BAB 7. Bertemu Lagi Dengan Ayah Kamu

2061 Words
Akira ketiduran karena memang sudah mengantuk sekali, hingga tiba-tiba Chiko membangunkannya dengan lembut. Mereka sudah sampai di gang rumah Akira tapi Chiko bingung arahnya harus ke mana. “Di depan belok kanan mas, nanti ada rumah yang warna putih itu rumah aku.” Ucap Akira memberi petunjuk. Sedikit tidak enak karena dia malah tidur padahal Chiko juga besok harus bangun pagi dan sekarang malah harus mengantarnya pulang. Sesampainya di depan rumah Akira, Didit dan Bening—ibu Akira sudah menunggu. Bening langsung memeluk putrinya erat dengan raut wajah khawatir. Begitu juga dengan Didit yang lebih dahulu mengecek kondisi putrinya. Chiko berdiri diam menyaksikan kehangatan keluarga itu, seperti keluarganya yang terasa begitu hangat. Entah kenapa Chiko bersyukur Akira berasal dari keluarga yang sehangat ini sekalipun ayahnya tidak begitu menyukai laki-laki itu. Dengan sopan, Chiko kemudian menyalami calon mertuanya itu. Bening sejak awal sudah menyukai Chiko, sebab Chiko adalah laki-laki paling tampan yang pernah dia kenal. Selain itu dia berasal dari keluarga yang baik, sopan, berpendidikan, pekerjaannya juga mapan. “Saya ijinkan kamu masuk karena ini sudah malam, bukan berarti saya sudah menerima kamu yah.” Ucap Didit ketus. Bening mendengus kesal melihat sikap suaminya itu. Akira meringis tidak enak, tapi luar biasanya Chiko seperti bisa membawa diri. Tetap tenang, sopan, dan tidak membantah sedikitpun. Hanya mengangguk patuh kemudian mengikuti calon mertuanya itu masuk ke dalam. “Maaf yah nak, jadi ngerepotin.” Ucap Bening setelah Chiko duduk di ruang tamu. “Nggak papa kok tan, kebetulan apartemen Chiko dekat dengan apartemen Akira.” Jawab anak itu sopan. Bening semakin suka, karena Chiko sebaik ini. Melihat laki-laki itu masih menggunakan piama tidur, Bening bisa menduga bahwa calon menantunya itu langsung berlari menghampiri putrinya ketika musibah itu terjadi. Itu saja sudah cukup membuat Bening yakin bahwa Chiko adalah menantu yang di hadiahkan oleh Tuhan. Padahal dia adalah seorang selebritis, tapi demi membantu putrinya dia tidak takut terlihat hanya menggunakan piama saja. “Tante ambilin minum sebentar.” Ucap Bening dengan senyuman yang mirip Akira. “Nggak usah Tan, nanti ngerepotin udah malam jug—” “Jangan coba-coba buat pulang kamu! Jam berapa ini mau pulang? Tidur di kamar adiknya Chesa! Anaknya sudah saya suruh pindah. Nanti orang tua kamu nuduh saya yang nggak-nggak lagi, membiarkan putra kesayangannya pulang selarut ini.” Ucap Didit ketus. Tanpa menoleh dan langsung masuk ke kamar setelah memindahkan adik bungsu Akira ke kamar anak kedua mereka. “Baik Om.” Jawab Chiko sopan. “Di sini tidak ada kamar bagus kayak di rumah kamu, jadi nikmati apa yang ada!” Balasnya lagi dengan sikap yang masih ketus. “Papa!” Bening memperingatkan dengan tidak enak. Tapi Didit kemudian menutup pintu kamarnya begitu saja. “Maaf yah mas.” Akira merasa tidak enak. “Aku beresin sebentar kamarnya.” Ucap gadis itu lagi. “Nggak usah, nggak papa. Kamu tidur aja soalnya besok harus bangun pagi kan? Aku bisa tidur di mana aja kok.” Balas Chiko pelan. Laki-laki tahu jika adik Akira sedang tidur karena itu dia memelankan suaranya. Sikap itu saja sejujurnya sudah menjadi nilai plus di mata Didit. Di