Methalia duduk di depan cermin kebesarannya. Ia tersenyum menatap dirinya di cermin. Hari ini adalah hari pergantian bos baru di perusahaan tempat ia bekerja. Dirinya mengambil kaca mata yang setiap hari dipakai untuk bekerja.
Tampilannya sangat berbeda dengan pekerja lain yang memakai setelan kantor yang sangat mewah. Ia hanya memakai celana panjang dan hem lengan panjang yang terkesan sederhana. Rambutnya selalu ia gulung. Meski penampilannya cupu, tapi ia masih terlihat sangat cantik.
Ia melihat jam yang ada di dinding kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Methalia melotot kaget saat sadar bahwa ia terlambat. Dengan tergesa-gesa, ia berlari menuju luar rumah. Methalia menatap nanar kendaraan satu-satunya yang menemaninya setiap hari.
"Meskipun kau jelek. Tapi kau selalu ikut berjuang denganku," gumam Methalia lirih sambil menaiki motornya dengan perasaan bahagia.
Methalia menuju Barren Company. Dengan lihai, ia mengendarai motornya untuk membelah jalan raya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Methalia untuk cepat sampai di tempat ia bekerja. Sampai di parkiran, ia disambut teman kantornya.
Sinta Asmrinda (25) dan Diana Loren (25) adalah teman Methalia. Mereka sangat menyayanginya. Meski kadang mulut keduanya pedas, tak ada niatan untuknya memutuskan pertemanan mereka.
Sinta dan Diana merupakan karyawan yang modis dan glamor. Penampilan adalah tunjangan utama mereka untuk mencari pasangan yang ideal dari segi bobot, bibit dan bebetnya.
Mereka bertiga berjalan ke dalam dengan wajah yang bahagia. Diana dan Sinta sangat penasaran dan selalu membicarakan bos baru mereka. Sedangkan Thalia hanya mendengus kesal mendengarkan celoteh mereka yang tiada henti.
"Aku ingin segera melihat bos baru kita yang bernama Juna itu," ucap Diana sambil membayangkan ketampanan bos baru.
Methalia menjawab dengan ketus, " berhentilah berangan-angan yang terlalu tinggi. Nanti kau jatuh menangis terisak."
Diana mendengus kesal dan mengerucutkan bibirnya. Ia sangat jengkel pada ucapan Methalia, "Kau selalu saja berkata seperti itu, Thalia."
"Ha… ha… ha…. Jika kau memanyunkan bibirmu seperti itu, bibirmu seperti p****t ayam," sambung Sinta sambil memegang perutnya.
Methalia hanya tertawa kecil melihat candaan Sinta. Sedangkan Diana langsung pergi meninggalkan keduanya.
"Lihatlah! Baru bercanda seperti itu saja sudah membuatnya kebakaran jenggot," ucap Sinta sambil merangkul bahu Methalia.
"Bercandamu sedikit keterlaluan. Bibirnya Diana sangat seksi. Kau menyamakannya dengan p****t ayam. Seharusnya, yang cocok itu paruh burung," ucap Methalia sambil tertawa.
Sinta ikut tertawa melihat Methalia tertawa. Mereka tertawa bahagia sambil menuju aula kantor untuk menyambut bos baru Barren Company.
Mansion Barren
Juna sedang duduk termenung di dalam kamarnya. Ia sedang memikirkan cara agar tidak ada gadis yang mendekatinya saat bekerja di perusahan milik kakeknya.
"Sepertinya, aku harus menggunakan cara itu," gumam Juna sambil berdiri dan berjalan menuju ruang ganti.
Ia masuk ke dalam dan mencari berbagai aksesoris yang mendukung penampilannya. Pilihanya terjatuh pada setelan jas berwarna pink dan dasi kupu-kupu merah fullkadot. Segera ia berganti dan melihat perubahannya di cermin besar.
"Kalau hanya seperti ini, pasti masih ada yang mendekatiku," gumam Juna sambil berjalan menuju tempat koleksi rambut pasangan miliknya.
Juna mengambil wig kribo dan juga kumis palsu yang ada di kota berwarna merah maron. Ia segera berdiri di depan cermin dan memasangnya dengan rapi.
"Sempurna," gumam Juna.
Juna langsung keluar ruang ganti menuju ruang makan. Dengan gerakan perlahan, ia berjalan menuruni tangga. Semua maid yang ada di sana melongo melihat Juna yang berpenampilan bukan seperti biasanya. Sama halnya dengan Damar. Ia langsung mendekati Junna dan menyentuh kening cucunya itu.
"Apakah kau sedang sakit, Juna? Kenapa kau berpenampilan aneh seperti itu?" tanya Damar.
Juna hanya diam tidak menjawab pertanyaan Damar yang sedang bingung melihat perubahan dirinya. Ia hanya melepas perlahan tangan Damar dari dahinya. Juna memilih mengisi perutnya terlebih dahulu.
"Cucu menyebalkan," gumam Damar sambil memukul kepala Voldirey dengan tongkat.
"Au … sakit, Kek. Pukulanmu terlalu keras. Kau mau membunuhku?" ucap Juna sambil meringis kesakitan memegang kepalanya.
Damar menghampiri Juna yang tengah meringis kesakitan itu. Ia berdiri tepat di depan Juna
"Kau seperti orang sawah. Aku tak suka!" ucap Damar dengan nada tinggi.
Juna menghela nafas kasar dan memeluk Dendy dengan erat, "Kek, aku hanya ingin membentengi diriku dari gadis matre di luar sana," bisiknya di telinga Damar.
Damar mengerti jalan pikiran Juna. Ia tahu betul, kenapa dia berpenampilan seperti itu? Meski begitu, ia menolak keras ide itu.
"Kapan kau akan menikah?Jika kau saja berpenampilan seperti ini, Juna." ucap Damar sambil melepaskan pelukkannya. "Dengar! Aku sudah semakin tua. Aku ingin melihat kau menikah. Bagaimana kalau kau menikah dengan gadis pilihanku? Dia gadis baik, Juna."
Juna mendengus kesal, "Kakek tidak berencana menjodohkanku dengan gadis yang selalu Kakek bicarakan, kan…."
"Benar sekali! Kau sangat pintar menebak. Thalia adalah gadis baik, Juna. Dia pantas menjadi pendamping hidupmu."
Menyebalkan! Ujung-ujungnya selalu seperti ini. Lihat saja kau Thalia. Aku akan selalu mempersulit dirimu. Kau selalu hadir didalam kehidupanku yang nyaman. Aku membencimu. Namamu saja selalu merusak gendang telingaku, batin Juna.
Juna tersenyum devil saat memikirkan rencana penderitaan Methalia nanti. Senyum yang sangat tipis sampai Damar yang ada di dekatnya tidak mengetahui perubahan ekspresi Juna.
"Sebaiknya kita sarapan. Jangan membicarakan Thalia. Telingaku panas mendengarnya, Kek," ucap Juna sambil menuntun Damar.
Damar hanya pasrah tidak menjawab perkataan Junna yang kelewat pedas.
Kau pasti akan jatuh hati pada Thalia, Juna. Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya.
Mereka masuk dan duduk berdampingan untuk menikmati sarapan. Setelah selesai, Damar dan Juna bergegas menuju kantor. Selama perjalanan, ia hanya termenung memikirkan usahanya untuk membuat Methalia tidak betah bekerja di perusahaan milik kakeknya.
Banyak rencana-rencana jahat yang disimpan dalam benaknya. Sambil tersenyum menyeringai, Juna menatap jendela kaca mobil. Sebastian yang melihat perubahan wajah Juna hanya bergidik ngeri. S
Sebastian merupakan orang kepercayaan Damar. Ia mengabdikan kehidupan yang dimilikinya untuk keluarga Barren. Damar pernah menolong Sebastian kecil saat akan diculik oleh penjual anak. Rasa terimakasih Sebastian, ia tuangkan dengan menjadi pengawal setia Damar dan Juna.
Tidak lama kemudian, mereka sudah berada di depan kantor. Para karyawan langsung menyambutnya dengan antusias. Mereka sangat penasaran dengan bos baru yang akan menggantikan Damar. Ketika Damar dan Juna keluar bersamaan. Mereka kaget sampai melongo karena melihat penampilan Juna yang terkesan tidak berkelas dan norak. Juna hanya bersikap biasa melihat keterkejutan para karyawan itu. Methalia melihat semua orang yang diam mematung. Ia penasaran dan segera berjalan maju menerobos kerumunan orang.
Tak ada rasa terkejut di hati Methalia. Ia malah bersorak senang dalam hatinya. Dengan langkah penuh semangat, ia berjalan menuju ke arah Damar dan Juna.
"Selamat pagi, Tuan Damar," sapa Methalia dengan rasa hormat.
Damar tersenyum melihat Methalia yang menyambutnya. Meski setiap hari disambut olehnya, Methalia tidak bosan sedikitpun.
"Maafkan kami, jika penyambutannya kurang berkenan, Bos," ucap Methalia kepada Juna.
Juna tidak menyahut sedikit pun. Ia memilih untuk berjalan meninggalkan Damar dan Methalia.
Methalia menghela nafas kasar, "Dasar tidak punya sopan santun."
Ucapan Methalia terdengar oleh Damar. Ia menghampirinya dan berkata, "Meskipun begitu, dia anak yang baik."
Methalia terkejut ketika Damar berkata demikian. Ia sangat malu karena ketahuan mengolok bos barunya. Ia tersenyum canggung, "Maafkan saya, Tuan. Saya hanya jujur saja," ucap Methalia sambil menunduk.
"Lupakan, antar aku ke aula," perintah Damar.
"Sebentar, Tuan. Saya harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Tolong, Tuan tutup telinga rapat."
"Jangan keras-keras, Thalia," sela Sebastian.
Methalia mengangguk. Sedangkan Sebastian memasang penutup telinga kepada Dendy.
Methalia menarik nafasnya dalam-dalam. Ia akan mengeluarkan suara tujuh oktafnya untuk menyadarkan para karyawan yang masih mematung di tempat.
"Sampai kapan kalian akan berdiri di sana!" teriak Methalia yang sangat keras.
Para karyawan langsung sadar dan bubar seketika.
"Pergi ke Aula!" teriak Methalia lagi.
Semua karyawan langsung menuju Aula untuk mendengar sambutan dari bos baru. Mereka sangat menghormati Methalia bukan karena ia sekretaris Damar. Melainkan karena kebaikannya.
Methalia langsung bergegas menuju Aula untuk membuka acara penyambutan. Ia melihat Voldirey yang sedang duduk di kursi panggung sambil menatap tajam ke arah para karyawan.
Bos baru yang sangar seperti singa. Ha… ha … ha, pasti Diana dan Sinta terpukul melihat kenyataan ini.
Methalia membatin sambil melirik kedua temannya yang sedang menunduk takut. Ia hanya tersenyum dan melewati kerumunan karyawan.
Juna menatap gadis yang sedang berjalan ke arahnya penuh selidik sambil tersenyum devil.
Sepertinya, ini yang namanya Thalia. Tunggu saja Thalia… hidupmu setelah ini tidak akan bahagia.
Methalia sudah sampai ke panggung aula. Ia menghampiri Juna untuk memintanya berdiri memberi sambutan.
"Bos, sebaiknya. Anda memberi sambutan sekarang," ucap Methalia.
Juna hanya menoleh dingin dan tidak menjawab perkataan Methalia. Ia berdiri dan langsung turun panggung menghampiri Damar. Methalia hanya melongo melihat perlakuan Juna terhadapnya.
"Apakah aku punya salah padanya? Kenapa dia bersikap seperti itu? Dasar Bos kribo aneh!" gumam Methalia sambil mengambil mix untuk memulai acaranya.
"Selamat pagi semuanya," sapa Methalia pada semua karyawan.
Para karyawan langsung mengangkat dan tersenyum ke arah sumber suara. Suasana yang semula tegang menjadi tenang kembali.
Cih…! Kucing penyihir. Bisa-bisanya dia menyihir semua bawahan kakek.
Juna mengepalkan tangan kuat saat ia tahu kalau para karyawan sangat senang ketika mendengar sapaan Methalia.
"Oke. Hari ini, adalah hari penyambutan Bos baru kita. Tentunya, kalian sudah tahu itu. Langsung saja kita mulai acaranya. Kita sambut, Bos baru kita...!" ucap Methali sambil bertepuk tangan dan di ikuti dengan para karyawan.
Juna hanya diam tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Methalia sampai bingung dibuatnya. Damar langsung mendekati Juna dan berbisik, "Kenapa hanya diam? Cepat kesana!"
Juna mendengus kesal mendengar perkataan Damar, "Aku akan kesana. Asalkan Kakek nanti memperkenalkanku sebagai orang kepercayaan Kakek."
Damar mengangguk setuju, "Baiklah, aku akan menurutimu,"
Damar terpaksa menuruti kemauan Juna. Sebenarnya, ia berat hati melakukannya. Tapi karena rasa sayangnya terhadap Juna, ia menyetujui permintaan cucunya itu.