"Saya bangga dengan hasil kerja keras kalian selama ini, konsep kita yang terpilih untuk membuat iklan produk kecantikan. Selamat ya." Ujar Mirina selaku kepala divisi tim creative di perusahaan advertising.
Aretha tersenyum senang dan sedikit lega mendengar berita bagus bagi dirinya dan juga tim.
"Saya harap setelah ini kalian terus meningkatkan potensi kerja kalian demi memajukan perusahaan." Seusai itu Mirina pergi meninggalkan ruang meeting. Sisanya beberapa orang yang terdiri dari Tim Creative masih diam di tempat sambil merayakan keberhasilan mereka.
"Dan jangan lupa kita akan menghadapi Direktur baru yang menggantikan Pak Alarik yang akan pensiun." ujar Indhira mengingatkan.
Ah. Direktur baru. Aturan baru. Ujar Aretha dalam hati.
"Ya, kudengar yang akan menggantikan Pak Alarik itu adalah anaknya sendiri. Dia baru saja pulang dari luar negeri." Ujar Janetta tidak mau kalah dalam menyampaikan gosip.
"Wah selama ini aku tidak pernah tau yang mana anaknya pak Alarik itu. Seperti apa ya wajahnya."
"Katanya dia super duper ganteng, tapi sayang dia dingin dan agak kaku."
Janetta dan Indira bergidik ngeri.
"Kalian itu ngegosip aja." Ujar Aretha ikut menimbrung.
"Memangnya kau tidak mau tau siapa anaknya pak Alarik yang misterius itu? Aku dengar namanya pun masih misterius."
"Nanti kau juga akan tau ketika sudah sampai disini."
"Benar juga sih. Tapi itu masih dua minggu lagi."
"Tidak akan lama, karena kita kan masih banyak pekerjaan." Aretha bangkit dari ruang meeting.
"Aretha, kau begitu memforsir kami!!!" Aretha hanya tertawa.
***
Aretha menduduki kursi dan berkutat pada laptop serta beberapa tumpukan kertas yang menghiasi meja kerjanya. Hari sudah cukup sore namun Aretha masih belum beranjak pulang.
Janetta menyerahkan berkas terakhirnya kepada Aretha dan kemudian pamit pulang karena sudah dijemput dengan pacarnya, kemudian Indira juga menyusul. Ia sedikit iri dengan kedua rekan kerja nya itu, yang bisa membagi waktu dengan kekasihnya. Aretha tidak punya kekasih, hatinya sudah tertutup karena kejadian pahit sewaktu masa sekolah. Hingga saat ini, Aretha tidak berani menjalin hubungan yang lebih dari sekedar rekan kerja atau teman dekat.
***
Hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian karyawan yang sebagian besar di d******i oleh karyawati. Direktur baru akan segera datang, Anak dari pemillik perusahaan yang meneruskan usaha orang tua nya yang terkenal karena kemisteriusannya.
Aretha beserta tim kreatif lain nya sudah duduk di aula kantor yang sudah di dekorasi. Suasana riuh karena sebagian tampak antusias.
"Haaaa akhirnya aku bisa melihat seperti apa wajahnya." Janetta dan Indhira masih sibuk menebak dan membayangkan seperti apa penampakan bos baru nya itu.
"Aku rasa dia punya bentuk rahang yang keras dan tegas."
"Kau sudah tau nama nya belum?"
"Aku hanya tau nama belakangnya, dia menggunakan nama kakeknya, Mahesa."
Aretha agak sedikit terkejut begitu mendengar nama Mahesa yang sedikit familiar di telinganya. Ia tercenung sebentar. Namun menyakini dirinya, bahwa didunia ini penggunaan nama Mahesa pastinya tidak hanya satu.
Suasana tiba-tiba hening.
Mirina mengambil alih dengan pengeras suara. "Kita perkenalkan Direktur baru kita, pak Alvaro Caesar Mahesa."
Aula kantor bergemuruh dengan tepukan tangan. Aretha merasa dadanya berdebar sangat kencang.
Sesosok pria tinggi dan tegap melangkahkan kaki nya dengan mantap menuju podium yang sudah disediakan. Tubuhnya begitu tinggi dengan badan yang proporsional. Wajahnya sesuai dengan para wanita penggosip katakan, ia sangat tampan dan mempunyai rahang yang begitu tegas. Ia mengenali laki-laki itu!
Dia Alvaro!
Al yang selalu menganggunya semasa sekolah.
"Al." ujar nya tidak bisa menahan keterjutannya.
***
Setelah acara penyambutan, Aretha tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Bayangan Alvaro masih teringat jelas dalam benaknya. Setelah sepuluh tahun tidak bertemu dan ia menghilang begitu saja, sekarang. Saat ini ia berada sangat dekat dengan Aretha dan menjadi atasannya. Sungguh luar biasa. Itu membuat kepala Aretha sedikit pusing.
"Ada apa Aretha? Sejak tadi aku perhatikan kau melamun dan tampak gelisah?" Aretha melihat Janetta sedang memandanginya dengan sedikit cemas.
"Aku tidak kenapa-kenapa kok." Kilah Aretha.
"Mungkinkah dia sedikit terpesona dengan pesona pak Alvaro?" ujar Indira asal.
"Jangan ngaco, Indira." Aretha berkilah.
Namun Janet dan Indira masih terus ngerumpi sedangkan Aretha berusaha menekuni pekerjaannya yang sedikit molor.
"Aretha." Sebuah suara yang maskulin memanggil nya. Aretha menoleh dan melihat Alvaro sudah ada dihadapannya.
"Iya Pak?" tanya Aretha sedikit gugup.
"Ke ruangan saya sekarang." Setelah itu tanpa menunggu Aretha, Alvaro membalikkan badannya dan meninggalkan Aretha.
Aretha berpandangan dengan kedua temannya, "Apa yang sedang terjadi?"
"Aku tidak tau, sebaiknya kau cepat menemui bos besar!"
Aretha mengangguk dan langsung menemui Alvaro di ruangannya.
Di dalam, Alvaro sudah menunggunya sambil membaca beberapa berkas yang berserakan di meja kerjanya.
"Ada apa memanggil saya?" tanya Aretha.
"Aretha, lama tidak berjumpa." Alvaro menyapa.
Aretha mengangguk canggung.
"Tidak kusangka kita dipertemukan kembali dengan situasi seperti ini."
Aretha diam saja.
"Bagaimana kabarmu?"
"Baik." Jawab Aretha.
"Senang mendengarnya."
Alvaro mengalihkan pandangan ke berkas yang di genggamnya.
"Maksud saya memanggil mu kesini, saya ingin menanyakan beberapa hal." Al menunjukan beberapa storyboard yang pernah di kerjakan oleh nya bersama tim kreatif. "Bisa tolong jelaskan kenapa kalian bisa menggunakan ini? Saya tidak menyukainya." Al melemparkan lembaran kertas itu ke atas mejanya. Aretha tersentak.
"Tapi bu Mirina menyetujuinya." Ujar Aretha melakukan pembelaan.
"Ibu Mirina tetaplah bawahan saya, kalau saya tidak setuju bu Mirina tidak bisa melakukan apa-apa bukan?"
Dia benar! Aretha tertunduk lemas.
"Buat ulang dengan ide yang fresh, yang ini sudah ketinggalan jaman!"
"Tapi kita tidak punya waktu lagi pak."
"Kalau begitu, kalian harus bekerja keras menyelesaikannya."
Aretha hendak membalas ucapan Alvaro. "Selamat bekerja Aretha, kau bisa meninggalkan ruangan saya."
Merasa terusir, Aretha pamit tanpa permisi.
"Dasar, sudah sepuluh tahun tidak bertemu aku pikir dia akan berubah tapi ternyata dia menjadi lebih kejam!" Aretha menggerut sepanjang perjalanan menuju ruangannya.
Ia menatap hasil kerja kerasnya yang di tolak mentah-mentah.
***