan Dodo duduk di pangkuan istrinya lagi. Tangan kanannya bahkan mengambil tangan Andara dan dibawa untuk memeluk perut kekarnya tersebut. "Kau sangat berat, Te, kau bukan Dodo kecil yang ringan untuk dipangku," protes Andara karena pahanya sedikit pegal menahan beban Vante yang ada di atasnya tersebut. "Aku juga ingin dimanja seperti Dodo," balas Vante, tidak kalah manja dari Dodo. Memang dia suka mencari perhatian istrinya dan tidak mau kalah dari si kecil Dodo. Andara mengusap perut Vante dan dicubit pelan. "Astaga, tubuhmu besar seperti raksasa. Lihat, aku tenggelam kalau begini." "Ayo usap lagi perutku, kau dari tadi mengusap perut Dodo, sayang." Andara menuruti permintaan Vante, tentu membuat laki-laki itu menjadi tersenyum senang karena dituruti. Manjanya sangat kentara dan cemburunya juga luar biasa. *** "Paman! Paman jahat sekali … tadi kau memakan mulut aunty, sekarang kau menduduki aunty … aunty pasti sakit..." cemooh Dodo pada pamannya yang terlihat menyebalkan itu. Dodo kadang suka ingin menggigit Vante saja, jika pria itu sedang bertingkah aneh dan menyebalkan. "Adikku sangat gila. Oh, ayolah Andara kenapa kau selalu memanjakan adikku yang tidak tahu diri itu," sarkas Arshad. Dia memilih menatap tajam Vante dan seperti jijik dengan adik laki-lakinya itu. "Adikmu yang memaksa, Mas. Lihatlah tubuhnya besar sekali dan menindih," jawab Andara dengan menggoyang-goyangkan Vante agar cepat turun dari pahanya. "Aku tidak ingin Dodo mengambil istriku," sela Vante cepat. Dia semakin membuat gestur melindungi Andara dan mengejek Dodo yang ada dalam gendongan Arshad. "Paman sudah besar. Aku ingin dipangku juga oleh aunty…," rengek Dodo sembari menunjuk Andara. Dia terus meminta untuk diturunkan dari gendongan ayahnya. "Hey, mamamu mana? Kau punya mama, kan," tanya Vante pada Dodo kecil yang menggemaskan itu. "Vante, mengalahlah," pinta Andara, dia menepuk-nepuk paha Vante agar berhenti menggoda Dodo. "Mamaku punya papa Naresh. Aku ingin aunty Dara jadi mamaku dan menikah dengan ayahku...." Kalimat itu terlontar begitu saja yang membuat ketiga orang dewasa itu terbelalak kaget. Dodo telah berhasil membuat Vante menjadi kesal setelah ini. "Dodo, tidak boleh berbicara seperti itu. Aunty Dara punya paman Vante, sayang," tegur Arshad agar anaknya tidak kalut menyebut ingin Andara yang jadi mama barunya. "Abang … kau kesini ga-" "Tidak Vante, tidak. Aku kesini karena Dodo merindukan aunty-nya, itu saja. Jangan berpikiran aneh, Andara adikku juga," potong Arshad lagi, meluruskan apa yang seharusnya memang terjadi. "Dodo, aunty punya paman, kau bisa mencari mama baru selain aunty-mu," ucap Vante dengan nada menggoda lagi, membuat Dodo menjadi menangis sejadinya. Wajah Vante memang seperti meledek dan Andara jadi merasa bersalah pada Dodo. "Awas, Te! Dodo menangis," desak Andara menyuruh Vante turun dari pangkuannya. Andara lalu berdiri dan bergerak mengambil Dodo dalam gendongan Arshad. Dia juga menggendong tubuh Dodo dan mendiamkan anak kecil yang ingin mama baru tersebut. *** Setelah kepulangan Dodo dan ayahnya, Vante bersantai di dalam kamarnya bersama Andara. Mereka saling berpelukan, kepala Vante kini berada di perut datar Andara, Vante senang bisa bersantai berdua bersama Andara seperti hari ini. "Ingin ini," pinta Vante dan dengan sengaja mentotol-totol mimi Andara yang menyembul dari balik baju. "Tadi malam sudah, Te." "Te mau yagiiii," rengek Vante seperti anak bayi. Sangat menggelikan melihat laki-laki yang menjabat sebagai CEO tengah berubah menjadi anak kecil yang merengek dengan manja. "Perilakumu melebihi Dodo," ujar Andara, lalu tangannya bergerak membuka kancing bajunya sendiri. Setelahnya, bergerak mengeluarkan kedua miminya sendiri dari dalam bra. Vante yang melihat aksi istrinya, bersorak kegirangan dengan rona wajah memerah tidak sabaran. "Yeayyyyyyy," serunya. Tangan Vante mulai bermain disana dan bahkan mencoba menyuapnya seperti bayi yang sedang kehausan. "Utututu bayi Te sangat lucu." Andara mengusap tengkuk leher Vante. Bolehkah Vante hanya berlaku seperti bayi padanya saja? Jangan pada Dena juga? Baru menikmatinya sebentar, sudah ada gangguan lagi. Ya, Dena menelpon Vante. Aktivitas itu terhenti begitu saja karena Vante bergerak mengambil ponselnya dengan cepat. Vante sempat melirik ke arah Andara yang menatapnya dengan dingin sebelum mengangkat telepon dari Dena itu. "Hallo, Dena?" "Kau bisa kesini, Te? Aku membutuhkanmu." "Ada apa?" "Tolong kesini, aku mencintaimu." Lalu, Vante melihat mata istrinya yang sudah mulai berkaca-kaca dan sedih melihat respon Vante begitu cekatan jika Dena menelpon. Dengan keberaniannya, Vante bertanya pada Andara. "Sayang, apa aku boleh menemui Dena?" Jangan terus melukainya, itu tidak akan baik. •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD