P3-Keseharian Tiara

2072 Words
Bak zombie yang keluar dari serial train to busan, Tiara keluar dari ruangan Pak Pandu seakan tanpa nyawa dan semangat hidup. Tampilannya memang sudah mirip seperti zombie, sampai di depan ruangan, tiba-tiba saja Tiara mencak-mencak tak karuan, bukan cuma itu saja, dia bahkan mengacak-acak rambutnya dengan frustasi sekaligus memekik tertahan. Cewek itu mencoba melampiaskan seluruh kekesalannya. Pak Pandu terus saja menekan dirinya untuk lebih berani mendekati Daniel, guru laki-laki itu juga bilang waktu pendaftaran akan ditutup sebentar lagi. Hei! Kehidupan Tiara bukan hanya soal membujuk Daniel, dia tidak bisa di tekan-tekan seperti ini. Tiara terduduk di anak tangga, menatap hampa lapangan basket yang kosong mlompong. Sepagi ini cewek itu sudah dibuat badmood, Tiara menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan. Frustasi. “Cantik-cantik stress" Tuhan, ambil nyawa Tiara sekarang juga! Cewek itu mendongak, menatap Daniel yang terkekeh-kekeh menyebalkan didepannya dengan tajam. Ingin sekali Tiara menampol bolak balik wajah tampan bak anime hidup itu, tatapan tajam Tiara terus berlanjut hingga tawa Daniel mereda, setelah itu barulah Tiara berubah memasang wajah se memelas mungkin. Dia berharap, sekali saja Daniel mau mengerti kondisinya. Atau lebih tepatnya, mengasihani dirinya. "Daniel, plis bantu gue!" kata Tiara sembari menyatukan kedua telapak tangannya. "Bantu apaan sih, Ti? Sampe segitunya lo mohon-mohon ke gue." jawab Daniel kelewat santai, dia menarik sudut bibirnya, licik. Cowok itu memasukan kedua tangannya di saku celana, meski hanya seperti itu, damage nya minta ampun. "Lo udah lihat pengumuman tentang Olimpiade itu kan?" "Udah, gue nggak sengaja baca di mading tadi, kenapa? Lo mau gue ikut?" Daniel baru saja sampai di sekolah, terlambat tak jadi masalah, buktinya sekarang dia sudah berada di area sekolah kan? Nanti kalau di tanya tinggal saja terlambat karena mampir ke toilet terlebih dahulu. Saat berjalan tak sengaja netranya menangkap selembaran yang terlalu mencolok terpasang di mading sekolah, iseng Daniel membacanya. “Oh, Olimpiade lagi” hanya itu. Melanjutkan langkah hendak menuju ke kelas, tapi harus terhenti saat menatap cewek yang tengah frustasi di anak tangga, Daniel tau betul siapa cewek itu, dengan semangat dia menghampiri dan disinilah Daniel berada sekarang. Seketika wajah Tiara berubah jadi lebih bersemangat, cewek itu spontan berdiri membuat Daniel melangkah mundur karena kaget. Hampir saja dia berguling-guling di anak tangga kalau tidak sigap menyeimbangkan tubuhnya kembali. "Iya!" seru Tiara dengan energi 100%. Dia sampai lupa kalau yang ada di depannya ini adalah seorang titisan setan. "Emm, gimana ya, Ti. Gue bodoh, dan nggak tertarik sama yang begituan." "Ah sial! lo merendah untuk ditempeleng emang!" Dia kembali terduduk di tangga, Tiara sudah mendapatkan izin bolos jam pelajaran pagi ini karena panggilan Pak Pandu, sementara Daniel? Ah, dia punya free pass keluar masuk kelas. Cowok itu duduk disebelah Tiara tanpa rasa bersalah sama sekali. Melihat wajah kusut Tiara, Daniel tergerak untuk menyelipkan anak rambut yang berantakan, tapi Tiara keburu menepis tangan penuh otot tersebut. "Gak usah pegang-pegang, najis!" "Astagfirullah, Ti. Galak banget sih, lagi PMS ya lo?" "PMS mbahmu!" Daniel tergelak, entah kenapa dia semakin suka berdebat dengan Tiara. "Lo lagi banyak masalah apa gimana sih, Ti?" Ingin sekali Tiara mencakar wajah tampan cowok yang tengah duduk disebelahnya itu. “Masalah gue itu ya elo, Daniel!” kini Tiara sudah habis kesabaran. Dengan brutal dia memukul-mukul bahu Daniel untuk melampiaskan kekesalannya, sementara sang empu hanya diam sembari terus tergelak. Capek, akhirnya Tiara berhenti sendiri. "Niel, please dong. Lo bantuin gue, ikut Olimpiade itu, ya, ya??" “Ogah” jawab Daniel spontan, dia memang tidak hobi mengikuti hal seperti itu. Sebelumnya, Daniel juga sudah sering dibujuk seperti ini, tapi tidak ada yang mempan, ujung-ujungnya mereka cari kandidat lain. “Cari yang lain aja deh, Ti. Jangan gue” Cewek itu kembali menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan, Daniel hanya diam menunggu Tiara menanggapi ucapannya. “Gue mau nya juga gitu, tapi Pak Pandu nyuruh gue ngerayu lo buat ikut Olimpiade. Stres gue lama-lama.” curcol Tiara tanpa sadar. Deheman Daniel membuat Tiara menoleh, cowok itu tersenyum cerah. “Kalo gitu, lo rayu gue. Kalo lo berhasil gue bakalan ikut tuh olimpiade” “Niel!” “Ayolah, Ti. Ngerayu gue mudah kok, lo senyum dikit aja udah bikin gue deg-degan” Spontan cewek itu mengumpat dalam hati sebari menggeram, sekarang siapa yang tengah merayu siapa. Dasar menyebalkan! baru saja Tiara hendak menjawab, suara seseorang membuat keduanya menoleh, Lucas berdiri disana dengan senyum mengembang. “Gue duluan” Tanpa menunggu persetujuan dari Daniel, Tiara sudah menderap pergi dari tempat itu. Sementara Daniel hanya mengembangkan senyumnya lagi dan lagi. Lucas menatap Daniel dengan penuh tanda tanya, tak lama dia mengalihkan tatapan berganti menatap punggung Tiara yang mulai menjauh. “Approach lagi?” “Hm, berani taruhan kalau sebentar lagi gue bakalan bisa dapetin Tiara.” “Bangke lo!” Keduanya tertawa, lantas memilih beranjak menuju kelas. (^_^)(^_^) Mood buruk, perut lapar, dan suasana kantin yang begitu ramai plus berisik adalah kombinasi yang sempurna untuk membangkitkan jiwa bar-bar Tiara. Pada dasarnya cewek itu tidak suka keramaian, biasanya dia akan menghabiskan makan siang nya di kelas, setelah itu memilih untuk larut dalam dunia nya di perpustakaan. Tapi hari ini Bunda Intan bangun kesiangan, akibatnya Tiara tidak membawa bekal plus tidak sarapan. Sepanjang pelajaran cewek itu tidak konsen sama sekali, sekarang giliran dia mau makan keadaan kantin yang ramai malah membuatnya semakin panas. “Bisa nggak ketawa nya jangan keras-keras?! gue mau makan nggak nafsu denger ketawa kalian!” Segerombolan cewek yang duduk di sebelah bangku Tiara menoleh dengan pandangan tak suka, salah satu dari mereka berdiri dan menghampiri Tiara. “Please ya, Ti. Gue tau lo wakil ketua Osis” kata cewek itu sembari menunjuk Tiara, “Tapi nggak seenaknya juga! lo tau ini kantin, bebas mau ngomong pelan atau keras. Kalo lo nggak suka, ya nggak usah makan disini. Wajar dong kalau kantin itu rame.” Tiara menatap tajam kearah Shindy yang barusan berbicara panjang lebar, cewek itu melangkah maju memangkas jarak keduanya. Tiara melipat tangan di depan d**a, dia tak takut dengan siapapun. “Lo lihat, meskipun ini kantin nggak ada yang ketawa nya sekeras elo dan temen-temen lo. Mereka diem karena mereka malas buat cari masalah sama geng lo!” “Apanih rame-rame” Kedua cewek itu menoleh dan mendapati Daniel serta Lucas yang berjalan ke arah mereka. Tiara menurunkan lipatan tangannya, dia