When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Kring. kring... Di tengah perdebatan atas keterkejutan Heartsa yang ternyata Gava akan membawanya ikut bersama ke Hong Kong, ponsel Heartsa berdering keras, menarik perhatian keduanya. Heartsa segera berusaha meraihnya, namun Gava dengan cepat menarik tubuh istrinya itu dan menahan gerakannya. “Jangan bangun!” ucap Gava sambil menyeringai, menahan tubuh Heartsa tetap di tempat tidur. “Kak, lepasin! Handphonenya berisik!” seru Heartsa sambil berusaha melepaskan diri. Tapi Gava justru semakin memeluk erat. “Kenapa? Kalau penting, mereka akan menelepon lagi nanti,” balas Gava santai, seakan tak ingin Heartsa terlepas dari genggamannya. Heartsa mendesah, setengah frustrasi, setengah bingung dengan perasaannya sendiri. “Kak, ih. Kamu nggak boleh gini, mana tau itu penting,” ucapnya deng