Empat Belas

1230 Words
❤❤❤ Vania masih berjalan dari satu bangsal ke bangsal lain. Ia ditemani oleh seorang perawat bernama Nanda. Dan kini ia baru saja keluar dari bangsal kelas dua. Ia berbincang dengan perawat bangsal mengenai catatan medis beberapa pasien yang perlu didiskusikan. "Hah? Serius? Berapa hari katanya?" Sudah sangat biasa bagi Vania mendengar beberapa perawat yang bergosip di waktu senggang mereka. Jadi ia berusaha tutup telinga saja dan fokus dengan catatan di depannya. "Nggak tahu, sih. Biasanya kalau dinas gituan bisa satu sampai enam bulan," "Lama juga ya? Sendiri?" "Enggak lah. Sama Dokter Ruri sama Dokter Razak." "Lah, Dokter Vania nggak ikut?" Merasa namanya disebut, Vania pun refleks langsung memusatkan pandangannya ke arah dua perawat yang tengah bergosip itu. "Saya? Ikut ke mana?" bingungnya. "Ke Surabaya, Dok. Saya dengar Dokter Andrea, Dokter Ruri dan Dokter Razak akan dikirim dinas ke Surabaya," jelas salah seorang diantaranya. "Hah? Dokter Andrea siapa? Suami saya?" Pekik Vania kaget. Dua perawat itu mengangguk. Memang Andrea yang mana lagi? "Tapi anehnya, saya kok tidak menemukan list nama Anda, ya? Padahal katanya itu project pertukaran gitu, bisa sekitar setengah tahunan. Anda dan Dokter Andrea kan masih pengantin baru. Sayang aja kalau harus LDR se-lama itu. Nanti program dek bay juga bisa tertunda kalau kalian LDR," jawab perawat itu. Vania mendengus kesal. Benarkah Andrea akan di kirim ke Surabaya? Tapi kenapa suaminya itu tidak langsung menghubungi dan memberitahunya? Belim lagi soal .... bayi? Benar juga. Bisa-bisa makin lama ia dan Andrea menunggu hadirnya momongan kalau harus berhubungan jarak jauh Jakarta-Surabaya dalam waktu berbulan-bulan. Lima bulan ini saja, bagi Vania rasanya sangat lama untuk menantikan hadirnya buah hati. Masak iya harus tertunda lagi? Dan kenapa bisa dia tidak diikut sertakan dalam dinas itu? "Mungkin Pak Haical sengaja biar ada kesempatan buat PDKT," ceplos perawat yang satunya. "Iya. Ngebet banget ya dia sama Dokter Vania. Udah bersuami juga," jawab perawat yang sedari tadi menjawab pertanyaan Vania. "Ck, susah emang kalau jadi orang cantik, kaya, baik lagi. Jadi rebutan cogan. Andai aku yang gitu pasti-" "Ssstt... ngayal mulu, kamu!" Vania mengepalkan tangannya erat kemudian berjalan cepat keluar dari bangsal. Tidak hanya berjalan. Tapi wanita itu mulai berlari kecil ketika dadanya terasa semakin sesak. Yang ada dipikirannya kini hanya "Andrea". Ia harus menuntut penjelasan langsung dari mulut suaminya itu. Vania mengetuk pintu ruang kerja Andrea dan memanggilnya beberapa kali. Namun tidak ada sahutan. Ia pun melirik jam tangannya, dan tersadar jika ini masih memasuki jam kerja. Vania meraih handphonenya, ia mencari kontak sang suami lalu berusaha menghubunginya. Tidak ada jawaban. Pasti Andrea sengaja men-silent handphonenya. Vania pun membalikan badannya. Ia berjalan cepat memasuki satu persatu bangsal tempat Andrea visit biasanya. Ia juga bertanya pada setiap pegawai rumah sakit yang lewat. Dan akhirnya, ia mendapat jawaban yang cukup membantu. Seorang OB katanya baru saja berpapasan dengan Andrea di bangsal anak. "Mas Andrea!" Vania meneriakan nama itu sesaat setelah langkahnya terhenti di depan ruangan seorang pasien balita. Napasnya masih tak beraturan. Dan ia menatap dalam sang suami yang tengah sibuk memeriksa balita yang perempuan itu. Andrea melambaikan tangan, sebagai tanda agar Vania menunggunya beberapa saat. Tak dapat membantah, akhirnya Vania mengalah. Ia mengangguk dan segera keluar dari ruang rawat anak itu dan duduk di sebuah kursi panjang. Tak berselang lama, Andrea pun datang. Vania langsung berdiri ketika melihat suaminya itu telah menghampirinya. "Ini kan masih jam kerja, Vania. Kenapa kamu malah kesini?" tanya Andrea tajam. Pria itu memang tidak akan mentolerir ketidakdisiplinan orang, bahkan jika itu istrinya sendiri. "Kamu tahu kan, kamu itu dokter. Pekerjaan kamu bersangkutan sama nyawa banyak orang, jangan melakukan sesuatu sesuka kamu!" tegur Andrea keras. Vania menghela napas pasrah. Ia serasa kehilangan kata-katanya mendengar omongan keras suaminya. Ia tahu, Andrea pasti kecewa. Pria itu pasti marah melihat kedatangan Vania di tengah jam kerja. Tapi, ia benar-benar butuh penjelasan dari mulut Andrea tentang rencana dinas luar yang ia dengar dari beberapa perawat tadi. Mata wanita itu mulai memerah, dan bibirnya bergetar. Membuat hati Andrea ikut bergetar ketika melihatnya. 'Aku terlalu kasar ya?' batin pria itu penuh sesal. Selama ini Andrea memang sering merasa kurang mengerti Vania. Rasanya cukup sulit untuk dia dapat menyesuaikan diri dengan wanita itu. Apalagi setelah kepergian ayah mertuanya. Vania jadi cenderung sensitif dan sering murung seketika. Jadi ia merasa harus lebih berhati-hati dan menjaga ucapannya agar tidak menyakiti hati perempuan cantik itu. "Maaf," lirih Andrea sembari menatap sendu istrinya. "Ada apa kamu datang ke sini? Apa ada sesuatu yang penting?" tanyanya lembut. Bukannya menjawab, Vania malah langsung terisak. Ia menangis dengan volume cukup keras hingga beberapa orang mulai memperhatikan mereka. Andrea mulai risih dengan tatapan orang-orang. Ia ingin menegur Vania dan meminta Vania menghentikan tangisnya, tapi ia merasa tidak tega. Ingin sekali rasanya Andrea menarik istrinya itu ke dalam dekapannya. Memberinya sedikit ketenangan sebelum Vania memulai cerita. Tapi bagaimanapun juga ini tempat umum. Terlebih, ini bangsal anak, dimana pastinya banyak anak-anak di sekitarnya. "Hmmm... Van, ke taman yuk!" ajaknya masih dengan nada lembut. Tangannya tidak tahan untuk tidak terangkat dan membelai puncak kepala istrinya yang masih terisak itu. "Kamu kok nggak bilang kalau kamu mau pergi?" tanya Vania pada akhirnya. Belaian tangan Andrea di kepala Vania pun sontak terhenti. Andrea menatap pilu sang istri yang masih menangis seperti anak kecil yang mainannya direbut itu. "Kita bicarakan di ruanganku saja, ya? Ayo!" ajak Andrea. Namun Vania membalasnya dengan gelengan. "Ck, ayo Vania! Ini masih jam kerja. Jadi lebih baik kita selesaikan masalah ini secepatnya. Aku masih punya beberapa pasien," desak Andrea. Vania meringis mendengar ucapan Andrea. Ia merasa seakan dirinya tidak ada artinya bagi Andrea. Pria itu hanya terus memikirkan pekerjaannya saja. Tanpa ingin tahu betapa terlukanya Vania mendengar kabar rencana perpisahan mereka dari orang lain. "Aku mau pulang," ujar Vania seenaknya. "Ini masih jam kerja, Vania," balas Andrea mengingatkan. "Aku akan minta Dokter Metha menggantikanku hari ini. Pokoknya aku mau pulang!" kekeh Vania. Wanita itu memang keras kepala. Bahkan sampai ia lupa jika suaminya itu memiliki sifat yang tidak jauh beda dengannya. "Terserah. Pulanglah duluan! Aku akan di sini sampai pekerjaanku selesai." Jlebbb Hati Vania semakin meradang setelah Andrea melewatinya begitu saja. Seakan pria itu sama sekali tidak peduli dengan perasaannya saat ini. "Ada nggak sih sedikit aja di otak dia masalah lain selain soal kerjaan?" kesal Vania. Pada akhirnya, Vania tetap melanjutkan niatnya. Ia melangkahkan kakinya, masih dengan menahan kekesalan, ke ruangannya untuk mengambil tas dan segera pulang. Ia merasa ia tidak akan bisa fokus bekerja hari ini. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Katakanlah dia lebay. Tapi dia dan Andrea masih pengantin baru. Mereka pun hanya tinggal bertiga dengan seorang asisten rumah tangga. Belum lagi, selama hampir enam bulan ini Vania selalu bergantung pada Andrea. Apa ia sanggup berpisah dengan Andrea berbulan-bulan lamanya? Dan juga, kenapa Andrea tidak langsung mengabarinya tentang rencana pengirimannya ke Surabaya itu? Apakah lelaki itu sama sekali tidak membutuhkan pendapat Vania sebagai istrinya? Vania hanya dapat meneteskan air mata di sepanjang perjalanan pulang. Dan seperti yang ia katakan pada Andrea tadi, Vania mengirim pesan kepada Metha, salah satu rekan kerja Vania untuk menggantikannya visit ke beberapa pasien yang belum sempat ia tangani. 'Apa dia segitu gilanya sama pekerjaan sampai nggak mikirin soal perasaanku sama sekali? Apa aku sama sekali tidak penting baginya? Bahkan pendapatku saja tidak ia butuhkan. Padahal ini bukan hal sepele,' batin Vania miris. ❤❤❤ Bersambung .... Dedek bayinya tertunda (?) Kira-kura apa yang akan dilakukan Vania ya setelah ini? Jangan lupa follow ig @riskandria06 untuk tahu segala info seputar ceritaku, termasuk Devania 2 ini 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD