“Pak, masa nggak tahu sih kalau ada orang yang ninggalin anak kecil di depan rumah? CCTV juga nggak kelihatan.” Kai nyaris berteriak ketika Pak Sapto membawa seorang gadis kecil masuk ke dalam rumah. Gadis kecil dengan bola mata coklat yang sangat indah, rambut lurus sebahu serta senyum manis yang ditampakkan sangat jauh dari kesan ketakutan. Tangannya memeluk boneka dolpin berwarna biru.
“Maaf Tuan, tadi saya tinggal ke kamar mandi sebentar. Nah tahu-tahu anak ini sudah berdiri di depan gerbang. Saya lihat di CCTV juga anak ini datang sendirian. Saya tanya orang tuanya dimana, dia bilang daddy-nya ada di dalam rumah ini.” Jelas Sapto dengan wajah takut serta bingung.
“Siapa daddy yang di maksud sedangkan di sini cuma ada saya dan saya belum menikah, Pak.” ucap Kai frustrasi.
“Maaf, Tuan. Sebaiknya Tuan Kai jangan berteriak di hadapan anak kecil. Si Mbok nggak tega lihatnya,” ucap Mbok Rum sambil memegang Zoe.
“Maaf,” gumam Kai sambil memandang gadis kecil itu. “Nama kamu siapa?”
“Zoe Aliana,” jawabnya.
“Mama sama Papa kamu di mana?”
“Mommy pergi.”
“Papa?”
“Daddy katanya ada di rumah ini, namanya Daddy Kai,” jawab Zoe dengan polos.
“Hah?” Kai tercengang. Sejak kapan ia punya anak dan kapan ia pernah tidur dengan perempuan?
“Kai, jelaskan ini,” ucap Eryan dengan tatapan tajam.
“Zoe, sekarang Uncle tanya. Mommy kamu namanya siapa dan kalian tinggal di mana? Biar Uncle Ian yang mengantar Zoe pulang.” Kai berusaha bicara dengan tenang.
Zoe menggeleng, “Zoe mau tinggal di sini. Mau sama Daddy,” ucapnya sedih. Raut wajah ceria itu berubah murah hingga membuat Mbok Rum dan Pak Sapto iba. Bahkan Eryan juga tidak tega harus membawa Zoe pergi dari rumah ini.
Kai mencoba mengatur napas agar emosinya tidak meledak, “Tapi Uncle Kai bukan Daddy-nya Zoe. Uncle bahkan nggak tahu bagaimana wajah Mommy-nya Zoe. Makanya sekarang kasih tahu ya di mana kamu tinggal, biar bisa diantar pulang.”
Zoe tertunduk, “Ternyata kata Mommy benar, Daddy nggak pernah mau ketemu Zoe. Daddy nggak pernah sayang sama Zoe,” kini gadis kecil berusia 6 tahun itu menangis dengan sangat kencang.
Semua yang ada di sana panik bahkan bingung caranya membuat Zoe kembali tenang.
Kai merangkul Zoe yang terisak, “Oke, Zoe jangan nangis. Zoe boleh tinggal di sini sampai kapan pun. Tapi janji jangan nangis ya. Oke?” bujuk Kai panik.
Setelah bujuk rayu Kai, akhirnya Zoe berhasil tenang. Bahkan kini bocah itu sedang tidur akibat lelah menangis. Kini Kai sedang pusing memikirkan apa yang harus dilakukan terhadap bocah cantik itu. Tidak hanya Kai, bahkan kini Eryan harus memutar otak agar para media tidak tahu kalau artisnya telah memiliki seorang anak berusia 6 tahun.
“Kai, kamu ini selalu saja bikin pusing. Baru saja aku meredam gosip mengenai kedekatan kamu sama Helena, sekarang muncul lagi masalah baru. Kamu mau aku mati muda?” keluh Eryan yang duduk di sebelah Kai.
“Siapa yang muda? Umur sudah kepala 3 masih mengaku muda,” cibir Kai.
“Jangan mengalihkan pembicaraan. Sekarang ngaku, wanita mana yang kamu hamili sampai melahirkan Zoe?” cecar Eryan. “Kalau sekarang Zoe berumur 6 tahun, berarti kamu melakukannya saat berumur..” Eryan menghitung sejenak. “Umur 20 tahun?”
“Ian, waras sedikitlah. Umur segitu aku masih di Singapore dan aku nggak pernah sembarangan kalau berteman dengan wanita apalagi tidur bersama,” elak Kai.
“Siapa yang percaya, mungkin saja saat di Singapore kamu mabuk dan nggak sadar sudah bermain di ranjang dengan wanita.”
“Nggak, aku nggak pernah melakukan itu. Punyaku masih segel jangan nuduh sembarangan. Lagi pula aku tahu profesiku dan tidak mungkin aku bersikap gegabah menanam benih pada wanita sebelum menikah.”
“Tapi Zoe mirip sekali dengan kamu, Kai.”
Kai tidak memungkiri, wajah Zoe begitu mirip dengannya. Siapa pun yang melihat gadis kecil itu pasti membenarkan kalau dia adalah anak dari Kairo Tama Xander berumur 27 tahun, aktor sekaligus penyanyi ternama di Indonesia.
***
Kai tengah mengintip aktivitas yang dilakukan oleh Zoe sebelum tidur. Sudah hampir seminggu gadis kecil itu tinggal di rumah Kai. Namun karena kesibukan, ia jadi sangat jarang bisa menemui Zoe di rumah itu. Kali ini sepulang ia melakukan wawancara dengan salah satu stasiun tv, Kai menyempatkan diri pulang ke rumah. Biasanya ia akan memilih ke apartemen karena ia tidak sanggup jika mendengar Zoe memanggilnya daddy. Namun setelah mendengar cerita dari Mbok Rum kalau Zoe sering menangis di malam hari, hatinya menjadi tidak tega.
“Tuhan, Zoe senang bisa tinggal sama Daddy Kai. Tapi kayaknya Daddy nggak seneng deh. Soalnya Daddy Kai jarang pulang, kata Mbok Rum sih karena sibuk kerja.” Zoe terdiam sejenak, “Apa Daddy sengaja kerja terus biar nggak perlu pulang ke rumah?” begitulah doa yang diucapkan bocah manis itu sebelum tidurnya.
Seketika rasa bersalah menyerang Kai yang tengah berdiri di depan pintu kamar bocah itu. Bagaimana Zoe bisa berpikir kalau ia tidak senang dengan kehadirannya. Perlu diakui, ia memang masih terkejut dengan kemunculan Zoe dalam hidupnya, terlebih ia yakin Zoe bukan darah dagingnya. Tapi Kai juga tidak bisa mengabaikan bocah ini karena Zoe sama sekali tidak bersalah. Yang perlu disalahkan adalah orang tua atau lebih tepatnya ibu dari Zoe. Apa tujuannya menanamkan di pikiran bocah berusia 6 tahun ini bahwa ia adalah ayahnya. Terlebih kalau ayah dari bocah ini tidak mengharapkan kehadiran Zoe hingga membuat bocah ini merasa sedih.
Sejak kedatangan Zoe, Kai sudah meminta Eryan untuk menyelidiki asal usul Zoe. Namun, yang di dapat nihil. Nama yang diketahui sebagai wali Zoe telah pergi meninggalkan Indonesia dan keberadaannya tidak diketahui. Bahkan Kai sama sekali tidak tahu siapa wanita itu saat Eryan memberitahunya. Ia belum berani melakukan tes DNA karena takut jika ada yang berniat jahat kepadanya lalu membocorkan rahasia ini. Walaupun ia yakin dengan sangat kalau Zoe bukanlah anaknya tapi semakin frustrasilah Kai dalam menghadapi masalah ini. Bukan hanya menyangkut hidupnya tapi jika orang tahu ia harus menghadapi tuduhan publik kalau selama ini seorang Kai telah menghamili seorang wanita hingga memiliki anak.
Perlahan Kai membuka pintu kamar Zoe, lalu masuk dengan hati-hati. Kamar yang sudah didesain secantik mungkin agar Zoe nyaman karena Kai juga tidak berniat mengusir Zoe setelah mendengar tangis bocoh itu saat Kai ingin membawanya kembali pulang.
Dilihatnya Zoe sudah tertidur dengan wajah yang begitu tenang. Kai duduk di pinggir tempat tidur gadis kecil itu, membelai pucuk kepala dengan pelan agar Zoe tidak terbangun.
“Zoe, siapa kamu sebenarnya? Apa tujuan kamu datang ke hidupku?” gumam Kai pelan berharap Zoe tidak mendengar.