Tumbal Pengganti

1329 Words
Pukul 20.10 WIB. Terdengar suara ketukan yang cukup emosional di depan pintu kamar. Siapa yang datang malam-malam begini? Apakah pelayan hotel? Tanya Maya di dalam hati sambil memperhatikan jam dinding yang terpanjang di tengah-tengah kamar mewah ini. Hanya satu pikiran yang terlintas di dalam otaknya saat ini selain petugas hotel, yaitu laki-laki di luar sana yang berniat masuk ke dalam kamar ini adalah suaminya. Sebenarnya ia bisa saja langsung masuk ke dalam kamar karena memang kuncinya ada bersama laki-laki tersebut. Tapi dia memberikan Maya isyarat bahwa dia ingin masuk ke dalam kamar ini dan mungkin dia harus melakukan ritual seorang suami terhadap istrinya. Perasaan Maya bercampur aduk saat ini, ada rasa sedih, kecewa, merana, dan juga takut. Tapi Maya harus melewati malam ini dengan baik. Maya adalah miliknya dan ia tidak boleh berdosa besar di hari pertamanya menjadi seorang istri. "Heeemh," keluh Maya dengan suara yang sangat pelan. Ada satu hal yang Maya ingat tentang dirinya yaitu ia mengatakan pada Maya lewat kertas putih dan berkata bahwa, ia tidak ingin melihat wajah Maya dan Maya juga tidak perlu melihat dirinya. Lalu bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Tanya Maya di dalam hatinya yang semakin bingung. Maya segera melepaskan mukenah yang ia kenakan, lalu Maya duduk di atas ranjang sambil menghadap ke arah tembok kamar seakan di sana ada tayangan film bernuansa cinta yang sangat indah. Azam, seandainya itu kamu, mungkin saat ini aku adalah wanita yang paling berbahagia. Ucap Maya tanpa suara. Tapak kaki berat mulai terdengar di telinga Maua, semakin lama semakin dekat dan Maya semakin menciut. Nyali Maya yang selama ini besar, tiba-tiba hilang, seakan saat ini bukan dirinya yang sebenarnya. Ya Tuhan, kenapa yang ada adalah ketakutan dan hal lainnya yang tidak aku pahami? Tanya Maya pada dirinya sendiri, sekali lagi. Apakah ini layak dikatakan sebagai pernikahan? Maya mulai mengeluh dihari pertamanya. Suara tapak kaki itu berhenti, tanpa menoleh ke arah laki-laki tersebut, Maya tetap duduk terpaku seperti seorang penjahat yang sedang di hakimi dengan ribuan tatapan mata tajam. Kemudian, tanpa Maya duga, secarik kertas putih kembali terlihat dari sudut kanan wajahnya. Laki-laki itu menyodorkan kertas putih dengan tulisan singkat sekali lagi. Sangat misterius, tapi Maya tahu bahwa itu adalah tulisan tangan laki-laki yang sama dan Maya semakin yakin bahwa ia adalah suaminya. Maaf, aku harus melakukannya (Tugas seorang suami pada istrinya), walaupun sebenarnya aku sama sekali tidak ingin melakukannya. Tapi janjiku pada Mama harus aku tunaikan. Tolong rebahkan tubuhmu dalam posisi terungkup dan mungkin ini akan sangat sakit, jika kamu masih suci. Satu lagi, tidak perlu menanggalkan pakaianmu! Aku membaca tulisan dari laki-laki misterius tersebut di dalam hati. Ada rasa sakit yang luar biasa di dalam hati Maya. Kenapa ia harus diperlakukan seperti ini? Ya Tuhan, jika memang ini adalah harga yang pantas untuk kesehatan ibu Asih dan juga kesejahteraan Panti Asuhan dimana ia dibesarkan dan dirawat, maka ia ikhlas menjalani kehidupan seperti ini. Maya memalingkan wajah dan tubuhku ke kiri, ia sama sekali tidak memperlihatkan kecantikannya kepada sang suami. Tak lama, ia menurunkan pakaian bawah dan ia hanya terdiam tanpa memikirkan ataupun melakukan hal yang lainnya. Hingga detik ini, sama sekali tidak terdengar suara apapun dari mulut laki-laki misterius tersebut. Sekitar 10 menit ia membiarkan Maya dalam keadaan seperti ini, laki-laki misterius itu langsung merenggangkan kaki Maya dan melakukan tugasnya sebagai seorang suami. Sakit, hanya satu kata itu yang dapat mewakili perasaan dan rasa pada kewanitaan Maya. Maya menahan raungan dari mulutnya dengan menyumpalkan ujung bantal ke dalam mulut. Air matanya menetes, bantal ini adalah satu-satunya saksi kesakitan dan kepedihan yang Maya alami di malam pertamanya. Tidak ada sapa'an, tidak ada rayuan, tidak ada godaan, tidak ada kasih sayang, tidak ada cinta, yang ada hanya keterpaksaan. Beberapa menit berlalu, saat ia sudah melepaskan cairan itu di dalam tubuh Maya, ia merenggangkan tubuhnya dari Maya dan kembali meninggalkan gadis tersebut dalam tangisan. Maya kembali menenangkan jiwa dan tubuhnya. Ia berusaha untuk duduk dan berdiri guna membersihkan diri. "Sakit ... ." keluh Maya dengan mata yang basah dan hidung yang perih. Maya berjalan menuju kamar mandi di bantu dinding yang ia gunakan sebagai tempat tangan kirinya bersandar. Maya ingin mengeluh kepada Tuhan yang pastinya sudah tahu tentang kesakitan dan kegelisahannya. Semoga saja, penderitaan seperti ini tidak berlangsung lama ya Tuhan atau ambil saja nyawaku. Aku rasa itu lebih baik. Ujar Maya tanpa suara sembari menyeka air matanya. Sementara di sisi lainnya, laki-laki misterius tersebut kembali meninggalkan hotel bintang 5 tersebut, ke arah rumahnya. Dengan mengunakan ojek online, ia berharap segera tiba di rumah sekedar ingin tahu alasan semua pernikahan paksa yang ia lakukan ini. "Mama!" teriaknya untuk pertama kali karena selama ini, ia tidak pernah melakukan hal tersebut. "Kamu sudah pulang, Nak? Ayo beristirahat di kamarmu, Sayang!" "Ma, aku sudah menjalankan apa yang Mama inginkan. Aku sudah melakukan perintah Mama dan sekarang tinggal Mama yang menjelaskan semuanya kepadaku! Jangan lagi ada rahasia diantara kita, Ma!" pintanya setengah membentak. "Baiklah. Tapi sebelumnya, ayo istirahat di kamarmu!" Laki-laki misterius tersebut berjalan lambat menuju kamarnya dan ia sangat merasa tidak tenang. Entah mengapa hatinya sangat gelisah, mungkin ia tengah merasa bersalah pada istrinya. "Sekarang istirahat ya, Sayang. Besok Mama akan menceritakan segalanya," ucap Mama sambil menggerakkan kakinya meninggalkan laki-laki tersebut, tapi tangan sang Mama ditahan dengan kuat. "Jangan lagi mempermainkan aku, Ma! Jawab semua pertanyaan dariku, sekarang juga!" Sang Mama tertunduk dan terlihat tengah memikirkan ungkapan yang tepat disampaikan kepada anaknya. "Ma ... ." "Semua ini Papa dan Mama lakukan demi kebaikan kamu, Nak. Sebenarnya semua ini bukan keinginan kami, kami juga hidup selama ini dengan cara bertahan. Selain itu, semenjak kamu hadir di dalam kehidupan kami, bagi kami, dirimu adalah segala-galanya." "Aku tidak mengerti, Ma." "Dulu Mama sempat sangat marah, kecewa, bahkan hampir bunuh diri karena mengetahui Papamu menikah dengan Sonia, istri pertama Papamu. Padahal yang Mama tau, Papamu sangat mencintai Mama." "Lalu?" "Seminggu setelah pernikahan itu, tepatnya setelah Sonia meninggal dunia. Mama baru diberitahukan alasan sebenarnya dan alasan itu juga berlaku untukmu." "Tolong jelaskan hingga tuntas, Ma!" "Kakekmu, memiliki piara'an gaib yang sangat mengerikan. Memang pada awalnya, makhluk itu bersifat melindungi dan sangat membantu di setiap usaha. Tapi semua itu tidak gratis, nyawa adalah taruhannya. Tepat dimalam weton dari anak pemilik parewangan itu , (saat sudah menikah) nyawanya akan diambil sebagai tumbal kejayaan dan kekayaan." "Malam ini, adalah malam weton ku kan, Ma?" Lalu sang Mama mengganggukkan kepalanya perlahan dengan wajah penuh sesal. "Satu-satunya yang dapat menyelamatkan nyawamu hanyalah istrimu." "Maksud Mama? " "Tukar tumbal. Dengan syarat, weton nya sama dengan weton mu dan ia merupakan gadis perawan." "Astagfirullah hal azim ... ." "Makanya saat kamu mengatakan bahwa kamu sudah memiliki gadis yang sangat kamu mencintai, Papa dan Mama semakin bersemangat untuk menjadikan dia sebagai pengantin mu. Tepatnya bukan sebagai istri, melainkan sebagai pengganti tumbal atas dirimu." "Ya Allah Mama ... itu adalah perbuatan yang keji." "Mama dan Papa tidak punya pilihan," sahut Sang Papa dari luar. "Kamu adalah anak semata wayang di keluarga ini. Jadi kami tidak punya pilihan." "Aku tidak percaya dengan semua ini. Jangan-jangan saat ini ... ." "Sebaiknya kamu tetap disini!!" "Tidak, Pa. Dia adalah istriku dan dia adalah makhluk Allah. Satu-satunya yang berhak memutuskan kehidupan dan kematian manusia adalah Allah. Bukan Papa, Mama, atau makhluk manapun." "Jangan melawan, Papa!!" "Aku akan menolongnya. Aku yakin dia adalah gadis yang baik." Laki-laki misterius tersebut beranjak keluar dari kamarnya dan berniat untuk menyelamatkan istri yang sebelumnya tidak ia ketahui. Tapi pada saat ia melangkah lebih jauh, dari belakang, pundaknya dipukul oleh papanya dan ia pingsan seketika. "Pa, apa yang Papa lakukan?" tanya sang mama sambil memeluk tubuh anak laki-laki kesayangannya tersebut. "Papa tidak ada pilihan, dia terlalu baik sebagai manusia. Makanya Papa bilang, jangan biarkan ia belajar mengaji dan berkumpul dengan anak-anak pondok pesantren itu. Hatinya jadi lemah dan bodoh. Biarkan saja dia tidak sadarkan diri hingga pagi agar ritual ini berjalan dengan lancar!" Bersambung. Bagaimanakah nasib Maya selanjutnya? Baca terus ya dan jangan lupa tinggalkan komentar, tab love dan follow authornya. Makasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD