Zidan Alfonso

1032 Words
Langkah kaki kecilnya terus melaju memasuki sebuah ruang tamu dimana orang-orang berdiri menyambutnya, membuat dahinya berkerut. "Selamat datang, Nona...semoga hari anda menyenangkan..." sapa beberapa orang wanita tampak bersiap menyambutnya membuatnya terkejut. Busyet! Kenapa dengan mereka-mereka ini. Tidak seharusnya terlalu alay begini. "Silahlan ikut kami, Nona." Perintah seorang wanita dengan umur sekitar empat puluh tahun, memiliki wajah tegas dengan seragam yang berbeda dari empat wanita yang menyapanya. Seketika Windy langsung berfikir. Ohh mungkin dia leadernya. Ini sebenarnya mereka semua sedang bermain ratu-ratuan atau gimana sih? Rada aneh, sumpah! Meski bertanya-tanya dalam hati, tapi bukan berarti Windy berani untuk bertanya langsung pada wanita-wanita berseragam safari rapi itu. Dia hanya tertunduk mengikuti langkah wanita dengan seragam berbeda itu di belakang, sementara empat wanita lainnya yang berseragam sama berada tepat di belakangnya. Mereka terhenti di sebuah kamar mewah dimana terdapat sebuah pintu kaca yang langsung bisa melihat kolam renang mini dan aneka bunga anggrek di sudut kolam renang dengan kursi santai yang bisa di akses dari kamar itu. Sepertinya itu kolam renang private khusus untuk kamar ini. Hingga membuat Windy berdecak kagum sejenak dengan arsitektur bangunan Villa ini. "Silahkan buka baju, Nona..." kalimat ini bak petir menyambar di siang bolong, membuat Windy terkejut dan seketika menutupi dadanya. "A-apa yang akan kalian lakukan?" tanya Windy bingung sekaligus takut bercampur menjadi satu. "Kami akan memandikan Nona, lalu mengganti pakaian yang telah di siapkan khusus untuk Nona..." ucap tegas wanita dengan baju berbeda itu membuat Windy sedikit ngeri dengan sorot mata tajamnya. "Tidak perlu di mandilan. Saya akan mandi sendiri. Saya punya dua tangan. Saya tidak butuh apapun. Saya bisa melakukannya sendiri..." elak Windy membuat sepasang mata elang menautkan dahinya dan tersenyum sinis menatap layar kaca dimana di sana terdapat rekaman cctv dari kamar Windy berada. "Ketika saya memgatakan sesuatu. Tidak ada alasan Nona untuk menolak. Karena perintah Tuan Swan adalah Nona harus melakukan sesuai yang telah di jadwalkan." tegasnya membuat Windy mundur beberapa langkah. "Apa maksud kalian di jadwalkan? Kalian akan menggunakan saya sebagai ritual tumbal pesugihan begitu?" Pertanyaan polos di luar dugaan membuat Swan akhirnya tertawa terkekeh menyaksikan hasil cctv yang sedang terjadi di kamar pengantin yang telah dia siapkan. "Apa itu pesugihan? Otak primitif!" gerutunya meski dia berhasil tertawa dari kalimat yang di lontarkan oleh calon istrinya. "Ayo...ngaku...kalian akan mandikan saya dengan mandi kembang yang sudah di jampi-jampi dukun bukan? Lalu...pernikahan itu hanya alasan. Sebenarnya itu hanyalah ritual untuk pemujaan setan bukan?" tanya Windy lagi membuat Swan yang baru saja hendak keluar kamar, tiba-tiba menghentikan langkah dan memutar kembali tubuhnya mendengar suara calon istrinya menuduhnya melakukan pemujaan terhadap iblis. Windy, jangan sampai kalah dengan jampi-jampi mereka. Bisa bahaya kalau terlena. "Sungguh wanita aneh di zaman yang serba canggih. Dia kira bisa menjadi kaya kalau tidak berusaha keras? Kalau terbukti yang namanya pesugihan. Sudah pasti kakeknya memilih memuja Setan di banding menundukkan kepala kepadaku dan menyerahkan cucunya hanya demi aku mengucurkan dana untuk perusahaannya yang nyaris bangkrut karena kebodohan putranya..." ucap Swan sembari duduk di depan layar monitor dan mengamati wajah calon istrinya dari layar tv 50 inch "Ngaku-ngaku preman, percaya juga hal mistis" "Apa maksud Nona pesugihan? Kita hanya akan membersihkan kulit Nona dari debu-debu. Karena Tuan Swan sangat alergi dengan debu." tegas wanita itu dengan mata menyorot tajam kearah Windy. "Lakukan pemijatan kepada Nona ini dan pastikan tubuhnya fresh untuk di gunakan nanti malam..." perintahnya sembari tepuk tangan dua kali. Siapa sangka beberapa orang masuk membawakan peralatan lulur dan terlihat membawa sebuha gaun pengantin yang indah. "Wahh! Benar-benar aku akan di jadikan tumbal. Kalian akan berdosa memaksaku menjadi bagian dari pemuja setan. Aku tidak akan memaafkan kalian yang memaksaku untuk berbuat syirik..." racau Windy yang kini di paksa membuka pakaiannya dan berbaring di sebuah bed khsusu untuk massages. Dan mereka langsung saja membaluri tubuh Windy dengan minyak aroma teraphy dan memijitnya dengan lembut menggunakan teknik pijat tradisional Jepang. Membuat Windy merasa relax "Terserah kalian sajalah. Mau apakan aku. Yang jelas aku tidak bernait untuk mengikuti ritual pemujaan terhadap iblis. Aku hanya tau kalian sedang melakukan body SPA. " tutur Windy membuat wanita-wanita di sana menahan senyum mendengar kalimat yang di lontarkan Windy. Tak terasa satu jam telah berlalu dan Windy telah menyelesaikan mandinya dan kini dirinya sedang di make up oleh wanita-wanita itu dan mengenakan gaun pengantin yang indah. Membuat pria di ruangan berbeda itu terpana menatap kecantikan alami yang di miliki Windy, hingga membuatnya bergumam. "Mungkinkah dia masih murni? Atau dia sama dengan yang lainnya? Aku semakin tak sabar untuk melaluinya. Apakah wanita itu hanya sedang berakting atau bagaimana...tapi sikapnya berbeda jauh dari ketika di parkiran tadi yang begitu galak meledak-ledak..." Tak berselang lama, sebuah ketukan halus membuatnya mematikan layar monitor yang baru saja dia tonton. Dirinya merapikan posisi duduknya di meja kerja yang berada di samping layar monitor itu. Dia memandang kearah dokumen di mejanya dengan pena di tangannya. Dia sempat meragu sejenak untuk melanjutkan semua yang akan dia laksanakan. Tapi tekadnya sudah bulat. Dia harus melakukan hal yang seharusnya. Semua usaha harus dia coba demi sebuah kesembuhan dan mendapatkan keturunan. Semua akan dia lakukan demi mendapatkan keturunan "Masuk!" perintahnya, hingga akhirnya pintu terbuka. "Permisi, Tuan. Seperti yang Tuan perintahkan. Kami telah menyelesaikan tugas kami untuk membersihkan Nona dan mengganti pakaian Nona. Dan pejabat pemerintah yang akan menjadi saksi pernikahan Tuan dan Nona juga sudah hadir, begitupun para saksi yang Tuan butuhkan. Semuanya sudah berada di aula, Tuan." ucap Wanita berusia sekitar empat puluh tahun dengan wajah tegas. Swan terdiam sejenak, lalu dia mengangguk perlahan. "Baiklah. Lakukan sesuai jadwal. Saya akan segera ke aula..." jawabnya membuat wanita itu mengangguk patuh. "Apakah semua dokumen sudah aman, tidak ada yang kurabg?" tanya Swan lagi "Semua sudah lengkap, Tuan. Tidak ada yang perlu dikawatirkan. Hanya saja..." jawabnya menggantungkan kalimatnya. "Hanya saja apa?" Swan menoleh dan mengerutkan dahinya menatap tajam kearah orang yang tengah berdiri dengan tubuh sedikit gemetar. "Apakah Tuan sudah memikirkan dengan matang. Karena ini terlalu mendadak, di tambah Tuan juga baru saja pulang dari luar negeri dan Tuan belum bertemu dengan Nyonya selama beberapa minggu. Dan lagi pula Tuan juga baru bertemu dengannya satu kali hari ini. Apakah Tuan merasa yakin? Karena..." Belum sempat wanita berusia empat puluh tahun itu berbicara, Swan segera mengangkat tangannya dan membuat wanita itu terdiam seketika dengan reaksi tuannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD