Banyak nada yang sering kudengar dari petikan gitarnya. Pada malam dengan temaram lampu dari taman, aku memandanginya.
Kata Mama, dia adalah laki-laki kedua—setelah Papa—yang menciumku setelah aku lahir di dunia. Dia adalah laki-laki kedua—setelah Papa—yang begitu menjagaku, menyayangiku, dan mencintaiku, lebih dari Kak Oliver, kakak kandungku.
Lewat setiap surat yang kutulis setiap tahunnya, aku sadar, bahwa perasaanku kepadanya semakin bertambah. Lalu tinggal menunggu enam surat lagi yang akan mengantarkanku pada janjinya ketika kecil, menikahiku.
Lalu yang terlewati adalah, tiga surat yang lalu, tak sampai padanya. Surat itu ada di laci mejaku. Tak kuberi padanya.
Mengapa?
Karena kini, ia membenciku dengan segenap hati dan jiwanya. Membenciku hingga ke akar-akarnya. Dan aku adalah manusia terakhir yang ingin di temuinya.
Hal itu terjadi karna keslahanku. Karena aku, ia kehilangan cintanya. Baginya, aku hanyalah teman kecil yang mengganggunya saat ia mengenal gadis di luar sana. Yang kutahu, ia melupakan janji kecilnya yang kutunggu hingga kini.
Enam tahun nanti, aku akan tetap menikah, setidaklah itulah yang kuharapkan.
Dengan atau tanpa dirinya.
Meski kutahu, hatiku sudah mati untuk cinta lainnya.
Selamat datang dalam kisahku yang menyedihkan.
OLIVIA