bc

Lentera

book_age12+
40
FOLLOW
1K
READ
time-travel
warrior
drama
straight
expert
male lead
realistic earth
school
like
intro-logo
Blurb

Innovel Writing Contest - The Next BIG Name

“Ceraikan saja aku, kamu hanya bisa membuat hidupku menderita!”

Menjadi seorang guru sekaligus kepala rumah tangga, memiliki dua tanggung jawab yang besar. Begitupun yang dirasakan Fadli. Seorang guru honorer dengan gaji pas-pasan. Istrinya yang selalu ingin barang-barang mewah membuat Fadli harus rela banting tulang.

Menjadi seorang guru adalah panutan. Namun Fadli gagal untuk menjadi panutan bagi kedua anak laki-lakinya. Salah pergaulan menjadikan kedua anak laki-lakinya hidup dalam kegelapan.

Keyakinan dan kegigihan Fadli menjadi dasar untuknya dalam menyebarkan kebaikan. Walaupun Tuhan memberikan cobaan yang sangat besar dalam hidupnya.

Akankah Fadli bisa mempertahankan rumah tangganya? Dan bisakah Fadli menjadi lentera bagi kehidupan anak-anaknya yang kelam?

chap-preview
Free preview
Part 1 - Dikejar Hutang
Suara ketukan pintu dengan sangat keras, membangunkan seisi rumah yang masih terlelap dengan hiasan mimpi. Semakin lama suara itu semakin jelas di telinga. Membuat Fadli yang berusaha untuk membangunkan tubuhnya lebih awal daripada istrinya yang malah menutup wajahnya dengan bantal. Fadli membasuh mukanya. Lalu menuju ke ruang tamu untuk membuka pintu. Dilihatnya dua orang laki-laki kekar dengan wajah bringas menatap tajam ke arahnya. Fadli pun merasa penasaran dengan kedatangan dua lelaki yang tak pernah dilihat sebelumnya. “Maaf, mencari siapa?” tanya pak Fadli. “Mana istrimu?” bentak salah satu lelaki dengan rompi hitam. “Istri saya masih istirahat, Mas. Lagian ini masih pagi, kenapa mas-mas ini bertamu pagi-pagi buta?” “Perlu kamu tahu, kami selalu datang kemari di siang hari, tapi istrimu selalu melarikan diri.” “Sebenarnya ada apa Mas mencari istri saya?” “Dia punya hutang lima juta di bos kami dan belum dibayar sama sekali.” Mendengar jawaban dari salah satu lelaki itu membuat jantung pak Fadli terasa copot. Kabar itu membuatnya seakan tak bisa percaya dengan mudah. Istrinya yang amat dicintai, dipercaya dan bahkan selalu dimengerti, kini telah menyembunyikan satu hal darinya. “Bilang ke istrimu, besok siang jam satu, kami akan datang lagi dan meminta dia untuk membayar hutangnya, jika tidak kamu sebagai suaminya yang harus bertanggung jawab.” Ayam berkokok seolah menjadi saksi tentang sebuah kabar buruk yang kini didengar di jendela pagi. Pak Fadli hanya bisa diam dengan menggembala pikirannya. Wajahnya seketika tertekuk, memikirkan jumlah rupiah yang baginya sangatlah banyak. Tak ada setengah dari gajinya, bahkan seperempat pun tak sampai. Pak Fadli hanya bisa gigit jari. *** Riyanti bangun dari tidurnya. Menuju ke dapur sebagai rutinitas yang harus dijalankan oeleh ibu rumah tangga seperti dirinya. fadli menatap istrinya dengan penuh kasih. Tak tega bila harus bertanya untuk sekarang. Namun tak ada pilihan lain, pesan itu harus cepat disampaikan olehnya. “Bu, boleh Bapak memberitahukanmu sesuatu?” “Iya, Pak. Ada apa?” “Tadi pagi-pagi betul ada dua orang kemari.” “Siapa?” “Orang penagih hutang, Bu.” Tiba-tiba Riyanti tak menyahut kata-kata suaminya. Mengernyitkan dahi dengan tatapan nanar. Seolah dia tak berani menatap pak Fadli. Diamnya membuat Riyanti berpikir untuk berkelit. “Untuk apa ibu berhutang sebanyak itu?” Pertanyaan pak Fadli kembali terdengar. Namun Riyanti tetap saja mengunci mulutnya. Dia tak tahu bagaimana harus menjelaskan apa yang sebenarnya dia rasakan. Selama ini Riyanti seperti tak punya beban. Di depan suaminya dia tak pernah mengeluh. Namun kali ini sepertinya Riyanti berbeda. “Bu, tolong jawab. Apa yang Ibu sembunyikan dari Bapak?” Riyanti membuang muka. Dia masih tetap dengan diamnya. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. Tak ada sebuah penjelasan. Bahkan Riyanti melangkahkan kaki ke warung sebelah, dia pamit untuk membeli telur. Agar tak kesiangan membuat sarapan untuk anak-anak. Fadli menarik napas panjang. Menelan ludah dengan pikiran berkelana tanpa terjeda. Hatinya teriris. Meski begitu dia berusaha setenang mungkin. Tak akan ada masalah tanpa jalan keluar, Fadli meyakininya. *** “Bu, telur setengah kilo, ya.” Ucap Riyanti pada pemilik warung. “Maaf, telurnya habis, Bu Riyanti.” Riyanti merasa aneh. Dengan jelas dia melihat telur berjejer di wadahnya. Namun pemilik warung mengatakan bahwa tak ada telur untuk dijual. Riyanti melangkahkan kakinya masuk ke dalam warung untuk memastikan. Dan ternyata apa yang dilihat itu tak salah. Masih banyak telur tersedia. “Bu, itu telurnya masih banyak,” cetus Riyanti. “Maaf Bu, itu sudah pesanan orang.” Riyanti bergidik. Rasanya tak mungkin orang membeli telur sebanyak itu. Dia masih berdiri diam dengan beradu pikiran. Tiba-tiba saja bu Lastri yang juga berbelanja tak tinggal diam. “Bu Yanti, kalau mau beli apa-apa itu bawa uang, jangan cuma ngutang, ” celetuk bu Lastri. “Maksud Bu Lastri apa bicara begitu?” “Kalau setiap hari ngutang mana mungkin pemilik warung kasih, memangnya jualan gak butuh modal?” “Meskipun ngutang tapi saya bayar kok, kenapa Ibu yang sewot.” “Begini ya bu Yanti. Kita Ibu-ibu di sini sudah malas dengan gaya bu Yanti. Belanja ngutang tapi sok-sok punya barang branded, ngaca Bu.” Yanti terdiam. Beberapa ibu-ibu yang berbelanja di warung itu pun menatapnya dengan tatapan garang. “Betul itu, kasihan kan pemilik warung kalau dihutang terus,” sahut bu Budi. “Lagian bergaya itu juga harus sesuai isi dompet, Bu.” Jelas bu Tika. “Jangan Cuma terpandang jadi istri guru terus bisa seenaknya ngutang sana-sini.” “Benar itu,” sahut beberapa ibu-ibu. Riyanti tak bisa berdiri lama. Hatinya hancur seperti telah dilempar batu yang besar. Kakinya tak mudah untuk melangkah. Seluruh tubuhnya terasa sangat kaku. Namun hinaan yang diterimanya membuat Riyanti harus segera pergi. Dia pun lari, tak bisa dengan mudah mengkondisikan hatinya sendiri. *** “Pak, Wafa belum bayar uang sekolah bulan ini,” kata salah satu anak Fadli. “Wafi juga, sudah ditanya sama guru kelas, Pak. Wafi malah dua bulan belum bayar.” Wafa dan Wafi adalah anak laki-laki Fadli yang memiliki kemiripan wajah. Mereka terlahir kembar. Kini duduk di bangku SMA. Mendengar pernyataan kedua anaknya membuat pak Fadli merasa heran. Dia merasa sudah memberikan semua uangnya kepada sang istri. Biasanya istri yang selalu memberikan uang sekolah kepada anak-anaknya. “Iya, nanti kalau sudah ada uangnya, Bapak kasih ya.” Riyanti masuk ke dalam rumah dengan banjir air mata. membuat pak Fadli dan kedua anaknya saling menatap. Riyanti membanting pintu kamarnya. Pak Fadli berusaha untuk masuk. Namun ternyata pintunya terkunci dari dalam. Mengetuk terus tanpa henti. Namun Riyanti tetap saja tak bergeming. Membiarkan suaminya terus saja beradu dengan pintu kamar. Riyanti merebahkan tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa ratap dalam benaknya. Air matanya tak henti, menyeruak dalam rasa yang tak bisa dikendalikan. “Pak, Ibu gak masak hari ini?” tanya Wafi. Pak Fadli tak bisa menjawab. Dia begregas ke dapur. Melihat apa yang bisa untuk dimasak. Namun saat akan menanak nasi, tak ada beras tersisa. Membuka kulkas tak ada sisa sayur atau pun bakal makanan yang bisa dimasak. “Kita berangkat saja, Pak. Takut telat, percuma juga menunggu makanan.” Jelas Wafa. Kedua anak laki-lakinya itu pun berpamitan. Mengecup punggung tangan pak Fadli. Tak lama sepeda motor membawa keduanya menghilang dari pandangan sang Bapak. Pak Fadli pun akan berangkat ke sekolah untuk menunaikan kewajibannya. Mengajar di sebuah Sekolah Dasar.  Saat kakinya akan melangkah melewati pintu rumah, tiba-tiba saja seorang perempuan yang sangat dikenalnya berada di depan pintu gerbang rumahnya. Berhias senyum lebar merekah. Pak Fadli terdiam dengan tetap berdiri menatap wanita itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.6K
bc

Breaking the Headline

read
23.3K
bc

Aku Pewaris Keluarga Hartawan

read
146.2K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.2K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
29.7K
bc

KEMBALINYA RATU MAFIA

read
11.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook