Episode 12

1619 Words
Seseorang yang mencintai dengan tulus akan bahagia bila orangnya yang dicintainya mengetahui perasaannya. Namun, Alroy memilih menyimpan rasa itu. Ia akan mengutarakanya di saat yang tepat. Alroy menatap Methalia yang hanya diam. Ia menghela nafas lembut. "Menceritakan masalahmu akan membuat beban terkurangi, Thalia." Gadis itu menunduk, "Tapi, aku tak ingin membebani masalahku padamu." Alroy menyentuh pundak Methalia lembut. "Kita sudah kenal lama, Thalia. Sebisa mungkin, aku akan membantumu." Methalia mengangkat kepalanya dan tersenyum, "Berikan aku gitar. Maka, kau sudah tergolong membantuku." Deg Senyum Methalia menambah aura kecantikannya keluar. Ia seperti bidadari yang memukau. Tak heran, Alroy sangat menyukainya.  Thalia... Thalia. Aku tak kuasa menahan rasa ini. Alroy ingin menyatakan perasaannya sekarang. Ia ingin menikah dan memiliki Methalia seutuhnya. Namun, dirinya tak mau egois.  Kapan kau menyadari perasaanku? Lelaki itu diam menatap Methalia tak berkedip. Gadis itu pun bingung dan langsung berdiri. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Alroy. "Hai, Roy… Alroy… ambilkan gitarnya!" teriak Methalia. Ni orang masih bengong aja. Harus keluarin tujuh oktaf. He He.... Methalia menarik nafasnya dalam - dalam dan berteriak, "Alroy…!?!" Telinga Alroy langsung berdengung dan kedua tangannya reflek menutupinya.  "Kau gila…! aku bisa tuli!"  Methalia tertawa terbahak - bahak. "Salah sendiri. Bengong tak jelas. Sana…! Ambil gitarnya. Kita harus menarik pelanggan." Alroy bergegas pergi mengambil gitar dan menyerahkannya kepada Methalia.  Gadis itu langsung menerimanya dan berkata, "Aku akan membantumu meramaikan cafe ini. Tapi, hanya malam saja. Selebihnya, aku bekerja di kantor." Alroy bingung mendengar perkataan Methalia. Bukankah gadis itu di pecat? Kenapa bekerja lagi di sana? "Kau kerja di sana lagi?" tanya Alroy penasaran. "Iya," jawab Methalia singkat. "Jangan bahas itu lagi," imbuhnya.  Methalia berjalan ke arah panggung dan mulai aksinya.  Sudah 5 tahun lamanya tak berada di panggung ini membuatnya rindu. Meski menyanyi adalah hobinya, ia tak pernah berpikir untuk menggeluti bidang itu.  Alunan gitar dan paduan suara yang lembut membuat siapa saja yang mendengarnya pasti terbawa suasana.  Seseorang yang mendengarnya, tanpa sadar akan mendekati dirinya. Bagaikan bunga yang menarik perhatian lebah. Karena menikmati lagu yang dimainkannya. Methalia tak menyadari kedatangan mereka yang sudah duduk manis di kursi.  Prok Prok Bunyi tepuk tangan menyadarkan dirinya. Ia langsung membungkuk, "Terimakasih." Semua orang bersorak dan minta Methalia untuk menyanyi lagi.  "Saya akan menyanyikan lagu lagi. Setelah kalian pesan minuman atau makanan terlebih dahulu. Mendengarkan musik sambil menikmati hidangan di Love Cafe akan terasa lebih nikmat," ucap Methalia sambil tersenyum. Semua orang setuju dan langsung memesan menu yang berada di Love Cafe. Methalia turun panggung dan membantu Alroy dengan semangat.  Tiba - tiba, seseorang berdiri dan berjalan ke arah Methalia. Ia menyentuh pundak gadis itu sampai menoleh.  "Haruna Tanaka," ucap Haruna pada Methalia sambil mengulurkan tangan.  Methalia menyambutnya dengan antusias, "Methalia Fandiya. You From in Japan." Haruna mengangguk, "Aku sudah tinggal lama di Indonesia." Gadis itu menatap tak berkedip kepada Haruna. "Aku tidak sedang mimpi, kan…?"  Haruna tertawa kecil melihat kekonyolan Methalia. "Mari berteman," ucap Haruna. "Methalia kawai," imbuhnya. "Kau benar… benar dari Jepang?" ucap Methalia tak percaya.  Haruna langsung menyeret tangan Methalia untuk menjauh dari suara bising semua orang.  "Dengarkan aku. Kau harus bertahan apa pun yang terjadi nanti," ucap Haruna tiba - tiba. "Aku tak mengerti, kenapa kau bicara seperti itu kepadaku?" Haruna menghela nafas, "Aku tahu masa depanmu sekilas."  Deg Methalia tak percaya mengenai hal seperti itu. "Jangan bercanda!" teriaknya.  Respon inilah yang di dapat dari seseorang yang telah di beritahu oleh Haruna. "Kau baru saja kehilangan gitarmu." Deg Dia tahu, apakaj benar gadis ini bisa mengetahui masa depan?  Methalia mundur kebelakang agar menjauh dari Haruna. "Bagaimana kau bisa tahu?"  "Di dunia ini, banyak manusia yang di beri kemampuan. Seperti diriku," ucap Haruna. "Dengar Thalia, di dalam kesulitan pasti ada kemudahan. Kau harus bertahan sekuat tenaga," imbuhnya sambil meraih tangan Methalia. Gadis itu menatap Haruna percaya. Ia hampir saja menyerah dan tunduk pada Juna. "Tapi, gitarku masih ada padanya." "Percayalah… orang yang kejam tak selamanya bertindak kejam. Kadang, mereka melakukan itu hanya untuk membentengi dirinya." Semua yang dikatakan Haruna benar adanya. Juna pasti mempunyai masa lalu yang kelam sehingga berbuat seperti itu.  "Ngomong - ngomong, lelaki pemilik cafe ini menyukaimu." Deg Methalia melotot kaget dan langsung tertawa. "Kau bercanda. Tidak mungkin Alroy menyukaiku. Jangan mengada - ada." Gadis itu mendekat ke arah Methalia dan berbisik, "Aku tidak berbohong padamu. Dia sangat menyukaimu dari dulu." Methalia menelan salivanya gugup. "Aku… aku tak mungkin bersamanya. Karena aku menganggapnya sebagai kakak." "Aku tahu itu, Thalia. Dia orang baik. Jangan menyakitinya." Methalia tersenyum, "Ya… dia memang orang baik." "Aku akan datang besok malam. Bersiaplah menghadapinya. Kau itu gadis yang kuat, Thalia," ucap Haruna sambil memberikan kartu nama.  Gadis itu pergi begitu saja. Sedangkan Methalia melongo dan menatap kartu nama milik Haruna.  Sepertinya, aku mendapat teman baru, batin Methalia sambil masuk ke dalam.  Semua orang menunggu kedatangan Methalia yang sedang berada di luar cukup lama.  "Maafkan aku. Tadi, ada hal yang aku urus," ucap Methalia.  Methalia berjalan menuju panggung dan duduk di depan mix. Karena hatinya sangat senang, ia membawa lagu kebahagian.  Suara yang mampu memikat pendengar pun di lantunkan. Alunan melodi yang indah membuat orang terbang ke awan. Mereka tersenyum dan memandang Methalia yang seperti bidadari surga.  Rasa kagum akan sosok ratu panggung itu melekat padanya. Sosok yang mampu membawa kebahagian bagi semua orang. Bahkan menariknya dari lembah terdalam.  Semua orang yang berada disana bertepuk tangan. Methalia turun panggung dan langsung pergi ke dapur. Terus terang, dirinya sangat lapar.  Setelah perutnya terisi penuh, ia membantu Alroy melayani pelanggan sampai malam. Beberapa dari mereka adalah pelanggan lama Love Cave. Karena Methalia bernyanyi lagi, mereka berbondong - bondong untuk datang.  "Berkat dirimu. Cafeku jadi ramai lagi," ucap Alroy sambil bersiap menutup Cafe. "Ini usaha kita berdua. Kau juga harus mencari seseorang yang mau membantumu." Alroy duduk, "Kau saja sudah cukup. Aku akan membukanya setiap jam 4 sore sampai jam 9 malam. Lagi pula, mereka datang untuk mendengarkan suaramu." Methalia mengangguk, "Aku setuju. Kau atur saja, Roy. Aku akan pulang dulu." Ia langsung menyambar tas dan meninggalkan Alroy begitu saja. Maafkan aku. Aku harus pulang cepat. Penguntit itu pasti masuk kerumahku lagi. Kali ini, aku harus menangkapnya.  Alroy menatap heran Methalia yang tengah buru - buru pulang. Ia mengejar dan meneriaki namanya. Namun, tak di dengarkan.  "Kenapa dia buru - buru sekali…?," gumam Alroy. Rumah Methalia Juna sudah masuk ke dalam rumah Methalia. Malam ini, ia akan membuat gadis itu ketakutan. Tentunya, tidak seperti kemarin malam. Ia akan menggunakan cara lain. Juna menatap seluruh kamar gadis itu. Sempit, pengap dan gerah. Ia duduk dan mengibaskan tangannya berkali - kali untuk membuat angin buatan.  Tak lama kemudian, suara mesin motor berhenti. Juna langsung sembunyi dan menetralkan jantungnya.  Kenapa aku jadi deg - deg an seperti ini. Sialan....! Juna sampai berkeringat dan mengusapnya. Ia seperti lari maraton. Bahkan bekerja saja tidak berkeringat seperti ini.  Ceklik Pintu kamar terbuka lebar. Siapa lagi kalau bukan Methalia yang membukanya. Juna langsung keluar dari persembunyiannya.  "Hai, Sayang." Deg Methalia menoleh dan berjingkat kaget. Ia menatap tajam Juna seperti ingin menerkamnya.  "Mau apa?" tantang Methalia sambil berkacak pinggang. Ha Ha Ha, dia sangat konyol kalau bertindak pemberani. Hais... kenapa aku terpedaya? Sadar Juna. Juna menggelengkan kepala dan langsung berekspresi dingin.  "Tentu aku merindukanmu," ucap Juna sambil mendekat ke arah Methalia.  "Maju satu langkah lagi. Kau akan aku pukul. Keluar dari rumahku!"  Peringatan Methalia dianggap angin lalu oleh Juna. Ia terus berjalan mendekati gadis itu.  Sial..., dia meremehkanku.  Juna mengeluarkan borgol dan memperlihatkannya kepada Methalia. "Kau tahu apa ini? Kau tak akan bisa lari lagi kalau sudah terikat dengan benda ini." "Dasar sinting!" teriak Methalia berapa - api.  Juna semakin gencar membuat Methalia marah besar. Ia akan terus berusaha menekan gadis itu lebih jauh lagi. Sampai pada batas yang tak ditentukan.  Juna terus berjalan menepis jarak keduanya. Sedangkan Methalia menggulung lengannya. Malam ini, dirinya akan membuat lelaki di depannya kalah.  Methalia langsung maju melayangkan tinjunya. Juna menangkis dengan lihai. Perkelahian tidak berhenti di situ. Mereka saling aju jotos dan tendang.  Kamar Methalia yang semula rapi menjadi berantakan karena ulah mereka. Tak ada yang mau mengalah. Perkelahian pun masih seri.  Ternyata, dia bisa mengimbangiku. Hebat juga. Puji Juna tanpa sadar dan tersenyum. Methalia mengambil kesempatan untuk merebut borgol itu. Dengan gerakkan cepat, borgol sudah berada di tangannya.  "Game Over. You lose," ucap Methalia sambil membalikkan jempol. Methalia sangat senang mendapati borgol itu di tangannya. Juna merasa diperdaya dan marah besar.  "Cih, pencuri," ejek Juna dingin. What, hello… bukankah dia yang pencuri. Sialan aku tak tahan. Methalia harus mengeluarkan jurus andalannya. Ia akan berteriak memanggil semua orang. Agar lelaki di depannya sadar, siapa yang berstatus menjadi pencuri.  "Jangan salahkan aku kalau kau di tangkap oleh warga," ucap Methalia.  Juna mengerutkan dahi menatap gadis itu yang tengah bersiap mengeluarkan suaranya. "Tolong…! Ad-!" Mulut Methalia di bungkam oleh Juna secara tiba - tiba. Ia meronta minta untuk dilepaskan.  "Aku tak akan melepaskanmu." Methalia menyikut badan Juna. Namun, ditahan olehnya. Ia kemudian beralih ke kaki bersiap untuk menginjak. Lagi - lagi gagal.  "Dengar, kau tak akan menang," ucap Juna sambong.  Methalia berpikir keras. Masih ada satu cara lagi. Yaitu menggigit tangan Juna.  "Au…," ringis Juna sambil melepaskannya.  Methalia tertawa keras, " Kau tak akan menang melawanku. Pergi…! teriak Methalia. Juna murka karena tangannya terluka. Dengan sigap, ia menyudutkan Methalia di tembok dan menekan dagunya kuat.  "Kau melukaiku," ucap Juna dingin.  Methalia menelan salivanya kasar, "Aku hanya membela diriku." "Cih, pandai bersilat lidah." Aura hitam pekat langsung keluar dari tubuh Juna. Methalia seperti tercekik berada di satu ruangan dengan lelaki itu.  "Dengar, jangan pernah main - main denganku," ucap Juna dengan penuh penekanan.  Kaki Methalia mendadak lemas. Sebab, lelaki di depannya terlihat serius. Tubuhnya juga merespon dengan bergetar hebat.  Sangat menyeramkan....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD