Sayangnya entah hari ini mungkin adalah hari sial bagi Yoshiki, ia terlambat mengejar bus terakhir malam itu dan dengan kesal Yoshiki hanya sanggup mengepalkan tinjunya.
Lagi-lagi tidak ada taksi yang melintas di daerah itu hingga Yoshiki harus berjalan kaki pulang ke rumah. Ia mendongkol karena sudah letih bekerja dan masih harus berjalan kaki untuk bisa sampai ke rumah.
Gluduk... gluduk...
Bunyi guntur perlahan membuat Yoshiki menengadah ke langit. Ia membatin khawatir dengan cuaca malam itu. Padahal ramalan cuaca mengatakan hari ini akan cerah. Yoshiki membuka tasnya dan menghela napas saat menyadari ia tidak membawa payung sama sekali.
Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya hingga membuat Yoshiki harus segera berlari dengan menutupi kepalanya menggunakan tas. Jaraknya sudah hampir dekat dengan rumah hingga ia lebih memilih untuk menerobos hujan. Astaga ! Ini benar-benar hari sial untukku ! makinya dalam hati.
Sesampainya di rumah, tubuhnya basah kuyup semua. Mika terkejut melihatnya pulang kehujanan seperti itu. Tanpa berkata apa-apa, Mika langsung mengambilkan handuk untuknya. Yoshiki masih sibuk mengeringkan pakaiannya agar tidak membuat seluruh lantai basah olehnya.
“Kimura-kun, kau basah kuyup ! Umm... kalau kau tidak keberatan... pakailah handuk ini supaya kau tidak masuk angin...” Mika menyodorkan handuk dengan takut-takut karena Yoshiki sudah menatapnya tajam kembali.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Yoshiki langsung mengambil handuk itu dengan menyentaknya hingga membuat Mika terkejut. Gadis itu kemudian tertegun melihat Yoshiki tidak mengacuhkan bantuannya kali ini.
Yoshiki langsung mengeringkan pakaiannya secepat mungkin dan berjalan menuju kamarnya sebelum Mika sempat menawarkan air panas untuknya. Ia ingin segera mandi karena dinginnya air hujan terasa menusuk kulitnya.
Air shower mulai membasahi tubuhnya dan Yoshiki sedikit bergidik. Tubuhnya terasa tidak nyaman dan sedikit panas. Apa aku demam ? mungkin saja... aku terlalu lelah hari ini dan kehujanan pula... pikirnya sambil menyelesaikan mandinya secepat mungkin.
Yoshiki bisa merasakan perutnya mulai melolong kelaparan karena ia tidak sempat membeli makan malamnya. Di luar sedang hujan lebat dan ia tidak bisa keluar sama sekali. Mobilnya masih diperbaiki dan pilihan satu-satunya hanyalah ke dapur.
Yoshiki mengenakan kemejanya tanpa sempat mengancingnya lebih dulu. Belum sempat ia keluar dari kamar, Yoshiki tiba-tiba bersin beberapa kali dan hidungnya berair. Bibirnya mulai memucat dan gemetar. Tapi, yang dikhawatirkannya bukanlah itu.
“Sial ! Penyakitku kambuh lagi !” makinya pelan.
Pria itu dengan cepat membuka laci lemarinya dan mencari-cari sesuatu. Ia tidak menemukan benda yang dicarinya. Dengan tidak sabaran, Yoshiki membuka laci-laci lain bahkan sampai mengobrak-abrik isinya. Napasnya memburu luar biasa. Gawat ! Pasti tertinggal di rumah ibu ! pikirnya lagi.
Ia menggertakkan giginya mencari jalan keluar. Dengan menghela napas panjang seperti tidak bisa menemukan jalan keluar lain lagi, Yoshiki langsung membuka pintu keras-keras.
Mika yang hendak tidur pun terkejut dengan suara pintu itu hingga ia terlonjak. Ia menoleh ke arah Yoshiki yang berjalan keluar dan menyadari wajah pria itu pucat sekali.
“Kimura-kun, ada apa...? Kenapa kau pucat sekali ? Kau baik-baik saja ?” tanya Mika dengan khawatir. Ia berjalan pelan menghampiri Yoshiki yang hanya menatapnya.
Dengan cepat, Yoshiki melangkahkan kakinya ke arah Mika dan langsung menarik Mika ke pelukannya. Wajah gadis itu merona merah dan jantungnya berdegup kencang.
“Ki... Kimura-kun... ada apa ini ?” suara Mika terdengar sangat gugup.
Yoshiki tidak menjawab sama sekali dan ia secara tiba-tiba memegang tengkuk Mika dengan cukup erat hingga gadis itu benar-benar terkejut. Sebelah tangan Yoshiki langsung mengarahkan wajah Mika ke arahnya.
Pria itu mengarahkan bibirnya ke bibir Mika dan melumatnya dengan paksa. Mika terkejut dan jantungnya semakin kuat berdentum. Gadis itu bisa merasakan napas Yoshiki yang panas masuk ke dalam tenggorokannya.
Ciuman Yoshiki sangat kasar hingga membuat Mika meringis kesakitan. Gadis itu mulai ketakutan dan ia meronta mendorong tubuh Yoshiki yang menahannya kuat dari tadi.
BRUK !
Tubuh Yoshiki ambruk dan ia pingsan seketika. Ternyata saat Mika mendorongnya, saat itu pulalah kesadaran Yoshiki menghilang.
Mika terkejut dan gemetar saat melihat Yoshiki tergeletak tak sadarkan diri di lantai.
“Ki... Kimura-kun...?” panggilnya dengan takut karena khawatir Yoshiki akan menyerangnya kembali.
Tidak ada sahutan dan Mika mulai memperhatikan ekspresi Yoshiki yang terlihat sangat menderita dengan napas tersengal-sengal. Mika langsung berlutut mengguncang tubuhnya.
“Kimura-kun ! Sadarlah ! Astaga... badanmu panas sekali !” Mika baru menyadari lelaki itu demam tinggi saat menyentuh keningnya.
Dengan cepat Mika berusaha mengangkat Yoshiki untuk memindahkannya. Tapi, tenaganya tidak cukup kuat hingga Mika hanya bisa menyeretnya hingga ke kamar.
Mika berusaha mengangkat Yoshiki untuk membaringkannya di ranjang. Napas gadis itu tersengal-sengal karena dengan tubuhnya yang mungil, ia kesulitan untuk mengangkat Yoshiki.
Setelah berusaha beberapa kali, Mika akhirnya berhasil membaringkan Yoshiki di ranjangnya dan ia segera berlari mengambil kompres untuknya. Dengan telaten Mika mengompres kening Yoshiki yang masih tidak sadarkan diri. Napas pria itu menderu berat sekali dan keringat terus bercucuran dari tubuhnya. Suhu tubuhnya bahkan sangat panas hingga muncul uap-uap tipis di sekitarnya.
Mika kembali mencari kotak obat dan bingung hendak memberikan obat apa untuk Yoshiki. Ada beberapa macam obat demam di sana dan ia tidak tahu obat mana yang biasa dipakai Yoshiki. Ditinggalkannya Yoshiki sesaat dan ia pergi untuk menelepon ibu Yoshiki. Mika takut salah memberikan obat padanya.
Mika menunggu nada sambung telepon itu dengan tidak sabar dan saat ada yang mengangkatnya, Mika langsung berbicara cepat.
“Halo bibi ? Ini Mika. Bi, Kimura-kun saat ini sedang demam tinggi dan aku tidak tahu harus memberikan obat apa untuknya. Apa bibi tahu obat apa yang biasa dipakainya ???” tanya Mika dengan suara pelan karena takut membangunkan Yoshiki.
“Oh ? Dia demam ? Apa dia tidak membawanya ya ? Ya ampun, dia meninggalkannya di sini...” ibu Yoshiki terlihat berbicara pada dirinya sendiri dan Mika bisa mendengar suara laci dibuka dari telepon.
“Meninggalkan apa bi ? Apa itu obat yang biasa diminumnya ?” Mika mengernyit heran.
“Hmm... begini Mika, obat Yoshiki sebenarnya mudah saja. Mungkin ini kedengarannya aneh bagimu. Tapi, Yoshiki memiliki keturunan aneh dari ayahnya. Kalau ia sedang sakit demam atau flu, hanya dengan ciumanlah dia bisa sembuh. Dan yang ditinggalkannya adalah manekin kepala khusus yang disiapkan untuknya.” jelas ibu Yoshiki. Mika langsung membelalak mendengarnya.
“Apa ??? Dengan ci... ciuman ??? Ja... jadi...” wajah Mika langsung memerah karena ia teringat kejadian tadi.
“Ada apa Mika ? Oh, jangan-jangan... apa Yoshiki menciummu tadi ?” terdengar suara ibu Yoshiki yang menyeringai ke arahnya.
“A... ah, umm iya... makanya aku kaget tadi bi... aku baru tahu kalau Kimura-kun punya penyakit aneh seperti ini...” suara Mika terdengar mencicit karena ia masih berdebar-debar.
“Ah ! Bibi sudah menduganya dia pasti akan melakukan hal itu padamu ! Tenang saja Mika, Yoshiki tidak berniat jahat kok. Dia melakukannya karena memang itu cara penyembuhan penyakitnya.” kata ibu Yoshiki menenangkan gadis itu.
“Aku tidak memikirkan dia akan melakukan hal macam-macam padaku, bi. Cuma ini agak mengejutkanku... terima kasih sudah memberitahuku, bi. Maaf sudah mengganggu...” Mika langsung menutup teleponnya dan sedikit tertegun karena ia baru tahu lelaki pujaannya mengidap keturunan aneh.