Akhirnya, langit kembali berwarna biru cerah, namun, kenapa perasaanku tidak enak.
"Sekarang, tunjukkan pada kami kekuatanmu, Biola."
DEG!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sebenarnya aku masih belum siap memiliki kekuatan sihir seperti mereka, karena aku khawatir jika kemampuanku belum cukup untuk mengendalikannya, seperti apa yang Diana alami sekarang. Semoga saja aku mampu mengendalikannya, baiklah, kutelan batu itu secara perlahan dan glek!
Penglihatanku tiba-tiba rabun dan kembali seperti semula, namun ada yang aneh didalam tubuhku, aku merasakan sesuatu yang bergerak. Bergerak sangat cepat.
Apa ini?!
"KYAAAAAAAAA!!! BIOLA! TUMBUH SAYAP DIPUNGGUNGMU!" Lavender menjerit histeris memandang sayap dipunggungku.
Aku juga merasakannya. Aku merasa, sayap itu adalah bagian dari tubuhku, kenapa bisa seperti ini, tunggu dulu, rambutku memutih?
Warna rambutku yang awalnya merah kini memutih, ini aneh, aku tidak suka warna putih. Kupandang Ferli, Tasya, Lavender dan Bella yang sepertinya sama terkejutnya melihat perubahan cepat dari tubuhku ini.
"ASTAGA!" Tasya melengking, aku kaget mendengarnya.
"Tolong katakan, ada apa dengan tubuhku ini, kenapa diriku bisa seperti ini?" Pertanyaanku langsung dijawab oleh Ferli dengan wajah kagum.
"Ak-aku tidak mampu mengatakannya, ta-tapi, menurut data yang kudapat, dirimu kini menjadi seorang Princess."
Princess?
"Tidak! Menurutku dia lebih cocok disebut sebagai bidadari? Iyakan Tasya?" Kata Lavender dengan mengerlingkan mata pada Tasya.
"Kau salah, dia bukan seorang Bidadari, Biola telah menelan batu yang berbahaya, dia sudah menjadi seorang Princess!" Jawaban Tasya tidak memperindah suasana, malah semakin membuatku, Lavender dan Bella mengernyitkan dahi heran.
"Kenapa kau sebut batu yang ditelan Biola berbahaya? Memangnya kenapa?" Tasya menoleh pada Bella mendengar pertanyaannya.
"Tentu saja berbahaya, batu itu adalah satu-satunya batu yang dapat membuatmu menjadi pemimpin di Pandora! Nama batu itu adalah Quissta, kenapa kau dapat memimpin suatu Negeri karena menelan batu itu? Itu karena sihir yang akan kau kuasai yaitu sihir Armageza, suatu sihir yang dapat memanggil Dewa-Dewi, Leluhur kami, dan orang yang sudah meninggal. Banyak sekali orang-orang yang ingin berlomba-lomba demi mendapatkan satu Quissta, tetapi gagal, karena batu itu hanya dapat ditemukan oleh manusia berjiwa lembut." Aku terkejut mendengar penjelasan dari Tasya, lalu kedua mataku melirik Diana yang sedang terlelap direrumputan dengan Sania duduk disampingnya.
"Pemimpin? Mana mungkin? Aku tidak mempunyai nyali untuk memimpin Negeri ini, lagi pula, yang menemukan batu itu bukan diriku, melainkan Diana." Jawabanku hanya dibalas oleh senyuman getir Tasya.
"Itu artinya Diana mempunyai jiwa yang sangat lembut, selembut sutra. Walau kau bukan penemunya, bukan berarti kau tidak berhak menelannya. Biola, ini sudah menjadi takdirmu, cepat atau lambat keberadaanmu akan ditemukan dan akan dicari, maka dari itu, sebaiknya kau harus siap menerima hal itu. Dan jika kau sudah siap, kau akan mendapatkan teman sesama Princess di singgasanamu nanti, kau pasti akan senang." Tidak, aku sedikit tidak suka mendengar kalimat terakhir dari Tasya.
"Kalau begitu, akan ku rubah yang namanya takdir dengan kekuatanku! Kau kira aku akan senang mempunyai teman sesama Princess? aku lebih suka berteman dengan Bella, Diana, Lavender, Sania, Rio, Olivia, Melinda, Zack, Ferli, Nori, paman Lee, bahkan semua orang! Aku tidak suka kata teman dipermainkan! Teman merupakan hal yang paling penting dihidupku! Mereka, para Princess, bukanlah temanku!"
Hening sesaat, Tasya, Lavender, Bella, Sania bahkan Ferli terkejut mendengar perkataanku.
GREB!
Bella langsung memelukku, aku tidak percaya ini, lalu dia berkata dengan nafas yang menderu dileherku. "Kau benar, aku setuju denganmu, takdir bisa di rubah! Walau kau harus mati sekalipun! Dan juga, aku senang mendengar kau lebih suka berteman dengan kami, bahkan keempat adik Rio pun kau sebut, kau tahu, itu terdengar sangat lembut."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"CUKUP DRAMANYA! SEKARANG, TUNJUKKAN KEKUATANMU, PRINCESS BIOLA." Teriakan Ferli membuat Bella melepas pelukannya dan menjauhiku. Mereka semua memandangku dengan penasaran.
"Bagaimana caranya aku memanggil mereka?" Pertanyaanku cukup membuat mereka semua memasang wajah sebal.
"Terserah, apapun gayamu untuk memanggil mereka, pasti berhasil!" Jawaban Lavender membuatku tersenyum tipis. Baiklah, dengarkan ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku, Biola Margareth, seorang Manusia berdosa, memanggilmu, LELUHUR SIHIR!"
PRANG!
Sungguh, aku terkejut melihat seseorang yang tiba-tiba muncul dihadapanku. Dia seorang Wanita berparas cantik, berambut pink, dengan mutiara tertanam didahinya, senyuman terukir diwajahnya, lalu dengan lembut dia mengusap rambut putihku. "Aku sudah menduganya, kau pasti memanggilku, Biola Margareth."
Dia mengetahui namaku, dan gaya bahasanya seolah-olah dia sudah mengenalku, aku terkejut setengah mati. Dengan mulut gemetar, aku menjawab. "Anda, tahu namaku?" Dia tersenyum lagi mendengarnya.
"Mana mungkin aku lupa pada putriku sendiri?"
DEG!
"APA!" Lavender menjerit, Bella langsung menjitaknya untuk diam, lalu dia menoleh pada mereka berdua.
"Aku tahu itu pasti kalian, Ratu Zodiak, dan Ratu Seluruh Hewan."
Ratu?
"Kami bukan seorang Ratu, maaf." Ucapan Bella membuat dia terkikik.
"Tentu saja bukan, kalian masih dalam tahap awal sampai kalian menemukan jati diri yang sebenarnya."
"Kenapa anda dapat mengatakan kalau aku adalah putrimu?" Dia kembali menatapku.
"Panggil aku seperti seseorang yang pantas kau panggil, Biola."
Apakah dia menginginkanku untuk memanggilnya Ibu? Aku masih belum percaya, kalau dia Ibuku, lalu kenapa aku dapat terlahir diantara kedua orangtuaku.
"Itu karena aku menitipkannya pada mereka, aku juga berpesan pada mereka untuk menganggapmu sebagai anak sendiri, ya aku mengenalnya, Jonathan Jenario dan istrinya, Maria Ormey. Mereka adalah manusia lembut yang pernah kutemui."
"Ja-jadi?" Lavender tergagap, Bella kembali menjitaknya, bahkan kali ini lebih keras.
"Karena aku disini sebagai kekuatanmu, akan kutunjukkan padamu." Kemudian dia berjalan menuju Diana, Sania terkejut lalu berdiri, namun wanita asing itu berjongkok menatap sahabatku yang terlelap.
BANG!
Tiba-tiba ledakan muncul ditempatnya, aku mencoba kesana, namun tubuhku sulit dikendalikan. Apakah Diana baik-baik saja?
"AAAAAAAAAH!" Aku mendengarnya, Diana menjerit, kepulan asap tebal membuatku tidak bisa melihat apa yang dilakukannya pada Diana.
Dengan indahnya, dia keluar dari kumpulan debu, Diana disisinya, berdiri tegak dengan senyuman. "Biola!" Diana berlari dan memelukku.
"Ada apa?"
"Maafkan aku...aku selalu membuatmu kerepotan, aku sangat lemah, bahkan aku tidak dapat mengendalikan kekuatanku sendiri, betapa bodohnya diriku. Tetapi berkat bisikkannya, aku dapat bangkit dari keputusasaan."
.
.
.
"Kekuatanku yaitu seluruh sihir, aku dapat menggunakan sihir apapun, namun yang kutunjukkan hanyalah bisikan penyemangat. Bukan sihir, tapi bisa juga disebut sihir, karena dapat mengubah jalan hidup seseorang, dan aku juga akan memberitahukan pada kalian bahwa sihir lahir dari cinta. Cinta, suatu perasaan yang dapat membuatmu bahagia, dan karena itulah, sihir lahir. Banyak sekali generasi-generasi sebelumnya yang menyebutkan bahwa sihir lahir karena kegelapan, itu adalah kekeliruan yang fatal, cinta lebih mendominasi terhadap kekuatan sihir. Dan namaku adalah Elsa Margareth. Biola, Ibu pulang, jaga dirimu baik-baik, makan yang banyak, bertemanlah dengan orang-orang berjiwa lembut, jangan begadang, Berjuanglah demi kebenaran, keadilan, dan kedamaian. Jagalah juga teman-temanmu."
Dengan hembusan angin yang maha dahsyat, langit terbelah menjadi sebuah lingkaran bulat bercahaya terang, lalu Ibuku melayang dengan anggun dan tertelan oleh cahaya terang itu.
Dalam waktu lima menit, hal itu berakhir menjadi seperti semula.
Apakah dia benar Ibuku?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"MENAKJUBKAN!" Ferli terperangah menatapku dengan mata berkaca-kaca.
"Biola, aku masih tidak percaya kalau kau adalah putri dari Elsa?" Lavender terheran-heran.
"Masa bodoh! Aku sangat bangga padamu, Biola!" Bella menunjukkan cengiran lebar padaku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kami juga bersedia menjadi temanmu, Biola." Tiba-tiba aku mendengar suara lembut Olivia.
Dan itu benar, bukan hanya Olivia, bahkan Melinda, Nori, dan Zack hadir didekatnya, mereka semua berdiri dibawah pohon sakura yang rindang. Lalu, Olivia berjalan pelan mendekatiku.
"JANGAN BERANI-BERANINYA KA-" Tiba-tiba kata-kata Lavender terpotong setelah Olivia memeluk erat tubuhku disertai isakan tangis.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku menyesal, aku sungguh menyesal..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mendengar hal itu, kedua sayapku terbuka lebar. Aku tersenyum dan berkata. "Itu bukanlah kesalahanmu, Olivia, tapi itu memang kewajibanmu untuk menguji kemampuan kami, bukankah Games kematian itu hanyalah permainan? Jadi kami anggap perlakuanmu dan ketiga adikmu itu hanyalah main-main saja."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kau adalah seekor tikus yang indah." Ucap Nori dengan senyuman.
"Manusia sempurna." Melinda menampilkan wajah lembutnya.
"Istri yang baik."
BLETAK!
Melinda langsung menjitak kepala Zack mendengar ucapannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Apakah kehadiran kami mengganggu? Wahai para Barbie?"
Tiba-tiba aku mendengar suara tawaan para gadis dari arah selatan, ternyata benar, mereka semua tersenyum sinis kearahku dan matanya menampilkan kekejian. Melihat hal itu, Olivia melepas pelukannya, dan tersenyum cantik kearah kumpulan gadis itu.
"Untuk menghapus kesalahanku dan ketiga adikku, biarkan kami membelai mereka, Biola."
"Membelai? Ha ha ha!" Para gadis itu mencibir Olivia.
"Adik-adikku tersayang, mari kita belai dengan sedikit kelembutan, dan peluklah mereka satu-persatu dengan cinta." Mendengar apa yang dikatakan Kakaknya, Melinda, Nori dan Zack tersenyum kejam.
Sementara diriku, Lavender, Diana, Bella, Sania, Tasya dan Ferli terkejut mendengarnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.