Elena keluar dari kamarnya di pagi hari sekitar pukul setengah tujuh. Tepat saat ia keluar, ia melihat Alan yang sedang berdiri menghadap ke jendela melihat pemandangan luar.
Alan memegang cangkir berisi kopi dan salah satu tangan lainnya dimasukkan ke dalam saku celananya. Elena memperhatikan Alan. Alan nampak setengah melamun. Membuat Elena penasaran apa yang dipikirkan Alan?
Tiba-tiba, Elena teringat semua kata-kata bi Siti saat di rumah sakit kemarin. Soal kebaikan Alan pada keluarga bi Siti. Membuat Elena jadi lebih mengenal Alan lebih dekat lagi. Ternyata Alan memang tidak seburuk yang Elena pikirkan.
Elena melihat Alan dengan mengamatinya dalam. Entah kenapa mata Elena tidak bisa lepas dari Alan saat ini? Tiba-tiba saja, jantung Elena jadi berdebar tidak normal. Semakin Elena mengamati, Alan semakin terlihat mempesona.
"Saat melihat dia dari dekat, dia tidak setampan yang aku pikirkan. Dia bahkan tidak terlihat menawan. Hanya saja, berubah menjadi lebih baik. Ternyata, selama ini aku salah paham menilai pak Alan," gumam Elena dalam hati.
Tepat saat itu, Alan berbalik. Tentu saja ia melihat Elena sedang berdiri di ambang pintu kamarnya. Alan menautkan kedua alis melihatnya.
"Elena?" panggil Alan. Elena yang tercenung itu pun terhenyak sesaat. Ia dalam pikiran setengah kalutnya, sadar jika Alan memanggilnya.
"Iya, Pak?"
"Kenapa kamu berdiri di sana?"
"Eeemm ... saya, baru bangun, Pak," jawab Elena dengan ragu-ragu. Elena pun berjalan mendekat ke arah Alan.
"Pak Alan, tumben jam segini sudah bangun? Pak Alan juga tidak melihat tab pak Alan seperti biasanya?" tanya Elena yang sudah berdiri di samping Alan.
"Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku mengkhawatirkan anak bi Siti," jawab Alan. Elena tersenyum terharu merasakan perhatian Alan, meski itu tidak tertuju padanya.
"Ternyata, Pak Alan memiliki sisi lembut juga, ya?" kata Elena yang terselip begitu saja. Alan menoleh ke arah Elena dengan mengernyitkan wajah.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku pikir dulu Pak Alan adalah orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Apa Pak Alan masih ingat saat memberikan surat kontrak perjanjian itu?"
"Tentu saja ingat."
"Apa ... Pak Alan ingin tahu apa yang aku pikirkan waktu itu?"
"Apa?"
"Aku berpikir, Pak Alan adalah orang yang sangat egois dan mementingkan diri sendiri, tanpa mempedulikan perasaan orang lain," kata Elena. Alan justru tersenyum mendengar ungkapan jujur Elena tersebut.
"Saat itu, aku juga sedang berbicara dalam hati. Apa pak Alan ingin tahu apa yang sedang aku bicarakan?"
"Apa?"
"Aku, memanggil pak Alan dengan sebutan 'brengs*k," kata Elena lagi. Alan semakin melebarkan senyumannya.
"Kamu mengatakan padaku dengan jujur seperti ini, apa kamu tidak takut?"
"Sebelum mengenal pak Alan, aku memang merasa takut. Tapi setelah mengenal pak Alan, aku tidak takut lagi."
"Benarkah? Sekarang seberapa kenal kamu denganku?"
"Aku cukup tahu, kalau pak Alan adalah orang baik dan tulus, jadi aku tidak takut lagi," jawab Elena dengan sangat mudah. Alan mengamati Elena saat berkata seperti itu. Elena pun sadar jika Alan memandanginya. Membuat ia jadi salah tingkah.
"Kenapa ... Pak Alan melihatku seperti itu?"
"Aku bisa menerima, soal kejujuranmu. Tapi, aku tidak bisa terima saat kamu mengatakan aku brengs*k di belakangku," kata Alan dengan nada tenang. Alan sebenarnya tidak marah, ia hanya ingin menguji Elena.
"Aku kan tadi hanya ingin bicara jujur saja," kata Elena pelan dengan ragu-ragu.
"Tapi apa kamu pikir aku tidak marah?"
"Aa ... apa Pak Alan marah?"
"Tentu saja!" kata Alan dengan menganggukkan kepala kencang.
Namun, sebenarnya ia hanya menggoda Elena saja. Elena pun nampak takut dan menundukkan kepalanya. Alan tersenyum melihat Elena yang nampak polos dan lugu itu.
"Aku pikir ... kamu harus dihukum," kata Alan dengan memegang dagu dan memutar bola matanya ke atas sedang berpikir. Elena tercekat dan segera mengangkat kepala melihat Alan. Wajahnya mendadak pias.
"Dihukum?!" ulang Elena.
"Apa kamu suka memasak?" tanya Alan lagi. Elena mengkerutkan dahi mendengar pertanyaan Alan.
"Suka. Tapi ... kenapa tiba-tiba Pak Alan bertanya begitu padaku?"
"Karena bi Siti tidak ada. Aku rasa ada yang harus memasak untukku. Jadi, untuk sementara kamu yang harus memasak untukku," ujar Alan.
Elena tercekat mendengar pernyataan Alan. Alan menyuruhnya memasak, seolah-olah bukan untuk menggantikan bi Siti. Tapi lebih menyuruh seperti Elena adalah istri sesungguhnya. Membuat Elena heran dan mengerjap bingung.
"Elena? Kenapa kamu diam? Apa kamu mendengarku?" tanya Alan lagi.
"Pak Alan, yakin mau masakan dariku?"
"Ya! Tentu saja!" jawab Alan mantap. "Kalau tidak ...." Alan terhenti sendiri.
Alan mendekat ke arah Elena dan melayangkan salah satu tangannya ke arah atas Elena. Seperti posisi mau memukul. Elena yang refleks pun langsung memejamkan kedua matanya dan menaikkan kedua bahunya.
Alan melihat Elena yang menutup kedua matanya. Terlihat menggemaskan. Alan tersenyum tipis. Ia kemudian memegang kepala Elena dengan mengusap dan menepuknya lembut.
Elena tentu terkesiap akan sentuhan lembut Alan yang berada di kepalanya saat ini. Elena perlahan membuka kedua matanya. Alan lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Elena. Elena seolah terkena serangan jantung merasakannya.
“Kalau tidak memasak untukku, lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu,” bisik Alan dengan suara lembut.
Setelah itu, Alan berjalan melewati Elena. Elena yang masih mengontrol jantungnya itu, kembali bisa bernafas setelah menahannya saat Alan mendekat tadi. Elena lalu ke arah belakang dan melihat punggung Alan menjauh darinya setengah kebingungan.
Elena melihat Alan yang sudah keluar rumah. Ia masih mengerjap menyadarkan diri. Elena kembali memegang kepalanya, bekas tangan Alan tadi. Setelah sekian detik, Elena barulah bisa tersenyum tersipu.
***
Elena menyiapkan satu hidangan terakhir ke atas meja makannya. Setelah itu, ia menepuk kedua tangannya beberapa kali. Elena memperhatikan meja makan yang penuh dan terlihat nampak puas.
"Selesai juga makan malam untuk pak Alan," kata Elena.
Elena lalu mengambil ponselnya. Ia mengusap layar ponsel, mengusap dan menempelkan ke telinganya. Elena ingin menghubungi Alan.
"Elena? Ada apa?" Sekian detik kemudian, suara Alan berasal dari dalam ponsel.
"Aku sudah memenuhi hukumanku. Aku sudah memasak untuk Pak Alan," jawab Elena.
"Benarkah? Aku akan lihat, seberapa enak masakanmu," jawab Alan.
"Kalau Pak Alan suka, aku akan dapat apa?"
"Aku akan memberikan hadiah untukmu," kata Alan. Elena tersenyum senang mendengarnya.
"Tunggulah. Aku sudah selesai. Aku akan pulang sekarang," tambah Alan lagi.
Alan lalu menjauhkan ponsel dari telinga. Ia melihat layar ponselnya dan mengusap kursor berwarna merah. Setelah itu, Alan mengulas senyumnya. Alan segera membereskan dokumennya. Rasanya ia tidak sabar ingin pulang cepat!
"Pak!" Tiba-tiba, Satria masuk ke dalam ruangan Alan dan memanggilnya.
"Ada apa?"
"Para ketua direksi datang untuk rapat dadakan."
"Apa?!"
"Mereka ingin bertemu dengan pak Alan sekarang."
Wajah Alan yang tadinya senang, mendadak berubah pias. Senyumnya memudar. Jika ketua direksi sampai ingin mengadakan rapat, tentu saja ada masalah. Alan pun segera berdiri dan berjalan keluar ruangan, untuk menemui para direksi tersebut.
Sedangkan di rumah, Elena menunggu kepulangan Alan di dalam kamar. Elena ada di kamar dan tersenyum-senyum sendiri. Ia juga tidak sabar menunggu Alan pulang.
Tidak lama, suara deru mobil terhenti di halaman. Itu pasti mobil Alan yang datang. Elena pun antusias ingin segera menyambutnya. Elena segera turun melonjak dari ranjangnya dan berjalan cepat keluar kamar.
Elena membuka pintu kamarnya. Namun, setelah dibuka, ternyata itu bukan mobil Alan. Elena masih memperhatikan di teras sudah ada seorang perempuan berjalan memasuki rumah.
"Bi Siti! Tolong ambilkan barangku di mobil!" seru perempuan itu sembari berjalan masuk.
Elena masih belum pasti memperhatikannya. Namun, ketika si perempuan sudah berada di dalam dan sinar lampu menerangi wajahnya, Elena kenal siapa dia. Belinda, tunangan Alan yang pernah Elena temui di kantor.
Belinda yang baru masuk pun melihat Elena sedang berdiri di dalam rumah Alan. Belina tentu saja terkejut, kenapa ada seorang perempuan di rumah Alan?! Keduanya sama-sama terkejut dan saling tatap.