"Kenapa sih, susah sekali dihubungi?" gumam Rachel seorang diri.
"Kenapa sih Chel, kamu galau begitu?" tanya Vita.
"Dafa, aku hubungi nggak bisa. Aku ke kelasnya tadi juga nggak ada. Kenapa sih? Apa dia sakit ya?"
"Memangnya sedari pagi dia belum menemuimu? Biasa juga bertemu di kantin kan?" Rachel menggeleng lemah.
"Kalau kamu sebegitunya khawatir, pulang sekolah nanti mampir saja ke rumahnya sebentar untuk memastikan," nasehat Erina.
"Tumben pinter kamu Rin." Mata Rachel berbinar mendengar ide dari temannya itu.
"Uh, jahat. Jadi selama ini aku bodoh begitu?"
"Tidak Rin, aku hanya bergurau. Maksud aku tumben ide kamu cemerlang."
"Hem, iya deh terserah." Erina yang sibuk memainkan ponselnya tak menghiraukan kata-kata Rachel lagi.
"Ya sudah pulang sekolah nanti aku mampir deh," ucap Rachel seraya membenarkan riasannya.
***
"Hei udik! Kita mampir ke suatu tempat dulu. Hanya sebentar saja. Tapi jangan bilang apa pun ke Mama. Awas saja kalau kamu berani mengadu," ancam Rachel.
"Iya Chel. Aku tidak akan mengadu."
"Berlaku untuk Pak Tono juga. Awas saja kalau Mama sampai tahu." Rachel memelototkan matanya.
"I-iya Non."
"Bagus, jalan Pak ke alamat ini."
"Baik Non." Pak Tono segera mengemudikan mobil menuju alamat yang ditunjukkan Rachel. Minah hanya diam saja, tak berani bertanya atau berkata-kata.
Setengah jam kemudian, mobil berhenti di sebuah rumah yang lumayan besar, walau tak sebanding dengan kediaman Dimas.
"Kamu tunggu saja di sini. Aku hanya sebentar saja kok."
"Tapi Chel ini rumah siapa? Kalau Tante Rasti tahu, dia pasti marah."
"Makanya, jangan suka mengadu."
"Tapi Minah kan sudah dipesan untuk menjaga kamu."
"Bawel! Tunggu saja, ini rumah Dafa. Jangan khawatir aku hanya sebentar saja, tak akan lama."
"I-iya deh. Minah tunggu di sini."
Rachel keluar dari mobil dan membenahi pakaiannya. Kemudian dengan senyuman gadis itu masuk ke dalam. Rachel melihat motor Dafa terparkir di halaman rumah, mobil sport milik lelaki itu juga berada di garasi samping rumah. Berarti lelaki itu ada di rumah. Senyum Rachel semakin tercetak jelas di bibirnya.
Pintu depan rumah Dafa terbuka. Rachel mengetuk pintu beberapa kali, namun tak ada yang datang mempersilakannya masuk. Rachel meraih ponselnya dan menghubungi kekasih yang ia yakini berada di dalam. Sial, masih tidak aktif seperti tadi pagi. Rachel jadi semakin gelisah.
Rachel mengedarkan pandangan, dan menangkap bayang sebuah tas wanita yang ia kenali teronggok di sofa ruang tamu. Rachel memberanikan diri masuk ke dalam rumah. Benar saja, itu tas perempuan. Dan samar telinga rachel menangkap suara-suara aneh dari kamar kekasihnya. Ya Rachel tahu betul itu suara Dafa yang mungkin sekarang berada di kamarnya.
Dengan jantung yang berdegup kencang, Rachel menuju kamar Dafa. Langkahnya sedikit gemetar karena suara sumbang penuh kenikmatan semakin terdengar jelas di telinganya. Dari celah pintu yang tidak tertutup sempurna, Rachel dapat melihat bagaimana Dafa mengerang di atas tubuh seorang gadis. Tubuh kedua manusia lawan jenis itu menyatu tanpa sehelai kain pun. Gadis itu terlihat mendesah menikmati setiap hujaman yang Dafa berikan. Dan Rachel mengenalinya. Mita, gadis yang Dafa perkenalkan sebagai sepupunya. Dan tas yang berada di ruang tamu itu adalah tas seharga empat belas juta rupiah yang ia belikan. Dafa bilang tas itu dia berikan kepada mamanya. Nyatanya, Dafa membohonginya. Mita bukan sepupunya, dan Dafa memberikan tas itu pada Mita bukan pada mamanya.
