When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Gava berjalan cepat menuju ruang di mana Heartsa berada, sambil berpikir bagaimana menghadapi situasi ini dengan tenang. Saat sampai, dia mendapati istrinya sedang berdiri di dekat tamu-tamu yang sudah menunggu, dengan wajah menahan sakit sambil tersenyum profesional. “Mas,” bisik Heartsa dengan suara lemah begitu Gava mendekat. “Aku mau ka toilet dulu.” Gava memeluk pundak istrinya, mencoba memberi dukungan. “Sayang kenapa. Kalau kamu perlu istirahat, biar aku yang urus tamu-tamu ini sebentar.” “Perut aku sakit, mau ke toilet sebentar aja.” “Ya, pergilah.” Gava bersikap tenang seolah tidak melihat rekan-rekan bisnis Heartsa yang padahal sekarang melihat padanya. Ekspresi Jessy berubah seketika ketika melihat Gava di sana. Matanya melebar, menunjukkan keterkejutan yang tak bisa i