Marsha menarik napas berulang-ulang demi menormalkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Ini semua akibat ulah Mark yang sesuka hati padanya. Marsha pikir dengan dirinya berada di apartemen ini maka akan menemukan kenyamanan setelah rentetan kejadian dalam satu hari ini yang sangat menguras emosi dan energinya. Rupanya dugaan dia salah. Karena Mark tetaplah Mark. Pria mesumm menyebalkan yang harus Marsha hindari.
Mark tak lagi terlihat oleh Marsha karena pria itu telah menghilang masuk ke dalam kamar mandi. Marsha menelisik seluruh ruangan dan pilihannya jatuh pada sofa yang tadi Mark duduki. Wanita itu menuju ke sana dan memilih duduk sembari menunggu Mark selesai mandi. Menarik ujung kaos yang dikenakannya agar aset berharganya tak terlihat oleh siapa pun juga. Ia risih sebenarnya dengan kondisi seperti ini. Namun, tak ada pilihan lain lagi baginya. Marsha hanya duduk dalam diam dengan pikiran menerawang ke mana-mana. Berandai-andai jika seumpama kedua orang tuanya masih hidup di dunia. Mungkin saja nasibnya tak akan seburuk ini. Marsha mendesah. Meratapi nasib pun tak ada gunanya. Kemudian mata indahnya melirik pada kamar mandi yang tak kunjung terbuka meski telah sekian menit lamanya berlalu. Apa yang dilakukan Mark di dalam sana. Kenapa mandi saja lama sekali. Begitu pikir Marsha dalam hatinya.
Tanpa Marsha tahu jika di dalam kamar mandi itu Mark tengah kesusahan menyalurkan hasrat yang tidak kesampaian. Keinginan melampiaskan nafsu pada Marsha begitu besar. Namun, sayangnya penolakan Marsha membuat Mark tak mampu memaksa.
Memijat miliknya serta menyebutkan nama Marsha berkali-kali sebagai fantasi liarnya kali ini. Dengan mata memejam serta desahan yang keluar dari sela bibirnya, pada akhirnya Mark mencapai juga tujuannya. Lenguhan panjang juga nama Marsha yang ia lontarkan mengakhiri sesi pemuasan nafsunya malam ini. Membiarkan saja kulitnya keriput karena terlalu lama terkena kucuran air dari shower yang masih menyala.
Membuka mata dan mengembuskan napas panjang. Meraih sabun mandi dan membasuhnya ke seluruh badan. Sekarang barulah Mark merasa kedinginan. Dengan cepat mengguyur tubuhnya lalu menyambar handuk untuk mengeringkan tubuh dari tetesan air yang menempel pada kulitnya.
Keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut basah mendapati Marsha tengah duduk di atas sofa dengan pandangan mata kosong. Bahkan kehadirannya pun tak dianggap oleh wanita itu.
Bersamaan dengan itu, bel pintu apartemennya berbunyi, barulah Marsha tersadar akan lamunan. Terkejut mendapati Mark yang berdiri tak jauh darinya hanya dengan bertelanjang dadaa. Dan ... mata itu terpukau akan sosok lelaki berbadan kekar yang hanya menutupi bagian pinggang ke bawah dengan melilitkan handuk berwarna putih.
"Aku akan membukanya. Kau tunggu di sini," ucap Mark begitu saja membuat Marsha terkesiap dan terkejut karena sibuk terpesona akan keliatan tubuh bagian atas Mark. Gadis itu melongok pada pintu karena Mark meninggalkannya keluar dari dalam kamar.
Tak lama berselang Mark kembali lagi masuk ke dalam kamar dengan membawa dua buah paper bag. Ia serahkan pada Marsha membuat wanita itu mendongak menatap menatap Mark penuh tanya.
"Untukmu?" Mark berucap.
"Untukku?"
"Ya. Bukankah kau tadi meminta padaku ingin dibelikan pakaian dalam. Ini sudah aku belikan."
Marsha menerimanya. Mengambil alih paper bag di tangan Mark. Mengintipnya sebentar. Dan benar saja jika benda itu adalah yang tadi ia minta. Namun, ada satu paper bag lagi yang membuat Marsha mengerutkan keningnya. Benarkah yang di dalam itu adalah sebuah lingerie?
Sebelum membawa barang tersebut masuk ke dalam kamar mandi untuk ia pakai, sekali lagi Marsha menatap pada Mark. Lalu dia bertanya, "Ini apa? Aku hanya butuh pakaian dalam. Tak membutuhkan baju seksi seperti ini." Marsha mengangkat satu paper bag berisi lingerie.
Mark tersenyum menggoda, "Kupikir kau membutuhkan gaun tidur untuk kau pakai malam ini."
"In your dream, Mark." Menyerahkan barang tersebut pada Mark lalu wanita itu melenggang pergi untuk masuk ke dalam kamar mandi.
"Padahal aku akan dengan senang hati membelikanmu model yang lebih seksi dari ini, Marsha!" Teriak Mark menggoda. Setelahnya dia tertawa merutuki kebodohannya yang bermimpi Marsha mengenakan pakaian itu di hadapannya lalu keduanya akan melewati malam panas yang penuh dengan kobaran gairah.
***
Lega rasanya. Meski tak ada baju bawahan tetapi kaos yang ia kenakan panjangnya mencapai tengah paha. Lumayan dapat menutup area pribadinya. Juga pakaian dalam yang pas di tubuhnya membuat Marsha bertanya-tanya dari mana Mark bisa tahu ukuran baju dalamnya. Berada di dekat Mark seperti ini, membuat Marsha harus selalu waspada jika sewaktu-waktu pria itu mendekat padanya. Pria mesumm menyebalkan yang telah merenggut kesuciannya.
Begitu Marsha keluar dari dalam kamar mandi, wanita itu tak mendapati keberadaan Mark di dalam kamar. Ke mana perginya pria itu. Dengan ragu Marsha melangkah keluar dari dalam kamar. Bibirnya tersenyum mendapati Mark berada di pantry sedang berdiri memunggunginya. Apa gerangan yang pria itu lakukan.
Suara decit kursi yang ditarik pelan menyadarkan Mark akan kehadiran seseorang. Kepalanya menoleh melewati bahu dan senyum tersungging di bibir pria itu mendapati Marsha yang kini duduk di kursi mini bar miliknya. Apartemen milik Mark ini tidak seberapa besar karena memang jarang ditempati. Mark lebih suka menetap di hotel miliknya dan jika sedang jenuh saja maka Mark akan pulang ke tempat ini.
Mark membalikkan badan dengan membawa dua cangkir minuman hangat. Menyodorkan satu cangkir tepat di hadapan Marsha.
"Minumlah. Mungkin dapat meringankan rasa lelah dan penatmu malam ini."
Tak lantas begitu saja Marsha meminumnya, karena dia curiga jika Mark memasukkan sesuatu pada minumannya. Tidak mau mengulang kebodohan yang sama. Jadi apa salahnya jika Marsha saat ini harus waspada.
"Kau tidak bermaksud mencampurkan sesuatu di dalam minuman ini, kan?"
Pertanyaan Marsha mendapat gelak tawa dari Mark. "Sebenarnya ingin sekali aku memasukkan obat tidur ke dalam minuman ini agar kita bisa mengulang kembali malam panas penuh gairah yang menjadi candu bagiku, Marsha. Tapi ... jika aku pikir-pikir lagi, sepertinya melakukan itu secara sadar akan lebih menggairahkan."
"Jaga bicaramu, Mark. Aku tidak akan sudi menjadi b***k nafsumu."
Gugup mendapat tatapan lembut juga wajah Mark yang condong ke depan. Tanpa sengaja Marsha menghirup aroma mint dari napas Mark yang begitu segar. Marsha membuang pandangan seraya mengangkat cangkir dan menyesap isinya pelan.
Mark tersenyum dan mengikuti Marsha menyesap minuman di tangannya. Hening karena keduanya sama-sama diam. Sesekali Mark memperhatikan Marsha yang terlihat lebih baik sekarang.
"Malam ini istirahatlah dengan nyaman, Marsha. Aku yakin sekali jika beberapa hari ini kau tak tidur dengan nyenyak."
"Bagaimana kau bisa tahu."
"Kantung matamu yang menjelaskan semuanya."
"Cih!" Marsha mendengus. Tidak suka sebenarnya dengan cara Mark memperlakukannya seolah mereka ini adalah pasangan yang saling mengenal. Padahal kenyataannya tidak demikian.
"Kau tenang saja. Aku akan menjagamu."
Mata Marsha memicing curiga pada Mark.
"Kenapa? Apa kau tidak percaya padaku."
"Kau ini lelaki yang tidak bisa dipercaya, Mark."
"Atau memang kau ingin kita melewati malam panas berdua malam ini."
Pukulan di lengan Mark yang dilakukan Marsha membuat pria itu kembali tertawa dengan lebarnya. Sementara Marsha memilih meninggalkan pria itu dan berlalu pergi menuju kamar.
.
.