Tubuh Rachel bergetar tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ingin ia marah dan memaki kedua orang yang masih menikmati percintaan mereka. Namun, suara Rachel tercekat di kerongkongannya. Ia membatu tak dapat sekadar bergerak. Tangisnya pecah seketika ketika Dafa mendapatkan pelepasannya. d**a Rachel sakit, seperti dihantam dengan sebuah batu besar. Kepercayaannya pada Dafa terkhianati.
"Mit, kamu selalu luar biasa seperti biasanya," ucap Dafa mengecup bibir Mita beberapa kali. Lelaki itu belum turun dari atas tubuh gadis itu. Ia malah sibuk memainkan kedua tangannya di d**a gadis itu.
'Seperti biasanya? Itu artinya mereka sering melakukannya.' batin Rachel. Hati Rachel semakin hancur mendengarnya.
"Em, lebih baik mana aku dan Rachel?" tanya Mita dengan suara manja. Jemari lentiknya mengelus pipi Dafa, menggoda kekasihnya.
"Rachel? Aku bahkan belum pernah menyentuhnya. Hanya sekadar berciuman."
"Really? Waah, bagaimana reaksinya jika ia tahu kekasihnya sekarang ini bahkan tak mau turun dari atas tubuh sepupunya ini."
"Sepupu? Dia saja yang bodoh percaya begitu saja."
"Hahaha." Keduanya tertawa terbahak-bahak.
"Kita manfaatkan saja dulu uangnya. Setelah itu aku akan membuang gadis sok jual mahal itu."
"Baiklah, aku akan bersabar menunggu kamu mencampakkannya."
"Em sudahlah jangan bicarakan gadis jelek penuh lemak itu." Dafa membalikkan keadaan, dengan mengangkat tubuh Mita ke atas tubuhnya.
"Kali ini kamu yang pegang kendali Mit. Puaskan aku."
"Okay, aku menerima tantanganmu." Gadis itu mulai bergerak aktif membagi kenikmatan pada lelaki yang kini menggumul kedua bukit miliknya. Sesekali bibir mereka berpagutan menyalurkan hasrat yang ada. Hingga erangan dan desahan kembali terdengar di kamar yang cukup luas itu. Dan air mata Rachel yang mendengar dan melihat jelas perbuatan kotor mereka lolos lagi. Ia dapat melihat jelas kegiatan panas mereka. Ia bisa melihat dengan jelas jejak kemerahan yang bertebaran di mana-mana. Rachel membekap mulutnya, tak ingin ketahuan dua orang itu. Hingga tanpa ia sadari sebuah tangan kecil nan hangat menariknya keluar dari rumah Dafa.
***
Minah menunggu di dalam mobil dengan gelisah. Lima belas menit Rachel masuk ke rumah Dafa dan belum juga keluar.
"Pak, bisa tidak Pak Tono menyusul Rachel ke dalam."
"Aduh Non. Nggak berani saya. Saya takut Non Rachel marah."
"Ah, iya juga. Nanti dia mengancam memecat Bapak ya. Baiklah, biar Minah yang turun. Minah khawatir."
"Ta-tapi nanti Non Minah kena semprot lagi sama Non Rachel." Pak Tono tahu betul sifat Rachel, bukan tidak mungkin Rachel akan membuli Minah lagi.
"Nggak apa-apa Pak. Amanah Tante Rasti lebih penting. Bapak tunggu ya. Jangan ke mana-mana."
"Baik Non." Minah segera turun dari mobil dan menyusul Rachel yang belum juga keluar.
"Non Minah baik sekali. Sayang, kebaikannya tak pernah terlihat di mata Non Rachel dan Den Radit," gumam Pak Tono seorang diri.
Minah menyusuri halaman rumah itu tanpa ragu. Dan ia terkesan tergesa-gesa. Takut terjadi hal buruk pada Rachel. Namun Minah bingung setelah berdiri di depan pintu, karena kondisi rumah sangat sepi. Minah mengedarkan pandangan, dan dapat melihat jelas Rachel yang menangis tanpa suara di depan sebuah kamar. Minah dapat mendengar suara-suara aneh yang terdengar samar. Minah yakin, Rachel sudah menyaksikan sesuatu yang tak layak untuk dipertontonkan. Minah berjalan perlahan menghampiri Rachel dan meraih jemari gadis itu dan membawanya keluar rumah Dafa diam-diam.