tambah perhatiannya pada putrinya yang samar-samar dia dengar karena telinganya sedang dia tempelkan di pintu untuk mendengar segala sesuatu yang terjadi. Chiko tidak seburuk yang dia bayangkan sekalipun pekerjaannya seorang selebriti, tapi sejak awal laki-laki itu sudah menunjukkan sikap perlawanan sehingga Didit merasa malu jika tiba-tiba menerimanya dengan begitu mudah. “Nggak papa kok mas, sebentar doang.” Akira keras kepala, tidak enak jika dia tidur duluan sementara Chiko besok juga harus bangun pagi. “Kamar kamu rapi kan Ches? Nak Chiko tidur di kamar kamu saja biar kamu tidur di kamar adik kamu.” Ucap Bening memberi solusi terbaik. “Chiko bisa tidur dimana saja kok Tan, takutnya Chesa tidak nyaman.” “Enggak, Chesa juga biasanya suka tidur sama adiknya kok. Kamu minum dulu tehnya, abis itu kamu juga langsung tidur. Besok berangkat pagi kan?” Bening berucap lembut sambil meletakkan teh untuk Chiko dan satu lagi untuk putrinya. “Kamu minum teh dulu, biar tenang.” Ucap Bening yang diangguki Akira. “Terima kasih banyak, Tan.” Ucap Chiko sopan kemudian meminum teh yang di suguhi oleh bening. Di dalam hati, Bening memuji cara mendidik orang tua Chiko karena anak laki-lakinya selain tampan, sukses dia juga sangat sopan. “Tolong jangan terlalu di pikirin sikap papanya Akira yah nak, beliau sebenarnya peduli sama kamu makanya kamu nggak boleh pulang. Tapi ya begitulah, beliau masih belum rela putri pertamanya menikah secepat ini makanya kayak gitu sama kamu.” Bening tidak enak sekali karena suaminya sangat menyebalkan pada Chiko. Semakin tidak enak karena Chiko menerima sikap itu dengan sopan, rendah hati dan tidak terlihat kesal sedikitpun di wajahnya. “Nggak papa kok Tan, Chiko mengerti. Lagipula Chiko juga bersalah karena menyebabkan masalah itu.” Balas Chiko sopan. Bening tersenyum dan bersyukur di dalam hatinya karena putrinya mendapatkan calon suami sebaik ini. Tidak lama setelah itu, mereka masuk ke kamar masing-masing dengan keputusan akhir Chiko menggunakan kamar Akira dan Akira menempati kamar adiknya. Kesan pertama memasuki kamar Akira di rumah itu adalah rapi, sama seperti ketika Chiko pertama kali masuk apartemennya. Laki-laki itu tersenyum melihat deretan photo gadis itu dari kecil hingga lulus kuliah yang di pajang di tali rami menempel di tembok. Chiko mengabadikan beberapa foto itu ke dalam ponselnya diam-diam. Terutama foto masa kecil Akira yang menggemaskan. Laki-laki itu kembali teringat masa kecil Jelita yang juga menggemaskan dulu. Setelah mengamati kamar itu sebentar, Chiko memutuskan untuk tidur setelah mengeset alarm. Besok dia harus bangun pagi, bisa di bilang malam ini dia hanya akan tidur sekitar dua atau tiga jam saja. Pesawatnya pagi sekali, tapi jika dia mengikuti jadwal itu Akira akan bangun lebih pagi juga dan Chiko tidak tega. Karenanya tengah malam dia menghubungi Melani untuk merubah jadwalnya. Tanpa sadar Chiko kembali mengorbankan sesuatu lagi demi Akira. Sudah sejelas itu tapi hatinya terus saja menyangkal. Chiko merasa selama ini sikapnya memang seperti itu pada orang lain apalagi wanita, padahal tidak. Aroma Akira menguar dari tempat tidur itu dan entah kenapa terasa sangat nyaman. Tidak membutukhan waktu lama, Chiko langsung terlelap dalam mimpinya. Terasa baru sekejap mata dia memejamkan mata, alarm di ponselnya berbunyi. Laki-laki itu sedikit memijit keningnya yang terasa sakit. Mengecek ponselnya dan ada banyak sekali pesan omelan dari Melani karena baru kali ini Chiko merubah jadwal sesuka hati. Tapi seperti biasanya, Melani bisa menghandle segalanya dengan cepat dan tepat. Penerbangannya diubah menjadi jam sepuluh siang, tapi karena perubahan jadwal itu waktunya berada di luar kota jadi bertambah sehari. Chiko tersenyum lega kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Adzan subuh sudah berkumandang. Ketika keluar dari kamar mandi dalam keadaan masih basah, pintu kamarnya di ketuk. Chiko buru-buru membukanya. Di sana sudah ada Didit berdiri dengan pakain koko yang rapi lengkap dengan sarung dan peci. “Udah wudhu?” tanya calon ayah mertua Chiko itu. “Sudah om.” Jawab Chiko kemudian menerima uluran sarung dan baju koko dari Didit. “Ayo sholat di mushola!” Ucap Didit. Chiko mengangguk sopan. “Jika pagi tidak ada anak muda di mushola, mereka tidak akan mengenali siapa kamu.” Didit menambahkan, takut Chiko kurang nyaman mengingat dirinya yang seorang selebritis. “Baik om, Chiko ganti baju dulu.” Didit menunggu di ruang tamu ketika Bening keluar dari kamar. “Jangan di paksa ikut ke mushola pa, kasihan baru tidur sebentar. Biarin sholat di rumah aja.” Ucap Bening mencoba bernegosiasi dengan suaminya. “Papa nggak bangunin dia, Bu. Pas papa ketuk pintunya dia sudah wudhu, sudah siap sholat. Dan waktu papa ajak ke mushola juga anaknya nggak keberatan sedikitpun.” Balas Didit yang sebenarnya sedang bangga karena calon menantunya tidak melupakan ibadah, Bening bisa membaca itu dan tersenyum diam-diam. “Ya sudah kalau begitu.” Ucap wanita itu. Bening tahu, suaminya akan memamerkan Chiko pada bapak-bapak di mushola bahwa calon suami putrinya sangat tampan. Tidak lama kemudian Chiko keluar dari kamar dengan pakaian koko milik Didit yang ternyata tidak terlalu kebesaran. Bersamaan dengan Akira yang membuka pintu kamar buru-buru karena dia tahu penerbangan Chiko pagi sekali walaupun tidak tahu jam pastinya. Niatnya Akira ingin membangunkan Chiko untuk segera berangkat tapi justru pemandangan menarik yang gadis itu dapatkan. “Mas, penerbangan mas pagi kan?” Tanyanya karena Chiko justru terlihat santai. “Enggak kok, jam sepuluh pagi.” Jawab Chiko dengan senyuman. Setelah itu Chiko berpamitan pada calon ibu mertuanya untuk mengikuti calon ayah mertuanya itu menuju ke masjid. Bening tersenyum bangga. “Kamu sholat sana! Habis itu bantu ibu buat sarapan.” Ucap Bening diangguki oleh Akira. Setelah selesai sholat, gadis itu mengirim chat pada Jelita menanyakan jadwal pasti penerbangan Chiko karena setahunya seharusnya pagi. Jelita langsung menelepon. “Penerbangannya jam tiga pagi mbak, kenapa?” Ucap Jelita menjawab pertanyaan Akira. “Jam tiga? Tapi tadi mas Chiko bilang jam sepuluh pagi.” “Hah? Tadi? Bilang? Jangan bilang kalian—” “Enggak gitu Ta, mas Chiko nginep di rumah orang tua aku sama aku.” Potong Akira kemudian menjelaskan keadaanya. Jelita mengulum senyum senang. Di sampingnya ada seluruh anggota keluarga karena mereka baru selesai sholat berjama’ah. Adrian juga mengulum senyum. Merasa bangga bahwa putranya yang dulu sangat keras kepala itu, bisa luluh dan rela merubah jadwal pentingnya demi melindungi seorang wanita. “Oh gitu, kamungkinan jadwalnya berubah mbak.” Ujar Jelita menanggapi. “Oh gitu yah, aku nggak enak takutnya jadwalnya berantakan gara-gara aku.” “Tenang aja mbak, mas Chiko itu perfeksionisnya sama kayak ayah. Jadi segala yang dia perbuat pasti sudah di perhitungkan dengan matang. Mbak nggak mungkin jadi penyebab kehancurannya justru sebaliknya.” Balas Jelita sambil terkikik pelan. “Syukurlah kalau gitu, udah dulu yah Ta. Maaf ganggu kamu pagi-pagi. “Enggak ganggu kok. Mbak nggak pernah ganggu aku.” “Tapi kamu nggak ada yang luka kan, Ra?” Tiba-tiba terdengar suara Lisa di seberang. “Nggak papa kok Tan, soalnya Akira langsung lari turun ke bawah. Cuma agak sesak napas aja pas turun. Sekarang sudah baik-baik saja.” Balas Akira sopan. “Syukurlah kalau gitu. Istirahat dulu aja kali Ra, nggak usah kerja dulu.” Lisa berucap lembut dengan nada khawatir. “Tidak bisa Tan, hari ini ada rapat penting. Akira tidak bisa nggak hadir.” Jawab Akira membuat Lisa mendesah khawatir. “Nanti kamu mau bolak-balik ke rumah? Kan jauh Ra? Gimana kalau tinggal di apartemen Chiko dulu sementara. Anaknya juga kan di luar kota sampai empat hari ke depan.” “Iya mbak, pindah aja dari tempat itu.” Jelita ikutan khawatir. “Iya Tan, mas Chiko juga menawarkan apartemennya untuk sementara karena jarang di tempati juga katanya. Tapi lihat nanti, Akira mau ngecek unit Akira dulu kalau aman ya Akira akan balik ke apartemen, kalau enggak Akira bilang dulu sama papa dan ibu buat tinggal sementara di apartemen mas Chiko.” Jawaban Akira seketika membuat seluruh anggota saling pandang. Semua orang tahu bahwa apartemen Chiko adalah tempat paling tidak boleh di datangi orang lain. Lisa menawarkannya hanya ingin menguji Chiko tapi rupanya sudah tidak perlu di uji lagi. Chiko bahkan tidak pernah mengijinkan Melani masuk ke dalam. Jika menjemputnya Melani hanya menunggu di lobby saja. Dan fakta bahwa Chiko berbohong dengan mengatakan apartemennya jarang di tempati juga membuat seluruh anggota keluarga yang masih berkumpul di tempat sholat itu saling mengulum senyum geli. “Ya sudah nanti bicarakan baik-baik.” Balas Lisa dan setelah beberapa obrolan lagi, Akira mengakhiri sambungan telepon itu dan beranjak keluar kamar untuk membantu ibunya menyiapkan sarapan. Adik-adiknya juga sudah bangun. “Ada tamu siapa sih mbak yang nginep? Kok Adik tidur di kamar aku?” Tanya Chery, adik Akira yang nomor dua. Yang merupakan fans berat Chiko. Sementara adik bungsu Akira seorang laki-laki dan masih duduk di bangku sekolah dasar namanya Charly. “Nanti juga kamu tahu.” Bening menanggapi sambil mengulum senyum. “Jangan pingsan yah!” Ucap bening lagi. “Apaan sih lebay banget, ngapain pingsan.” Balas Chery bersamaan dengan suara pintu yang terbuka. “Assalamu’alaikum.” Suara papanya dan seorang tamu yang di bicarakan tadi. Chery mematung nyaris pingsan melihat siapa yang ada di depan pintunya. Gadis itu tertawa sendiri sambil mengatai dirinya sendiri bodoh karena merasa matanya sedikit bermasalah dan otaknya berhalusinasi melihat actor favoritnya ada di depan matanya. “Pasti gara-gara semalam kebanyakan streaming video clip ost yang dinyanyikan Chiko makanya aku halu.” Gumam Chery seorang diri, Akira tersenyum geli mendengar gumaman adiknya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD