Katanya, Cinta Selalu Menemukan Jalannya

1612 Words
 "Kamu boleh main lagi ke sini kalau udah dapet kerjaan. Paham?" Kamu pernah nggak sih merasa sangat benar ketika melakukan sesuatu, tetapi ketika semuanya berdampak, rasa penyesalan benar-benar nggak berguna. Ah, rasanya kepalaku mau menggelinding setiap mengingat kejadian semalam. Iya, setelah pulang dari kafe dengan senyuman lebar, aku melupakan fakta bahwa Aliqa tidak ada di Me & You lagi sebab dia langsung ngacir ke rumah sakit. Tahu kok, dia memang lebay. Kurasa juga cuma diare kecil-kecilan, nggak perlu sampai tenaga profesional banget yang ngobatin. Namun, mau gimana lagi, sewaktu aku sampai rumah, mbak Ghina sudah nggak ada. Kemudian, satu pesan dari dia muncul, menandakan kalau semuanya nggak baik-baik aja. Dan, tepat adanya, saat mereka berdua pulang, aku dihajar lewat kalimat oleh mbak Ghina. "Kamu tahu, Wa. Aliqa ini. Gadis yang kamu anggap nggak ada apa-apa dibanding dengan kepintaran kamu ini, dia adalah kebanggan ayahnya, Wa. Dia adalah satu-satunya harapan ayahnya buat ngerawat nanti kalau udah tua. Kamu bikin dia apa? Kasih obat apa? Kalau sampai dia kenapa-napa gimana?" Tahu kan responsku semalam gimana? Ya diam lah. Masa berani jawab. Dan, mau tahu gimana ekspresi racun dari sang korban? Persis seperti ekspresinya saat ini ketika melepaskan kepergianku. Yaitu pura-pura masang wajah sedih sambil bibir dimonyong-monyongin. Gadis kurang ajar. Muka boleh lembut dan terlihat sangat polos, tapi kelakukan nggak kece banget. Baiklah, waktunya pulang lagi ke rumah. Begini banget takdir yang digariskan buatku. Niat hati datang ke rumah mbak Ghina buat liburan sambil menghalangi mama biar nggak tanya pasangan dan kerjaan mulu, ini malah dibalikin. Persis banget sama istri yang dipulangin. Sebelum taksi online yang dipesankan mbak Ghina benar-benar berjalan, kudengar Aliqa berteriak, "Dadah, Tante paling seksi! Karena elo udah balik lagi ke Serpong, Mas Kal jadinya buat gue dong ya? Yeay!" Aku belum pernah punya perasaan ingin membunuh orang sampai sebesar ini.   ***   "Serius, Wa, lo dibalikin? Hahahaha." Ini pertanyaan dan tawa yang kesekian kali. Gala memang kadang sebolot itu. Nyebelin. Selalu bikin pengin mukul kepalanya. Tapi, aku sayang dia. Aku cuma bisa mengembuskan napas berkali-kali. "Tapi menurut gue wajar kok, Sayang, lo dibalikin." Wajar?! Omongannya selalu sukses buat mataku melotot nih orang. "Yaaaa ibu mana gitu kan ... yang ndak marah kalau anaknya dikerjain gitu. Demi cowok lagi! Secakep apa sih emang?" "Elo cuma belum liat aja, makanya banyak ngebacot. Coba kalau udah, gue yakin sih, orientasi lo bakalan berubah." "Anying!" Lagi, dia terbahak. Kamu tidak perlu memikirkan kami sekarang lagi di mana? Memangnya nggak berisik dari tadi Gala teriak mulu? Karena aku bisa dengan tegas menjawab, kalau kami sedang ada di rumahku. Duduk di sofa abu-abu berdua. Soal teriakan Gala? Well, memangnya kenapa? Mama sedang tidak ada di rumah. Lagi di panti asuhan katanya. Ya .... walaupun mama di rumah, semuanya juga tetap bakalan biasa aja. Karena kenapa? Mamaku adalah big fans-nya si Gala. Aduh, aku mual jadinya, tapi mau gimana lagi, that's a fact. "Alam sutera yuk, Wa?" Dia menyugar rambut, lalu membersit hidungnya pelan. Dasar jorok! "Ngapain ah. Males." "Elo bisa ngitungin jumlah mobil di parkiran. Atau, lo bisa bantu bersihin lantai kan." "Ngelucu lo?" Dia meringis, garuk-garuk kepala. Kalau saja Gala ini tahu, betapa keinginan membunuh orang belum juga musnah dari diriku, kuyakin dia nggak akan berani banyak omong. Tapi ya, namanya juga Janggala. Apa saja yang penting dia senang, bisa cengengesan, sudah, dia akan merasa hidupnya tentram. "Tapi gue serius, kita ngopi atau apa gitu. Lo mau belanja mungkin?" "Elo tuh pengangguran tapi belagak banyak duit. Heran gue." Biasanya dia akan menjawab: pengangguran aja belagu, gimana gue ntar jadi milioner yak. "Cari kerja gih sono mendingan! Hidup kok nggak ada faedahnya." "Anjir, Wa!" Matanya melotot. Sambil ngunyah stroberi yang dia ambil sendiri dari kulkas tadi, dia membenarkan posisi duduknya. "Elo dengerin gue baik-baik yaaa. ‘Every moment is a chance of a lifetime. Take the opportunity, embrace the journey, make it unforgettable, enjoy your signature moment’. Jadi, gue ndak mau buru-buru. Nikmatin aja, Wa." "Nggak kreatif lo, mainannya jargon rokok mulu!" "Kok tau sih? Apaan coba?" "Tahu gue! Gudang Garam Signature." "Njir. Tahun?" "2016." "Ya allah, tahu dia. Hahaha." Tangannya mulai lancang kan. Mulai mengacak-acak rambutku yang sebetulnya sudah dikepang. Dan, kebiasaan Gala ini salah satunya adalah melepas kepangan itu dengan brutal, lalu menyuruhku untuk membentuknya lagi. Sejak dulu. "Lagian komunitas fotografi gue udah sah." "Serius?" Kepalanya mengangguk. Salah satu yang kusuka (lainnya) dari Gala adalah bagaimana berbinarnya kedua mata itu setiap kali membahas mengenai fotografi dan antek-anteknya (apalagi ngomongin model seksi, bukan lagi). Dia mungkin bloon di akademis karena mengikutiku yang jelas bukan bidangnya. Namun, aku bangga sebab setiap hasil potretnya, dia nggak pernah terlihat bercanda. Mau lihat bagaimana muka jenakanya saat sedang serius? Maka tontonlah ketika dia sedang memotret. Dia bisa galak. Banget. Semua fotoku di i********: nyaris semuanya hasil tangan Gala. Dan, kesemuanya juga aku dibentak hanya karena salah memiringkan kepala. Aku jadi ingat dulu saat SD kelas 6, kali pertama dia dibelikan kamera, akulah objek pertama yang dia coba abadikan. Dengan rambutku yang dikepang dua dan poni berantakan, Gala berhasil menangkap momen di mana aku sedang nyengir lebar, memamerkan gigi ompongku (Serius, kelas 6 SD, gigiku copot satu dan belum sempat tumbuh ia keburu mengabadikannya). Dan, sejak itulah aku suka mengepang rambut, karena Gala bilang aku cantik. Kamu bertanya di mana foto itu sekarang? Aku juga tidak yakin ada di mana. Terakhir kali Gala yang menyimpan dan dia bilang fotonya hilang. Akan tetapi, siapa yang mempercayai laki-laki bodoh macam dia? Aku masih mengira dia pasti menyembunyikannya dariku. Pasti. "Woy, malah ngelamun!" "k*****t lo ah! Sampe gue jantungan, sembelih lo." "Itu telepon diangkat, Neneng markoneng. Lo b***k apa gimana sih." Siapa ya? Nomor baru? Nggak mungkin kan ... ya ampun, aku harus mengangkatnya! Siapa tahu ini adalah---"Awa ya?" Wakwaw. Kok suara cewek? Judes banget lagi. "Iya. Ini siapa ya?" "Gue Hana. Gala lagi sama lo?" "Yup. Nih anaknya. Lagi ngerampok stroberi sama buah naganya nyokap. Kenapa, Han?" Yang kudengar malah suara desisan. Dia habis main sama ular kali ya. "Elo tuh sadar sedikit kenapa sih, Wa. Elo cewek dan harusnya lo paham gimana perasaan sesama cewek." Hadeh, tepuk jidat deh kalau sudah begini alurnya. Lagian dia dapat nomorku dari mana sih! "Ya emang benerlah. Siapa yang betah pacaran sama Gala kalau dunianya dia juga masih elo mulu! Tahu malu dikit dong!" "Jadi lo juga nggak betah sama dia? Yaudah putusin. Gitu aja repot. Jangan kayak orang b**o banget deh lo." Aku tahu kok Gala lagi menatap aku sambil alis berkerut. Dia pasti mulai tertarik sekaligus bingung dengan obrolanku ini. "Eh lo malah nyolot ya! Sekarang lo bilang Gala buat aktifin teleponnya. Gue mau ngomong sama dia." "Dih monyong, lo siapa main nyuruh sambil bentak-bentak gue!" "Kalau lo---" "Ah bacot." Selesai. Aku sudah mematikannya. "Siapa, Wa?" "Biasa. Kadal yang sok-sok nakutin buaya. Urus dulu gih. Belum lo kasih penenang ya? Makanya liar banget." "Anjir!" Ia menepuk pahanya kencang. Lalu buru-buru mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Gue sampe lupa. Kalau si Hana tadi mau telepon. Nih cewek bentar lagi gue putusin, Wa. Kontrak dia sama gue juga udah mau abis." "Udah dapat apa emang lo dari dia?" Malah nyengir. "Ya sesuatu yang gue mau---woy, jan mikir gue nge-s**s sebelum nikah yaaa. Ndak ada di kamus gue. Gue bersih! Perjaka! Sumpah dah!" "Kayak gue peduli aja." "Dibilangin nggak percaya." Dia bangkit dari duduk, berjalan menuju pintu keluar setelah sebelumnya menyomot stroberi. Seneng banget sama buah asem begitu. "Ehiya! Gue tadi sekalian mau pamit." "Ke?" "Bromo." "Yau---what? Ke mana?" "Ke Bromo, Sweetie." "Ngapain?" "Ya kerjalah. Elo kira gue mau salto di sana. Lo bilang tadi nyuruh gue kerja kan. Biar keliatan banget di mata Tante Mira kalau gue udah siap nikahin lo." "Hueeeeeeek." "Gue pamit ya!" "Ikut dong, Gal!" "Ke mana?" "Ya Bromo lah! Bloon." Sumpah, kadang bodohnya Gala ini nggak ada ukurannya. "Nggak usah ah. Ngapain sih ikut. Ini bukan kerja bareng model, Wa. Anak komunitas semua. Cowok pula. Di rumah aja ya." "Emang kenapa kalau cowok? Gue juga sering main sama lo dan kadang ikut teman-teman lo." "Ini bedaaaaaaaaaaaa." Hidungnya mulai kembang-kempis, narik napas. Aku mulai suka nih. "Di sana suasananya dingin. Kalau aja lo tau apa yang dipikirin cowok betulan, Wa, lo pasti nggak bakal mau main sama temen-temen gue lagi. Udah di rumah aja. Lagian, bercandaan mereka ini lebih kacok dari Cakra. Kotor semuanya." "Termasuk elo dong?" "Ah bodo amat. Gue pamit. Bye. Jan nakal di rumah ya, Sayang " "Oleh-oleh, jangan lupa!" "Apaan njir?" "Anak gunung. Yang cakep. Minimal kayak Hamish Daud." "Nikahin nih," ancamnya, sambil terus berjalan, benar-benar meninggalkan rumahku. Rasanya sepi banget di rumah sendirian. Mama pasti lagi haha-hihi bareng teman-temannya. Usianya boleh paruh baya, tetapi hobinya dia memang yang bikin gerak badan. Yang masak lah. Ke mana lah. Sampai kadang, aku khawatir kalau dia kenapa-napa, dan nanti aku pula yang repot ngurusin kebun buah di Jogja sana, sendirian. Mana bisa kan aku tanpa Mama? Nggak kebayang, kalau nanti Mama benera sudah nggak bisa ngapa-ngapain dan aku cuma bisa mengajaknya ngobrol .... waw, ada pesan dari ... "Demi Tuhan ini Mas Kaaaaaaal?!" Kalingga Alankar Hai, Awa. Suka kopi? Enggak. Jangan, jangan. Harus pura-pura suka biar kelihatan nyambung sama dia. Bekerja samalah, wahai perut. Hai. Suka, Mas. Free? Yup :) Nanti malam, temu di Me & You? Oh man! Masa iya, dari Serpong harus ke Kebayoran lagi demi ngobrol sama Kalingga? Bisa mati di jalan aku lama-lama. Sori. Aku udah di Serpong. Kemarin itu ponakanku dan aku lagi main di rumahnya. Ohya? Kamu awet muda dong berarti. Btw, serpong daerah mana? Besok aku mau ke serpong juga.   Serius???? Mas mau ngapain? Kerjaan. Jadi? Masnya di mana besok? Summarecon serpong, tau? Dadah, Aliqa sayaaaaang. Cinta memang akan menemukan jalannya. Karena bocah ingusan macam kamu, jelas bukan selera pria matang seperti Kalingga. Uyeye!    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD