Sebuah Kamar dengan nuansa maskulin didasari warna hitam putih tertata rapi sesuai dengan pemiliknya yang sangat menyukai kerapian.
Sinar matahari masuk melalui jendela sebuah kamar yang menunjukkan bahwa hari tak lagi malam, namun tidak bagi sang pemilik kamar yang masih memejamkan mata, enggan untuk beranjak dari gulungan selimut putih.
Terlihat manusia itu tidak memakai atasan tampak seperti kebiasaannya kalau tidur. Namun tidak jika sosok wanita satu ini yang masuk ke kamarnya menggunakan atasan kaos putih dan celana Jeans hitam.
“Saur...saur...saur...” teriak Chantika sambil loncat ke tempat tidur Riefaldi dan mengoyak-goyangkan tempat tidurnya.
Ada untung memiliki badan gemuk itu. yah.. ini bisa membangunkan generasi negara pemalas macam Al, sekali loncat tempat tidurnya gerak kaya kena gempa bumi.
Namun Riefaldi sepertinya sudah hafal betul siapa yang membuat ulah, bukanya bangun dia malah menarik Chantika hingga sahabat perempuan-nya ini masuk ke dalam pelukannya.
“al bangun gak, ih sesak nih nggak bisa napas.. lepas nggak perlu peluk-peluk modus!!!” teriak Chantika tepat di depan d**a Riefaldi yang tidak menggunakan atasan.
Chantika terus mengerak-gerakan badanya, berusaha melepaskan diri meski badanya besar namun tenaganya kalah kuat dengan pria Yang saat ini sedang mendekapnya sangat erat “eummmh... berisik masih pagi” Riefaldi hanya menggeliat nggak jelas dengan bersuara serak khas orang bangun tidur namun masih pura-pura memejamkan mata
“sekali-kali mengerjai nih anak gak masalahkan.” batin Riefaldi. Namun susah payah dia meneguk ludah, karena posisi mereka saat ini.
“Ih Al aku hajar yah kamu Ngeselin banget sih... lepas... Nggak usah peluk-peluk!..RALGASTIAN"
Chantika sekali lagi teriak mencoba membangunkan sahabatnya, bukan tanpa alasan dia merasa tidak nyaman dengan posisinya ini, apalagi Chantika merasakan sesuatu yang hm.. menekan perutnya. Dia perempuan dewasa yang jelas tahu apa yang menekan perutnya itu.
Bahkan sekarang panggilan Chantika yang biasa memanggilnya "al" berubah dengan "Ralgastian" panggilan ini biasa dia sebut jika sudah dalam keadaan sebal pada tingkah laku sahabatnya ini.
Panggilan Ralgastian sendiri diberikan secara khusus oleh Chantika yang menyingkat nama Riefaldi putra Algastian menjadi Ralgastian.
“Hahah... Rasakan kamu! lagi banguni orang kaya mau ajak perang aja!!” Riefaldi melepas pelukannya dan tertawa terbahak-bahak melihat mukanya yang pucat dan berkeringat. Riefaldi juga takut melakukan hal yang di luar kendalinya jika terus memeluk Chantika.
"Ih Rese banget sih kamu! awas yah sini kamu" Chantika tak terima dikerjai seperti itu, niat yang ingin mengerjai sahabatnya malah dia yang dibikin sport jantung pagi-pagi gini. Chantika menyeringai jahil, mendekati Riefaldi dan menggelitik pinggangnya.
"Hahah... geli Cha, ampun-ampun!" rancau Riefaldi, dia sangat tau kelemahannya.
Chantika tertawa melihat Riefaldi yang sudah kewalahan menahan geli akibat ulahnya ini "Syukur, siapa suruh Ngeselin jadi orang!"
Riefaldi yang sudah tak tahan membalikkan posisi dan langsung menangkap Chantika, dia yang tak siap serangan balik dari sahabatnya itu langsung terbaring lagi atas ranjang, Riefaldi yang melihat Chantika telah di bawah kendalinya menggunakan kesempatan itu untuk memeluknya lagi dan dengan posisi yang sedikit bangun, miring menghadap Chantika
Mereka sama-sama terkunci pada pandangan mata masing-masing..
Chantika tanpa sadar yang memasang wajah tak siap malah menunjukkan senyum manisnya yang justru membuat Riefaldi salah fokus " gila kenapa Chantika jadi makin cantik gini sih" batin Ralgastian seiring dengan irama jantungnya yang makin tak karuan.
Riefaldi mendekatkan wajahnya perlahan dengan terus menatap mata indah Chantika. Jarak mereka yang Hanya 5 cm lagi, dan jika sedikit saja bergerak maka kedua bibir mereka bertemu.
Lain hal Chantika yang sudah mengetahui situasi yang tak baik bagi jantungnya saat Riefaldi makin dekat ke arahnya malah langsung memalingkan mukanya, dan mendorong Riefaldi.
Sontak Chantika bangun dari tempat tidur Riefaldi, merapikan bajunya yang berantakan. Dengan memasang wajah merajuk.
“Cepat mandi, aku udah siapin sarapan di bawah. Satu lagi Nggak Pakai lama ada yang mau aku bicarakan!”
Chantika berbalik badan, meninggalkan kamarnya.
"Hampir saja" batin Riefaldi
Dia tersenyum sendiri mengingat apa yang dia lakukan barusan.
Dia duduk masih diposisinya satu tangannya terangkat memijit kening dan menggelengkan kepalanya
“siap bos!” jawabku
Setelah setengah jam dia keluar dari kamar menuju ruang makan, di meja makan terlihat sepiring Omlet jamur dan daging serta kentang goreng dan segelas jus belimbing.
Riefaldi sangat suka apa pun yang dimasak oleh sahabatnya ini, beruntung Memilikinya sebagai sahabat. Siapa pun kelak yang pendampingnya pasti akan beruntung memiliki perempuan paket komplit dengan kesederhanaannya.
Sadar atau tidak Chantika memiliki senyum yang teramat manis, dia sendiri sering terpesona dengan senyumnya itu. Seperti sekarang dia tampak bersinar diantara kedua orang tua dan adiknya. Mereka memang sudah menganggap Chantika seperti anak perempuan keluarga ini, apalagi Momy-nya sangat ingin memiliki anak perempuan.
“pagi semua, kalian sudah sarapan rupanya.. aku ditinggal?” dia duduk di samping Chantika mereka tampak telah selesai sarapan dan sedang menikmati secangkir teh masing-masing.
“lagi kamu lama banget al, kamu kan tahu jika Chantika membuat sarapan kami tidak bisa bersabar untuk mencicipinya” saut daddy dan melirik ke arah Chantika.
Chantika tersenyum menanggapi daddy. “sudah-sudah lebih baik cepat kamu sarapan, kami sudah selesai. Chantika Momy duluan, kamu Momy tinggal tak apa?"
Momy memang setiap harinya membantu Daddy menjalani dan mengatur perusahaan, sebelum serah jabatan pindah ke tangan Riefaldi
“gak apa mam, Chantika juga ada bimbingan skripsi siang nanti. Jadi disini hanya sebentar” saut Chantika masih mempertahankan senyum manisnya.
Dia hanya mendengarkan mereka sambil menikmati sarapan ini yang jadi candunya, jika sudah Chantika yang memasaknya. selama in, bahkan dia belum pernah memiliki kekasih yang bisa masak selezat masakan sahabatnya ini.
Pintar masak adalah bonus bagi pria jika mendapatkan pendamping seperti itu, namun di jaman sekarang ini yang katanya jaman wanita modern, sulit mendapatkan wanita yang pintar masak meski cara masak dan resepnya mudah didapatkan dengan bantuan Google ditambah lagi banyak bumbu instan di pasaran tapi jika tidak ada kemauan dari diri sendiri memasak itu tampak sulit.
Setelah acara sarapan, Chantika menariknya ke taman belakang ruma. dia tampak serius. Karena mau membicarakan tentang kekasih yang baru Riefladi kenalkan seminggu lalu.
“ada apa sih Chantika, tumben kamu mau bicarakan soal pacarku?” karena penasaran Pria itu langsung bertanya setelah mendaratkan bokongnya diatas kursi santai di belakang halaman.
Chantika pun duduk di sampingnya sambil menatap tepat ke manik matanya, Sementara Riefaldi melihatnya yang tampak gelisah, marah dan kebingungan.
Baru kali ini dia melihat Chantika yang mau membicarakan tentang kehidupan percintaannya, biasanya dia tampak cuek dan masa bodo.
***
Chantika tampak ragu ingin membicarakan apa yang iya dengar dan tau tentang Debby si jalang kekasih Ralgastian.
“Begini ya al, kamu paling tau aku paling Nggak suka ikut campur urusan pribadi kamu kalau tidak terpaksa dan ada sesuatu yang penting”
“iya aku tahu, gak usah berbelit. Ada apa sih Chantika? Kamu gak biasanya kaya gini?” Riefaldi tak sabar ingin tahu ada apa dengan sahabatnya ini yang tampak gelisah.
“aku akan cerita kenyataan yang aku tahu tentang kekasih kamu itu, tapi kamu jangan marah sama aku" ada jeda sedikit dari bicaranya, dia meyakini dirinya.
Chantika menghembuskan napasnya kasar "setelah ini terserah kami mau percaya atau enggak, kamu boleh selidiki sendiri dan jangan dipotong selama aku cerita. Oke” lanjutnya, Chantika mengubah posisi duduknya menghadap Riefaldi, memandang wajahnya dan menatap tepat dibola matanya.
Riefaldi mengangguk “oke aku janji".
Sebelum mulai cerita Chantika menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya lagi
“Hm, kemarin aku menemani mamah belanja bulanan ketika aku ke toilet aku.. " Mengalirlah cerita dari bibir Chantika tentang apa yang dia dengar kemarin, terlihat jelas keterkejutan Riefaldi dan rahang sahabatnya itu mengeras dengan tatapan tajam menandakan amarah.
"--begitu ceritanya sekarang terserah kamu mau percaya atau enggak yang pasti aku mau kamu cari bukti aja dulu tentang apa yang aku dengar kemarin”
“aku percaya” hanya kata itu yang keluar dari bibir Al, beranjak dari duduknya, mengusap kepala Chantika sebentar dan melangkah pergi dari hadapan Chantika menuju garasi.
Chantika hanya bisa memandang kepergian sahabatnya itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
Bersambung...