PeTe1: Met
Maria berlari-lari kecil mnyusuri trotoar di sepanjang jalan utama kota ini. Matanya awas memandang ke segala arah. Dilihatnya segala kemungkinan tempat di mana ia meninggalkan dompet dan ponselnya. Matanya terus menyisir segala arah. Sesekali dia berhenti di beberapa tempat yang sempat ia singgahi. Hampir semua dan Maria belum menemukannya.
Maria terduduk di bawah pohon rindang di ujung jalan protokol. Dia masih mencoba mengingat tempat yang sempat ia singgahi namun belum di datangi lagi untuk di periksa keberadaan ponsel dan dompetnya.
Maria menyeka keringat, saat itulah ia mengingat satu tempat. Kursi panjang tempat dia melihat Zaki, ah mengintip maksudnya. Setengah berlari dia mendatangi kursi di pinggir taman itu sembari berharap tak seorangpun menyadadari keberadaan dompet dan ponselnya.
Seorang laki-laki berkemeja merah muda duduk di sana. Memainkan ponsel milik Maria. Berlari makin kencang, lalu dengan sigap Maria merebut ponsel itu dari laki-laki berkemeja merah muda itu. Terkejut. Tentu saja. Tangannya yang sedang mengotak atik ponsel itu sempat tersentak dan membentur pegangan kursi taman yang terbuat dari besi.
¬“Maaf, i-ini ponsel saya” Samar Maria saat melihat laki-laki itu tengah bersiap untuk berteriak marah.
“Makasih, kek. Main rebut saja. Nih, lebam tanganku terbentur kursi.” Bola mata laki-laki berkemeja merah muda itu masih melotot pertanda ada emosi negatif yang siap untuk dimuntahkan.
“I-iya, ma-af. Sa-ya su-dah ber-la-ri ke-sana ke-sini cari ini.” Masih dengan terengah, Maria mencoba mencari pemakluman.
“Ya, tapi nggak gitu juga kan. Lagian salah siapa ninggalin benda penting sembarangan. Untung saya yang nemu, kan? Coba kalu orang lain. Hilang pasti.” Cecar pria itu.
“nih” sambungnya sambil menyodorkan dompet biru buluk miliki Maria. Ya, memang sangat buluk.
“terima kasih, maaf untuk lebamnya” mari masih berusaha untuk menahan diri tak menangis.
“periksa, dulu. Takut ada yang hilang.” Perintah laki-laki itu. Maria segera membuka beberpa kartu identitasnya.
“ada, lengkap!” seru Maria dengan senyum yang mulai merekah. “nggak di periksa uangnya. Saya gak ambil sepeserpun”. Maria melambaikan tangannya menandakan bahwa ia tak butuh memeriksanya.
“emang nggak ada sepeserpun, kok. Harta berhargaku hanya KTP dan SIM serta ATM kosong ini saja, kok”. Sahut Maria disertai cengiran. Sedang laki-laki itu, ia hanya menatap maria dengan pandangan heran.
“terima kasih, sekali lagi” kata Maria sambil berlalu pergi. Beberapa langkah kemudian Maria berhenti dan menengok ke arah pria berkemeja merah muda itu sembari berkata “maaf, tidak bisa memberi kompensasi atau ucapan terima kasih. Saya hanya berdoa, semoga mas selalu sukses dan bahagia. Jangan sedih, Tuhan tahu mana yang lebih baik buat kita. Sampai jumpa.” Senyum Maria merkah, berjalan matap dan ringan menjauhi pria berkemeja merah muda itu. Sedangkan pria itu hanya terperangah dan membatin,
‘bagaiman dia tahu aku sedang mengutuk ketidak adilan?’