menatap kedua cowok yang barusan datang dengan datar. Malas, Tiara terlalu malas untuk drama seperti ini. “By, itu tuh. Si wakil ketua osis yang sok banget, masa di kantin kita nggak boleh rame sih” adu Shindy pada Daniel. Cewek itu juga memanggil Daniel dengan sebutan ‘Baby’ sudah dipastikan kalau Shindy adalah pacar Daniel. Entah yang keberapa itu. “Yaudah kali, kalo di kantin nggak boleh rame, elo sama temen-temen lo ntar di kelas aja ramenya. Gimana?” Sialan! Daniel memang selalu bisa membalikan semua ucapan Tiara, cewek berambut coklat tergerai itu menatap tajam ke arah Daniel yang langsung mengeluarkan smirk nya. Lantas tanpa berkata-kata lagi Tiara berjalan pergi begitu saja, dengan menabrak bahu Daniel tentunya. Lucas menatap Tiara yang berjalan menjauh, lantas menaikan bahunya tak acuh. Sementara Shindy yang merasa menang dari Tiara kini tersenyum puas sembari bergelayut manja di lengan Daniel. Akhirnya kedua cowok itu bergabung di meja Shindy dan teman-temannya. Lucas? dia sudah terbiasa dengan kelakukan Daniel, sekarang dengan Shindy, pasti besok dia dengan yang lainnya. Tunggu saja. Sementara di kelas yang sepi, Tiara menjatuhkan p****t disalah satu kursi, cewek itu menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan. Entahlah, sedari kemarin mood Tiara benar-benar rusak, apalagi ditambah dengan Daniel yang sekarang lebih sering ikut campur dalam urusannya. Ketukan meja terdengar membuat Tiara mendongak dan mendapati Bima yang berdiri di depannya. Cowok itu meletakan kantong kresek berisi makanan di depan Tiara. “Nih, gue bawain lo bubur” katanya, Bima tadi juga berada di kantin, jadi kebetulan dia tau kejadian dimana Tiara dinistain oleh Daniel beserta pacarnya. “Kok bubur, kan makan siang, Bim?” Bima menggaruk tengkuknya, salah tingkah. “Ya soalnya cuma kedai bubur yang nggak rame, biar cepet aja gitu. Gue tau lo laper, tadi Bunda Intan minta tolong gue buat ngawasin lo. Siapa tau maag lo kumat lagi kan” Tiara tersenyum, ucapan Bima yang perhatian membuatnya sedikit lega. Tangan cowok berkacamata itu mengelus surai coklat milik Tiara. Bima mengenal baik Bunda Intan karena dia sering main ke rumah Tiara, entah itu di weekday ataupun weekend, mereka juga pernah camping bersama di belakang rumah Tiara. “Ganti warna rambut lagi ya lo” komentar Bima sembari mengelus surai panjang milik Tiara. “Hm, gara-gara ini seharian gue di ledekin sama Bunda. Nyebelin emang, awalnya pengen ganti biru tapi kayaknya nggak cocok sama gue. Terus pas mau ganti blonde, kata Bunda ‘Mau jadi bule nyasar neng?’ gitu, yaudah nggak jadi, akhirnya ganti coklat” jawab Tiara sembari menyendok bubur ayam nya. Bima hanya tersenyum menanggapi kecerewetan Tiara. “Thanks ya, Bim.” “Halah, kayak sama siapa aja sih lo, Ti” Mereka berdua menghabiskan jam istirahat berdua dengan tenang. Tiara suka cara Bima mengajaknya bicara. Cowok itu selalu dengan anteng mendengarkan semua ucapan Tiara tanpa menyela, selain itu Bima akan menjawab dengan lembut saat Tiara mengajukan pertanyaan. Tak jarang mereka berdua tertawa bersama. Dibalik pintu Daniel mendengarkan semua pembicaraan mereka berdua, entah kenapa ada rasa tak suka saat melihat Tiara dekat dengan cowok selain dirinya, apalagi ini dengan Bima. Selain itu, Daniel juga bisa mendengar betapa bahagia nya Tiara saat berbicara dengan Bima. Nasi goreng yang awalnya di belikan untuk Tiara kini harus berakhir di tong sampah, dengan gondok Daniel berjalan pergi meninggalkan kelas cewek jutek itu. Lagipula, kenapa tadi dia harus membelikan nasi goreng untuk Tiara segala? (^_^)(^_^) Daniel melepaskan helmnya saat sampai di depan gerbang SMA Bina Jakarta, netra nya tak sengaja menatap Tiara dan Bima serta seorang wanita yang tengah bercakap-cakap tak jauh dari posisinya. Entah datang dari mana keinginan itu, Daniel turun dari motor dan berjalan menuju ke arah mereka bertiga. Senyum di wajah cantik Tiara seketika pudar saat netranya menangkap sosok titisan setan tengah berjalan ke arah dia. Dengan buru-buru Tiara membuka pintu mobil, tapi kegiatannya terhenti saat suara Daniel menginterupsi. "Buru-buru banget, Ti. Gue baru mau gabung padahal. Ah, assalamualaikum, Tante" Daniel mencium punggung tangan Bunda Intan dengan sopan. Cih! Pencitraan! “Ngapain sih?!” tanya Tiara sensi, dia menutup pintu mobil kembali dengan sedikit kasar. Bunda Intan kaget, tapi dia mencoba untuk bersikap setenang mungkin, tunggu saat sampai dirumah maka dia akan memarahi Tiara lantaran main banting pintu mobil sembarangan. Wanita itu juga heran dengan perubahan wajah Tiara yang tadinya berseri-seri sekarang malah jadi masam. “Waalaikumsalam" jawab Bunda Intan, tersenyum singkat. Daniel balas tersenyum sangat manis. "Saya Daniel, Tante. Calon pacar nya Tiara" Ouch! Bunda Intan mengangguk, antara heran dan geli. Dia tau siapa Daniel karena Tiara sering banget mengeluh tentang cowok titisan setan yang punya wajah tampan. Kini bunda Intan percaya, kalau Daniel benar-benar tampan, dan sopan. Beda ekspresi dengan Bunda Intan, Tiara spontan melotot menatap Daniel, bisa-bisanya Daniel mengucapkan fitnah akhir zaman seperti itu. Padahal bukankah kemarin dia yang bilang kalau fitnah lebih kejam dari pada perselingkuhan? Awas saja kau Daniel! Bunda Intan tersenyum sekali lagi, "Saya Intan, Bunda nya Tiara. Panggil aja Bunda Intan" jawab wanita cantik itu. “Bunda nggak nyangka banyak yang suka sama Tiara, padahal galak gitu anaknya” celetuk Bunda Intan membuat Bima dan Daniel tersipu, sementara Tiara sudah sangat sebal dengan Bunda. Kini dia menyesal lantaran menerima tawaran sang Bunda untuk menjemputnya pulang sekolah. Bima menatap Tiara dan Bunda Intan bergantian, entahlah, semenjak kedatangan Daniel suasananya jadi memuakkan. Dia tak betah dan ingin segera pergi saja. “Bun, Bima pamit pulang duluan ya" kata cowok itu berpamitan. “Hati-hati ya, Bim. Makasih lho udah jagain Tiara” “Sama-sama, Bunda” Bima tersenyum melambai ke arah Tiara, saat posisinya tepat di samping Daniel, Bima hanya menatap cowok itu sekilas, lantas kembali melenggang begitu saja. Daniel pun tak peduli dengan Bima, dia lebih tertarik dengan Tiara dan sang Bunda yang memiliki darah campuran Ina-Surga. "Daniel, kamu mau disini aja? Bunda sama Tiara mau pulang soalnya” “Eh, Iya Bunda. Hati-hati, Daniel naik motor kok” Bunda mengangguk, sebelum masuk ke dalam mobil wanita itu mendekat ke arah Daniel dan menepuk pundak cowok itu dengan pelan. “Jagain Tiara ya, jangan buat dia nangis” Tak ada jawaban dari Daniel, cowok itu hanya terdiam saat Bunda Intan masuk ke dalam mobil hingga kendaraan itu melaju dan hilang di tikungan. Kata-kata Bunda Intan masih terngiang di benak Daniel. Apakah kali ini dia sudah melangkah terlalu jauh hanya untuk sekedar bermain-main?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD