Tata yang Baru

1427 Words
Suara ponsel berdering tentu saja ia abaikan. Wong sedang mandi begini. Mana bisa mengangkat telepon sih? Lagi pula, ia ingin bersantai ria. Makanya, ia baru keluar sekitar 1 jam kemudian. Hahahaha! Ponsel juga masih diabaikan. Sekarang waktunya dandan. Hal yang sepuluh tahun lalu sungguh ia benci untuk lakukan. Ia dulu bahkan bertanya-tanya, apa yang menyenangkan melihat diri sendiri di depan cernin lalu membubuhkan bedak yang tebal? Namun nyatanya ia salah. Bagai menjilat ludah sendiri tentunya. Karena lihat lah tampilannya sekarang. Tidak ada lagi Tata yang gendut, jelek, dan tak terawat sepuluh tahun lalu. Kali ini yang ada di depan cermin ya Tata yang seksi dengan lekuk tubuh sempurna, wajah yang lonjong, natural look make up ala Korea, kulit yang juga putih bersih seperti kebanyakan cewek-cewek di sini. Ah bonusnya, matanya tentu bulat. Meski demikian apakah sudah seperti orang-orang di sini pada umumnya? Persis! Ia tidak oplas alias operasi plastik. Ia hanya berusaha bangkit dari keterpurukan yang pernah ia alami. Salah? Tidak bukan? Karena ia tidak mengubah diri. Ia hanya memperhalus, merawat, dan mempercantik diri. Usai bersiap-siap, ia keluar dari apartemen mewahnya. Yeah mewah karena tentu saja masih ditanggung oleh ayahnya. Walau ia sudah bekerja di sini. Sebagai apa? Ohoooooo....... Ia berjalan santai menuju lift. Tentu dengan goyang kiri-kanan ala pantatnya. Hal yang dulu sering ia cemooh dari kebanyakan perempuan. Nyatanya, cara berjalan perempuan yang alami memang begitu. Ia juga pada akhirnya begitu. Kini ia baru saja membalik badan kemudian memencet tombol lift. Namun.... "Meonjeo dadji maseyooooooooo!!!" Ada yang berteriak dari kejauhan. Memohon agar pintu lift tak ditutup dulu. Tata jelas kaget. Ia memencet tombol lift itu agar tak jadi tertutup dengan kalap hingga tahu-tahu pintu itu kembali terbuka karena ditahan oleh seseorang. Melihat orang itu, ia mendadak berdiri tegak lalu mengibas rambutnya dengan gaya yang seksi. Berharap lelaki itu akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Kemudian berdeham-deham dengan centil sambil diam-diam menatap ke arah lelaki yang berdiri tepat di depnnya itu. Hahahaha. Walau..... "Eonnie....." Seorang gadis berbaju SMA yang berdiri di sebelahnya, berbisik ke telinganya. Apa katanya? "Bajumu terbalik, eonnie...." Aaaaaaaaaaaaa! HAHAHAHAAHAHAA! Ia buru-buru berlari keluar lift. Bahkan semua orang di dalam lift sampai meneriakinya karena hampir terjepit. Meski sempat meringis karena agak sakit akibat aksi tadi, larinya tetap kencang menuju apartemennya. Begitu masuk kembali, ia mengecek bajunya di depan cermin dan..... "ANJRIIIIIITT! SAEKKIAAAAAA!" HAHAHAHA. Ia memaki dengan dua bahasa sekaligus. Kenapa? Ia baru saja dibodohi anak SMA yang sudah jelas terkikik-kikik di dalam lift. "Enak saja mau menggoda oppa-ku. Iya kan, oppa?" Ia mengedip centil ke arah cowok yang hanya mengangguk sopan. Yeah penghuni apartemen baru di lantai yang sama yang tentu saja membuat heboh para penghuni lainnya. "Sialan si Ji An! Awas aja kalau ketemu nanti, gue jitak kepalanya!" Ia tentu dongkol lah. Hahaha. Ia pikir bajunya benar-benar terbalik sampai harus berlarian kembali. Walau ada untungnya juga. Kenapa? Ia tak sengaja melihat ponselnya tergeletak di atas meja dengan panggilan puluhan telepon dari ibunya yang membuatnya menghela nafas. Ia agak-agak malas karena ibunya selalu memohon agar ia kembali ke Indonesia. Sayangnya, itu tak akan terjadi. Setidaknya baginya. Jadi? Mari abaikan saja. Ia tidak tertarik untuk debat dengan ibunya sepagi ini. Ia sudah nyaman tinggal di sini. Di mana? Tentu saja Kota Seoul. Yang padat dan macetnya sama seperti Jakarta. Ia juga sudah terjebak macet menuju kampus. Untuk apa? Ohoooo. Butuh waktu sekitar 25 menit untuk sampai di area kampus. Kalau perjalanan lancar, seharusnya ia bisa sampai dalam 10 menit. Karena gedung apartemennya benar-benar dekat. Tapi ah sudah lah. Yang penting ia sudah sampai dengan mobilnya tentu saja. Ia turun dari mobil dan tak lupa memakai kacamata cokelatnya. Rambut yang baru saja dikibas ke belakang. Ia adalah profesor paling modis di sini. Profesor? Karena dosen di sini dipanggil dengan sebutan itu. Ah omong-omong, ia sudah bekerja di sini selama 3 tahun terakhir. Ketika ia sedang menyelesaikan tahun terakhir S3-nya di kampus ini. Tawaran yang ia ambil kemudian ia jadikan alasan untuk terus menetap di sini. Meski menjadi dosen bukan mimpinya. Ini adalah jalan yang kebetulan saja. Sepuluh tahun lalu, hidupnya begitu kelam. Ia tidak hanya menjadi sasaran bully-an satu jurusan, tapi melebar hingga satu negara. Bagaimana menyakitkannya? Jangan dibayangkan. Karena kalau diingat lagi, hanya membuatnya makin membenci negara itu padahal bukan negaranya yang salah, tapi orang-orangnya. Dua tahun setelah itu, ia memilih pergi ke sini. Untuk apa? Awalnya hanya sekedar healing karena penat dengan kehidupan di mana ia mendadak terkenal. Tapi malah jadi menetap hingga tak pernah pulang lagi ke Indonesia? Oh itu mustahil. Tentu ia sering pulang walau hanya saat puasa dan lebaran. Selebihnya, ia lebih memilih bersembunyi di sini. Para perempuan di sini banyak memberikannya inspirasi. Terutama cara mereka berpakaian yang menurutnya keren. Gara-gara itu dan ya waktu itu ia tak punya cara lain lagi untuk menetap lebih lama jadi ia bilang pada ayahnya... "Tata mau S2 di Korea, yah!" Hanya itu yang bisa ia jadikan alasan. Ia banyak mengambil keputusan ekstrem untuk mengubah hidupnya. Dan akhirnya menjadikan seorang Tata yang baru. Falista Adhiyaksa di sini dikenal sebagai profesor muda yang centil, ceria, dan ramah. Sungguh berbanding terbalik dengan nama yang ia tinggalkan di Indonesia. "YAAK!" Ia nyengir. Rekannya sesama profesor di sini sudah meneriakinya pagi ini. Ia tentu saja mempercepat langkah dan menghampiri kemudian membawanya agak menjauh dari keramaian mahasiswa. "Kau meninggalkanku semalam!" "Mianhee, eonnie....!" Ia memasang muka melasnya. Tentu saja berharap akan dimaafkan. Sungguh semalam, ia tak kuat melihat orang-orang makan babi di depannya. Ya oke, itu pandangan biasa. Tapi karena ia pernah dijebak makan babi, ia cukup trauma. Ah bukan babinya sih yang membuatnya trauma. Tapi cara menjebak itu yang selalu membuatnya mual. Karena ia selalu sensitif dengan sesuatu yang berbau pem-bully-an. Kenangan masa lalu yang sesekali tentu saja menghantuinya. Ia menjelaskan bagaimana kondisinya semalam. Ia pulang dengan aman. Tentu tidak mabuk. Biar pun agamanya sembrono, ia masih memisahkan hal-hal yang haram untuk dilakukan. Ia juga tiba di gedung apartemen dengan selamat. Walau yeah sempat berpura-pura mabuk. Hahahaha. Untuk apa? Mencari muka cowok ganteng yang sudah lama menghuni apartemennya. Walau tentu saja ketahuan. Ia bukannya payah dalam berakting. Tapi melakukan sebuah kebodohan. Gimana bisa pura-pura mabuk wong bau alkoholnya saja gak ada. Cowok itu malah bilang.... "Ya, kau kerasukan?" Hahahaha! Sialan memang kalau ia ingat kejadian semalam. Ia heran saja. Kenapa sih gak ada cowok ganteng yang naksir padanya? Hahahaha. Walau tak sepenuhnya begitu sih. Dikala ia sibuk mengajar, anggota keluarganya di Indonesia sana justru sedang berkumpul di rumah orangtuanya. Ya membahas ia yang tak kunjung pulang ke Indonesia. "Kalau Rain yang jemput, bakal percuma lah, buk. Dia kan gak takut sama Rain!" Yang lain jelas langsung tertawa. Benar juga. Meski perbedaan jarak usia Tata dan Rain begitu jauh, gadis itu memang tak segan sama sekali. Yang justru membuatnya segan adalah Fasha. Kini pun semua tatapan tertuju padanya. Hal yang membuat Pandu, suaminya, langsung tertawa. Fasha memang sosok anak pertama yang disegani karena ia dulu begitu dingin pada Tata. Sebenarnya, ia tak bermaksud bersikap seperti itu. Tapi karakternya memang begitu. "Ya udah nanti Asha aja yang ke sana." Ibunya terkekeh. Begitu lebih baik. Sementara ayahnya menghela nafas. Ya bertahun-tahun belakangan mereka hanya bergulat untuk meminta Tata kembali ke Indonesia. Tapi tak pernah berhasil. Namun kali ini tentu harus berhasil dan harus pakai strategi bukan? "Apa suruh Zikri aja yang jemput?" Si ayah yang sedari tadi diam mendadak bersuara dan menyebut nama itu. Nama yang tak asing. Tapi rasa-rasanya..... "Itu sih sama aja ayah menyuruh anak ayah menetap selamanya di sana!" Rain terbahak. Ia juga yakin kalau Tata gak akan mau pulang. Meski ya tawa itu tak berlangsung lama. Karena mereka sama-sama mendengar ada suara orang yang mengucap salam. "Zikri?" Rain bertanya-tanya. "Ayah yang menyuruhnya datang. Suruh dia masuk. Bilangin, ayah tunggu di sana." Ayahnya berjalan menuju ruang kerja. Ya tempat yang lebih leluasa untuk berbicara empat mata. "Ada urusan apa sama ayah?" Karena penasaran, Rain bertanya langsung saat membukakan pintu untuk Zikri. Cowok itu malah mengerutkan kening. Ia juga tak tahu. Tahu-tahu ditelepon oleh Fadli dan disuruh datang ke rumahnya. Ia hanya manut saja. Walau memang agak aneh sih karena sampai masuk ke ruang kerja segala. Sebelumnya kan tidak pernah. Rain memincingkan mata. "Ayah gak mungkin nyuruh Zikri buat rayu Tata biar kerja di firma hukum juga kan?" Fasha tertawa. Itu sih mustahil terjadi. Mereka sama-sama tahu kalau Tata sudah meninggalkan Hukum sejak delapan tahun lalu. Ia malah mengambil jurusan desain busana dari S2 hingga S3 yang akhirnya menghantarkannya pada karirnya yang sekarang bukan? Fasha yakin pasti ada alasan lain. Walau tak tahu juga. Ada urusan apa sebenarnya? @@@ Catatan: Meonjeo dadji maseyo : jangan ditutup dulu Saekkia : anjing kau
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD