Bab 1
"huftt.. hufttt"
Seorang gadis terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tersenggal-senggal dan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuh, ia memilih mendudukkan dirinya dan memijat pelan kepalanya yang terasa berat.
"Mimpi ini lagi, ini sudah yang keberapa kali?"
"Kali ini pun berakhir sama, ya?"
♪♪ ~ ♪♪ ~
Bersamaan dengan suara alarm yang memenuhi ruangan, jam sudah menunjukan pukul 07.43 pagi yang menandakan bahwa Ellisa harus segera bersiap untuk memulai aktivitasnya.
Ellisa POV :
Hai, aku Ellisa Breaker Lucya. Seorang gadis yang hidup sebatang kara, bertahan hidup dengan penghasilan dari berbagai pekerjaan sambilan, hidup dengan keadaan yang kekurangan hingga menyerah untuk melanjutkan pendidikan. Bagaimana dengan orang tuaku? Kemana mereka?
Ibuku telah meninggal 6 bulan yang lalu karena kanker otak yang menggerogotinya secara perlahan. Jujur saja, ingin rasanya aku mengajaknya untuk berobat ke rumah sakit, namun akibat adanya keterbatasan ekonomi, beliau menolak untuk memeriksakan keadaannya dan berakhir meninggal bersama penyakit sialan itu tanpa mengizinkan anaknya berusaha sedikitpun. Ayahku sendiri.. Hanya seorang b******n, pecandu berat miras, seorang paruh baya yang gemar berjudi dan berhutang kesana kemari.
"Ah.. Memikirkannya hanya membuatku semakin sakit kepala"
"ASTAGA! SUDAH JAM SEGINI, AKU HARUS SEGERA PERGI", aku melihat jam tangan usang yang bertengger manis di pergelangan tangan kiri ku. Jam itu menunjukan bahwa saat ini sudah pukul 08.25, aku segera bergegas memakai sepatuku dan menuju tempat kerja.
_____________________________
"ELLISA!", aku mendengar seseorang meneriakan namaku dengan suara beratnya. Aku melihat sekitar, mengedarkan pandanganku mencari keberadaannya. KETEMU! Aku melihat seorang pria berusia berusia kisaran 25 tahun mendekat kearahku,
"Kamu telat, Ellisa. Pukul berapa ini?", tanyanya setelah berdiri tepat di hadapanku. Mendengar pertanyaan itu, aku segera meminta maaf dengan menundukkan kepalaku tidak enak hati,
"Maaf, pak. Kedepannya saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi", tidak ada jawaban. Aku menunggu,
1 detik, 2 detik, 3 detik, 4 detik.. waktu terus berjalan, namun tak kunjung ada jawaban. Karena hal itu, aku akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri mendongakan kepalaku melihat ekspresi pak Edy, atasanku itu. Ia menatap ke arahku, beberapa saat kemudian aku bisa dengan jelas melihat ia membuang nafas berat lalu berkata,
"Sudahlah, lagi pula ini pertama kalinya kamu telat kan? Jadi kali ini bisa saya tolerir, lain kali tolong jangan telat lagi", mendengan pernyataan itu aku langsung menganggukan kepalaku dan menyetujuinnya.
"Baik, pak. Terima kasih atas perngertian Anda",
"Ya. Alangkah baiknya kamu segera bersiap untuk bekerja, Ellisa".
"Ya, pak. Saya akan segera bersiap", beliau menganggukan kepalanya sebagai jawaban, melihat itu aku langsung melenggang pergi dan bersiap untuk bekerja.
Ah.. Jika kalian penasaran, aku melakukan beberapa pekerjaan dalam sehari, seperti menjadi waiter, kasir, sebagai part timer di mini market atau sekedar mencuci piring di suatu rumah makan.
Betapa lelahnya harus bangun sepagi ini untuk mengerjakan pekerjaan dengan bayaran yang minim, tapi apa yang bisa ku lakukan? Jika ingin terus bertahan hidup, tentu kita membutuhkan biaya yang artinya kita membutuhkan uang, jika butuh uang maka kita harus bekerja. Bagi seorang gadis berusia 18 tahun yang bahkan tidak bisa menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja akan lebih sulit untuk menemukan pekerjaan dan penghasilan yang 'layak', tidak ada pilihan untuk itu. Bukankah itu hal yang sudah jelas?
Lagi pula itu memang sudah keseharianku. Bangun pagi, lalu bekerja hingga larut malam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menghabiskan waktu pada masa mudaku dengan bekerja sepanjang hari tanpa bisa menikmati 'indahnya' kehidupan di dunia ini dengan bersantai dan perasaan yang bahagia.
"Apa aku bisa merasakan hal seperti itu? Bukankah itu tidak mungkin?"
Semuanya terasa sangat melelahkan, entah apa yang salah, apakah dunia yang salah? manusia? kehidupan ini? kebutuhan? takdir? Tuhan? pekerjaan? uang? atau masalahnya ada pada diriku? entahlah.. namun akhir-akhir ini terasa cukup 'bahagia' dan aku bersyukur akan hal itu.
•••
Pada pukul 23.50 Ellisa selesai mengerjakan pekerjaan terakhirnya, ia keluar dari mini market dimana dirinya bekerja. Menatap langit pada malam itu yang kosong dan gelap, tidak ada bintang. Bahkan menjadi bulan pun tidak mudah, seorang diri di atas sana bersama dengan sinarnya. Mengambil nafas dalam-dalam dengan mata terpejam merasakan angin malam yang cukup dingin, lalu menghembukan nafas berat lewat mulutnya,
"Hah.. Kerja bagus untuk hari ini, mari kita segera pulang dan kembali pada mimpi indah itu.. Ughh, apa itu bisa disebut sebagai mimpi indah? Setelah melihat orang terbunuh berkali-kali seperti itu?", ia menggelengkan kepalanya pelan, melangkahkan kakinya dengan semangat untuk pulang, "Entah itu mimpi indah atau buruk, setidaknya di sana terlihat lebih baik dari kehidupanku di sini. Tentu saja, apa yang lebih penting dari hal itu? Ini hanyalah sebuah mimpi, jadi mari kita kesampingkan masalah itu dan segera pulang!", dengan bibir yang tak henti-hentinya tersenyum riang, ia menunggu lampu yang berada di depannya berganti warna menjadi hijau.
Setelah memastikan kanan dan kirinya aman, ia akhirnya melangkahkan kaki itu ke arah jalanan yang cukup sepi. Dirinya tak sabar untuk merebahkan tubuhnya yang sudah amat lelah itu, namun tanpa disangka-sangka ada sebuah bus yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi ke arahnya. Terlambat. Ellisa tak sempat menghindari hantaman bus tersebut.
•••
"Ughh, sakit. Tunggu, apa aku mengalami kecelakaan?? Atau itu hanya mimpi?? Tapi kenapa aku tidak bisa melihat apa pun? Apa indra penglihatanku hilang?! JANGAN BILANG AKU SUDAH MATI?? dalam keadaan buta(?) apa itu mungkin?", panik. Dia bingung harus bereaksi seperti apa.
"Bukankah kita akan kembali utuh ketika berada di akhirat? Berarti aku masih hidup? Tapi di mana ini??", pikirannya terus berkecamuk, rasanya ia ingin menangis saja..
"Ooaaaa.. (mamaaaa)",
"EH??? BARUSAN ITU APA??", herannya
"OOOAAAAAAA!! (HUAA APA INII??)",
Tap.. tap.. tapp..
"Aduh, nonaa. Kenapa Anda menangis seperti inii??", suara lembut seorang wanita menyapa indra pendengarannya
"SUARA SIAPA ITU?? KENAPA TERDENGAR FAMILIAR???", aku berusaha untuk membuka mataku perlahan, samar-samar aku melihat seorang wanita yang masih terbilang muda sedang menatap ke arahku dengan tatapan khawatir.
"Tunggu.. BUKANKAH INI??",