Bab 5

1450 Words
Viona berkeringat dingin, maka lebih dingin lagi Davin yang telah duduk di ujung ranjang. Paling ujung agar tidak bisa melihat kulit mulus Viona yang kini tengah duduk ujung satunya. Gadis itu tampak salah tingkah, dengan mengalihkan perhatian pada ponsel yang ada di tangannya. Tidak tahu kini Davin sedang panas dingin melihat paha mulusnya, Viona tetap saja menatap ponsel. Membuka satu persatu foto yang ada di galeri ponsel. Sedangkan Davin. Langsung berbaring dan menutup tubuhnya dengan selimut agar Viona tidak melihat dirinya yang mulai menonjol di balik celana katun selutut yang ia kenakan. Pria itu juga menggunakan tangannya untuk menutup mata, agar Viona tak melihat matanya yang dipaksa terpejam. Disisi lain, Viona melirik Davin. Jantungnya berdegup kencang memikirkan bagaimana caranya untuk menarik Davin agar mau menyentuhnya Meski mereka sudah resmi menikah, tapi Davin tidak ada sedikitpun niat untuk mendekat. Apalagi melakukan malam pertama. Ternyata semuanya tidak semudah yang Viona pikirkan. Saat menjalin kasih dengan Haris waktu itu, jangankan berpakaian ala kadarnya seperti sekarang. Masih mengenakan rok span selutut dan kemeja lengan pendek saja Viona kewalahan menolak pria itu untuk menyentuh tubuhnya. Terakhir sebelum memutuskan untuk menikah, Viona harus merelakan bagian di antara pahanya disentuh Haris. Untuk mencari tonjolan kecil yang membuatnya menggelinjang nikmat. "Mas, bolehkah aku meminjam tanganmu?" tanya Viona gugup. Sedikit beringsut mendekati Davin yang sedang berusaha menidurkan adik kecilnya. "Tangan? Untuk apa?" sahut Davin. Dengan berat hati menoleh ke arah Viona yang kini telah dekat dengannya. Dan betapa Davin tersentak melihat dua benda bulat padat yang menggantung, karena kini Viona tengah merangkak, mendekat. "Mau aku genggam. Lalu aku foto dan jadikan status di media sosial." Sama gugup dan panas dinginnya, Viona kini sudah duduk di samping Davin. Ia sengaja menekuk satu kakinya, dan menopang dagu di lutut. Semua dilakukan agar Davin bisa melihat dengan jelas seonggok daging merah muda yang begitu mulus. Tangan Davin bergetar. Mendekat pada Viona yang menengadahkan tangannya. Agar mereka saling menggenggam satu sama lain. Sesuai keinginan Viona tadi, gadis itu menggenggam dan memfoto tangannya dengan Davin. Menjadikan foto tersebut sebagai foto profil sekaligus status di seluruh media sosial miliknya. Dan rasanya Davin ingin meremas dan menyesap benda bulat yang tiba-tiba saja keluar dari belahan lingerie, karena Viona berbaring miring. Davin meneguk ludahnya. "Vi …," lirihnya. Menatap Viona yang mengulas senyum begitu manis, menatap ke arahnya. "Kamu sengaja memancingku?" sindir Davin. Matanya begitu sayu dengan tatapan yang begitu memuja kepada Viona. Alih-alih menyembunyikan benda bulat yang terlanjur keluar dari jalur, Viona justru mendekat kepada Davin. Setelah ia menghubungkan panggilan suara dengan Haris. Viona bertekad, Haris harus mendengar pertempurannya dengan Davin malam ini. "Aku tidak memancing, Mas. Aku hanya ingin melakukan kewajibanku. Bolehkah? Aku ingin menjadi istrimu secara utuh." Mengusap rahang tegas Davin yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. "Kamu yakin, Vi? Karena aku tidak akan membiarkan kamu pergi jika ini selesai." Menangkap pergelangan tangan Viona yang meraba halus rahangnya. "Aku yakin. Sangat-sangat yakin," bisik Viona lembut. Meraih tangan Davin dan membawanya untuk menyentuh dadanya. Viona gelap mata. Ia merasa lebih baik menyerahkan diri kepada Davin daripada Haris. Jika ia kehilangan segalanya, maka bisa dipastikan Haris tidak akan pernah mau mengejarnya lagi. Tidak ingin menjadi suami untuk wanita yang telah kehilangan kegadisannya. Davin beringsut duduk ketika telapak tangannya menyentuh betapa lembut dan padatnya Viona. Ia juga merasakan ujung yang masih belum terlalu muncul ke permukaan. Cukup menandakan area tersebut belum pernah disentuh oleh siapapun. Dan malam ini Davin yang akan menyentuhnya. "Vi …." Davin menggeram. Saat jari telunjuk Viola melukis di dadanya. Menggambar secara asal untuk membuat hasrat Davin terpantik. "Kamu mau kan, Mas?" Davin memiringkan kepalanya. Dengan tangan yang meremas lembut salah bulatan padat Viona. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Karena disini kamu yang akan dirugikan. Sebagai pria tidak akan pernah ada yang tahu apakah aku sudah pernah melakukannya atau belum." Menyelipkan rambut panjang Viona ke belakang telinganya. "Aku sangat yakin dan telah berpikir semenjak di rumahmu tadi. Aku sudah memantapkan diri untuk membina rumah tangga denganmu. Aku juga berpikir ini adalah takdir sehingga kita bisa bertemu seperti ini." Viona mengalungkan tangannya di tengkuk Davin "Maka dari itu aku sengaja membeli lingerie ini khusus untukmu." "Vi, aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Meski aku bukanlah pria yang sempurna. Masih banyak …." Davin diam. Menelan kembali kata-katanya karena Viona tidak mengizinkan kata itu keluar dari mulutnya. Tidak ingin Davin merendah lagi, sehingga gadis itu membungkam dengan sebuah pagutan yang begitu lembut. Perlahan berubah dalam, disaat Davin menurunkan tali tipis di pundak Viona. "Sepertinya kamu sudah merencanakan ini semua," ucap Davin, seraya mengetatkan rahangnya. Bertepatan dengan Viola yang melepaskan pagutan bibir mereka, ketika kedua tali tipis di pundaknya turun.. Dengan sangat mudah lingerie tersebut turun dan lolos dari kedua kaki Viona, ketika gadis itu berdiri. Tubuh putih mulus tanpa cela itu terpampang nyata. Hal yang tidak pernah dibayangkan Davin, meski hanya sebatas hayalan semata. Viona yang telah membuang jauh rasa malunya duduk di pangkuan Davin. Menarik ujung kaos tipis yang pria itu kenakan dan melepaskannya. Membuang ke sembarang tempat. Layaknya wanita sewaan, Viona menggoda dan bergerak asal di pangkuan Davin agar pria itu merasakan miliknya yang ranum ingin dimasuki. Merasakan pahanya saling bergesekan dengan Viona dibawah sana, semakin mendorong Davin untuk menikmati malam pengantin mereka. Dan tanpa mampu dicegah, dirinya sudah menggeliat dan sangat menyesakkan karena celana yang masih utuh. "Ma-mas ...," Viona tersentak. Tiba-tiba saja Davin memeluk erat punggungnya dan menuntun untuk berbaring. Seraya menyesap salah satu ujung dadanya yang telah menegang. Terbakar oleh hasrat yang dibuatnya sendiri. Lembut, tapi menggebu. Davin menyesap dan meremas secara bersamaan. Membuat Viona semakin bergerak gelisah dan sesekali mendesah pelan. Merapatkan tubuh bawahnya pada Davin yang telah mengeras, tapi masih tertutup rapat. "Vi, lihat aku!" Davin menangkup kedua pipi Viona yang telah terengah-engah karena merasakan kenikmatan dari kedua ujungnya yang dinikmati Davin hingga memerah dan sedikit bengkak. Dengan nafas yang masih putus-putus, Viona mengikuti apa yang Davin katakan. Menatap pada kedua manik yang tadinya jernih, kini ditutupi kabut hasrat. "Kamu masih ada kesempatan untuk memintaku berhenti." Mengusap dahi Viona yang pasrah dengan apa yang akan dilakukannya. Davin juga menggoda Viona dibawah sana, agar basah dan mudah dimasuki. Agar semakin licin dan tidak membuat lecet ketika Ia masuk nanti. Viona mengangguk. Menggigit bibir bawahnya, menahan desahan kenikmatan yang berasal dari gesekan Davin yang keras dengan dirinya di bawah sana. Sesekali Viona menahan nafas karena Davin yang terasa keras dan besar, menyapa seakan ingin memperkenalkan diri. Davin menarik kedua sudut bibirnya. "Kembali memagut kedua belah bibir Viola yang memerah karena ulahnya. Dengan bertumpu pada satu tangan menekan kasur, Davin memilin dan mengusap salah satu ujung gundukan kenyal Viona. Membuat gadis itu semakin tidak sabar dimasuki Davin dibawah sana. Viona tersentak. Saat Davin mulai masuk. Berhenti tepat di jalan masuk yang telah banjir oleh cairan kenikmatannya. Viona menahan nafas, merasakan betapa besarnya Davin dibawah sana. Ia sempat berpikir jika Davin masuk ia akan merasakan sakit yang amat sangat. Dan benar saja. Viona merintih. Menggigit bibir bawahnya, menahan sakit ketika Davin menekan. Mencoba masuk dan merusak penghalang yang masih utuh di bawah sana. Tubuh Viona bergetar. Sakit yang ditimbulkan layaknya seperti Davin membelahnya menjadi dua bagian. Dan itu baru separuh dari bagian pria itu. Tahu Viona kesakitan, Davin memeluknya dengan Erat. "Kita istirahat, ya. Aku tidak ingin menyakitimu." Viona menggeleng. "Sekarang saja, Mas. Sudah setengah, kan? Lagipula, nanti atau sekarang sakitnya sama." Meremas pelan rambut tebal Davin. Membenarkan apa yang dikatakan Viona, Davin kembali menekan dan berusaha masuk. Menembus secara sempurna dan utuh. Nyaris saja Viona terpekik ketika ia benar-benar masuk dan merusak penghalang dibawah sana. Beruntung Davin cepat membungkam mulut Viona. Davin diam sejenak. Membiarkan Viona terbiasa dengan dirinya yang keras dan besar. Seraya menanti, Davin melumat dan menyesap kedua belah bibir Viona. Meninggalkan kecupan basah di leher Viona yang mulus, hingga kedua ujungnya yang telah berubah bentuk karena Davin tidak pernah mengabaikan mereka berdua. "Mas," desah Viona tertahan. Ketika mulut Davin menyesap salah satu ujung dadanya, seiiring dengan pergerakan di bawah sana. Sakit memang, bahkan Viona yakin cairan kentalnya sudah bercampur dengan darah segar dibawah sana. Tapi, rasa sakit itu semakin nikmat ketika ia mulai terbiasa dengan Davin di bawah sana. Sehingga rintihan yang keluar dari mulut Viona, berubah menjadi desah kenikmatan yang saling bersahutan dengan Davin. Terlebih lagi saat Davin menghentak dalam hingga menyentuh Viona di dalam sana. Rasanya tidak dapat digambarkan sama sekali. Disaat Viona menikmati malam pergulatannya dengan Davin, di ujung panggilan yang sedang terhubung Haris mengetatkan rahangnya. Mendengar perbincangan yang begitu hangat diantara Viona dan Davin, yang kini telah berganti dengan desahan dan erangan yang saling bersahutan. Haris marah. Tidak suka Viona disentuh oleh pria lain. Terlebih lagi ia tahu Viona adalah gadis yang masih suci. Andai saja ia tidak mengikuti permintaan wanita yang kini tengah tidur memeluknya, tentu saja saat ini Haris yang mengisi posisi Davin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD