Alan menghentikan mobilnya. Setelah itu, ia melepaskan sabuk pengamannya. Elena yang duduk di samping kemudi mobil Alan itu, masih nampak memperhatikan area sekitar pemandangan di luar mobil.
"Kita turun sekarang!" pinta Alan.
Elena terhenyak mendengar perintah Alan tersebut. Belum sempat Elena bertanya apapun, Alan sudah langsung saja turun dari mobil, meninggalkan Elena.
Elena pun juga ikut turun dari dalam mobil. Setelah berada di luar, Elena melihat sekitar. Ia berada di halaman rumah Alan. Rumahnya sangat besar dan halamannya luas. Tiba-tiba, dari arah pintu rumah Alan, ada seorang perempuan tengah baya dengan perawakan gemuk, berjalan ke arah mereka.
"Sudah datang, Tuan?" sapa perempuan tengah baya itu.
"Bi, ini Elena. Tolong tunjukkan kamarnya!" ujar Alan pada perempuan tersebut.
Setelah berkata begitu, Alan berjalan menjauhi Elena. Elena yang ada di sana, mengkerutkan keningnya heran setengah kesal. Kenapa Alan bisa meninggalkannya begitu saja?! Bahkan ia tidak mengenalkan perempuan tengah baya ini padanya.
"Siang, Nona?" sapa perempuan tersebut. Membuat Elena menoleh ke arah perempuan itu.
"Eh! Iya, Bi," jawab Elena.
"Panggil saja saya Bi Siti, Non. Saya pembantu di rumah ini, Non. Saya sudah ikut Tuan Alan cukup lama."
"Bi. Panggil saja saya Elena," kata Elena.
"Jangan, Non. Nona Elena kan istri Tuan Alan sekarang."
Mendengar hal itu, Elena jadi menundukkan kepalanya murung. Seharusnya, menjadi istri seorang CEO kaya dan mapan adalah impian Elena sejak dulu. Namun, tidak dengan cara seperti ini. Bi Siti melihat Elena yang diam dan menundukkan kepala itu dengan cemas.
Sesuai permintaan Elena, Alan saat ini sudah menikahinya, namun secara diam-diam. Kebetulan karena Elena sendiri sudah tidak memiliki siapa-siapa, selain ibu tirinya yang tidak begitu mempedulikannya. Elena rasa, ia juga tidak perlu mengatakannya. Sehingga pernikahan mereka terjadi tanpa sepengetahuan keluarga masing-masing.
"Nona," panggil bi Siti, membuyarkan lamunan Elena kembali. "Kalau begitu, akan saya antar ke kamar, Nona," ujar bi Siti yang membuat Elena melihatnya. Elena menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Elena pun berjalan kembali mendekat ke arah mobil Alan. Ia membuka bagasi mobil bagian belakang, mengambil kopernya. Bi Siti pun membantu Elena untuk membawakan barangnya.
Setelah itu, bi Siti menunjukkan jalan masuk ke rumah Alan. Elena mengikutinya. Setelah memasuki pintu utama, Elena melihat bagian dalam rumah Alan yang amat luas dan megah. Membuat Elena tidak berhenti terkesima.
Sembari terus berjalan, Elena melihat Alan yang sedang duduk setengah tiduran di sofa khusus miliknya. Alan sedang menghadap ke jendela membelakanginya. Namun, Elena sempat tahu jika tadi Alan memejamkan kedua matanya. Elena terus memperhatikannya.
"Tuan sedang istirahat seperti biasanya, Nona," ujar bi Siti dengan nada setengah berbisik tiba-tiba. Membuat Elena menoleh ke arah Bi Siti. "Kalau Tuan sedang istirahat, biasanya tidak mau diganggu, Nona," tambah bi Siti lagi.
Setelah itu, bi Siti kembali berjalan menuju kamar Elena. Elena masih menengok ke arah Alan yang tengah memejamkan kedua matanya sembari menatap ke arah jendela yang tembus pemandangan halaman rumahnya. Elena lalu mendengus kesal.
"Dia masih bisa tidur? Enak sekali dia? Dia bahkan tidak terlihat stres atau frustasi setelah pernikahan ini?" gumam Elena dalam hati kesal.
"Padahal biasanya di kantor, dia seenaknya saja memberikan tugas pada karyawan. Sekarang dia juga bisa memerintah orang untuk tidak boleh mengganggunya. Mentang-mentang sebagai tuan rumah!" gerutu Elena masih geram berbicara dalam hati.
Elena pun kembali menoleh ke arah Bi Siti yang melanjutkan langkahnya. Elena segera menyusul untuk mengikutinya. Selama perjalanan, Elena berpikir di mana ia akan ditempatkan di rumah semegah ini?
Jangan harap Elena akan ditempatkan di kamar yang luas. Melihat Alan yang semena-mena seperti itu, mungkin Elena akan diberi kamar pembantu. Bisa saja ia justru satu kamar dengan bi Siti! Pikir Elena.
Bi Siti terhenti di sebuah kamar tidur yang cukup luas. Bi Siti masuk ke dalam. Tentu saja, Elena juga mengikutinya untuk masuk ke dalam kamar tersebut.
"Ini kamar Nona," kata bi Siti pada Elena.
Elena diam dan memperhatikan dalam kamar yang akan menjadi kamarnya itu. Ternyata, ekspektasi Elena salah soal kamar yang kecil untuknya. Kamar yang diberikan Alan, cukup luas. Di dalam kamar Elena, terdapat televisi, lemari es kecil dan bahkan, ada kamar mandi pribadi. Membuat Elena terkagum sejenak.
"Bi Siti, tidak salah, Bi?" tanya Elena memastikan.
"Tuan Alan menyuruh saya untuk membersihkan kamar ini sebelum Nona ke sini," jawab bi Siti. Elena nampak mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Ee ... anu, Non ...,"
Tiba-tiba, bi Siti ingin mengatakan sesuatu pada Elena. Membuat Elena menoleh ke arah bi Siti kembali. Elena melihat, bi Siti nampak ragu-ragu saat ingin mengatakannya.
"Tuan bilang, kalau tuan sedang ada tamu, Nona tidak boleh keluar kamar dulu, sampai tamunya pergi," kata bi Siti nampak tidak yakin ketika mengatakannya.
Elena pun jadi mendengus kesal mendengar pernyataan bi Siti tersebut. Benar juga. Ternyata memang sesuai dugaannya. Mana mungkin Alan bisa bersikap baik padanya? Tentu saja, Alan sudah menyiapkan ini, karena memang ia benar-benar ingin menutup rapat soal pernikahan mereka ini.
"Oohh ... jadi itu tujuannya kamar ini sangat lengkap dengan fasilitasnya ya, Bi? Aku hanya dijadikan tawanan di dalam kamar ini?" tanya Elena terlihat kesal.
"Bukan begitu, Nona! Tuan Alan masih sangat baik pada Non Elena. Tuan bilang, kalau hanya akan ada tamu saja, Nona! Selama rumah tidak ada siapa-siapa, Nona bisa pergi ke manapun yang Nona mau di dalam rumah ini," kata bi Siti kembali. "Lagi pula, rumah ini juga sangat jarang ada tamu, kalau tuan sedang di kantor," tambahnya lagi.
"Tenang saja, Bi. Aku tahu, kok. Lagi pula, tujuanku ke sini untuk bersembunyi. Nanti kalau orang-orang tahu perutku buncit, karena mengandung anaknya, sudah pasti masa depanku akan hancur," ujar Elena.
"Tapi tuan masih sangat baik dan perhatian, Nona. "Kamar ini sudah lama kosong sebelumnya. Tuan menyiapkan kamar ini khusus untuk Nona. Tuan merenovasi dan mencukupi semua kebutuhan Nona di dalam kamar ini," jelas bi Siti.
Elena diam berpikir sejenak. Jadi, karena kamar ini kosong sebelumnya, membuat Alan berpikir menempatkan Elena di dalam kamar ini. Mungkin, orang-orang atau kenalan Alan yang mengunjungi rumah Alan, akan berpikir jika kamar ini tetap kosong dan tidak ada orang. Sehingga, mereka tidak akan curiga jika pintu kamar ini terus tertutup dari luar.
Alan memang selalu bersikap sesuai keinginannya. Selalu egois dan mementingkan dirinya sendiri. Sama seperti ketika Elena dipecat dulu. Elena menghela nafas beratnya.
Katakan saja, Elena menyetujui segala peraturan di dalam rumah ini. Lagi pula, memang tujuannya ke sini untuk menghilang dari semuanya, agar tidak ada yang menemukannya.
Namun, mendadak Elena menjadi sesak. Rumah ini begitu megah dan luas. Siapapun pasti ingin menempatinya. Hanya saja, bagi Elena kenapa terlihat seperti penjara?