"Diana...aku katakan padamu sebagai diriku sendiri. Aku sungguh menyesal...aku sangat menyesal karena telah membuatmu marah. Aku tahu kau kesal padaku karena aku tidak pernah percaya terhadap kemampuanmu. Aku tidak pernah menggunakanmu karena aku tidak mau melukai orang lain, tapi sebenarnya kamu hanya ingin...menolongku bukan. Kamu ingin menunjukkan pada Biola, Bella, dan Lavender bahwa diriku...bisa lebih baik dari mereka karena kamu ada di dalam diriku. Aku menyayangimu sebagai diriku sendiri. Maafkan aku...karena tidak pernah membuatmu bahagia. Hari ini dan seterusnya aku akan percaya pada diriku sendiri karena kehadiranmu. Aku akan tunjukkan pada mereka kalau seekor babi pun bisa mengalahkan seekor Raja singa. Aku berjanji...padamu."
Akhirnya aku telah melepaskan semuanya, air mataku membasahi pundaknya, dan aku juga merasakan kalau pundakku juga basah. Apa dia menangis. Pundakku benar-benar basah sekarang. Kedua tangannya begitu kencang memelukku, tubuhnya berguncang. Suara isakan terdengar dari dirinya.
"KAU MEMANG LEMAH...KAU SANGAT BODOH...TAPI KAU SANGAT KUAT...KU MOHON DIANA...PERCAYA DIRILAH!"
Mendengar jawabannya dengan bentakkan sekaligus isakan tangis aku tersenyum. Aku terus memeluknya, aku tidak mau melepaskannya. Air mataku terus menetes begitu juga dengannya.
.
.
.
.
Kresssss...
Apa ini, aku merasakan kalau tubuhnya menjadi butiran-butiran debu yang melayang. Itu nyata, tubuhnya perlahan-lahan terkikis menjadi debu. Aku langsung melepaskan pelukan ini dan menatap wajahnya.
Kini wajahnya tidak menyeramkan seperti sebelumnya melainkan seperti diriku. Dia sudah seperti diriku yang sebenarnya. Lalu aku mengusap pipinya yang basah.
"Percayalah...aku tidak akan mengecewakanmu, jangan bersedih lagi..Diana." Perlahan-lahan dia menegakkan kepalanya dan menatapku.
"Penderitaan membuat seseorang menjadi kuat. Teruslah melangkah, percayalah pada dirimu sendiri. Lindungilah teman-temanmu yang kau sayangi. Bunuhlah siapapun yang berani menyakiti teman-temanmu. Aku akan melihat perkembanganmu, jangan mengecewakanku lagi, Diana." Aku tersenyum mendengarnya, kini dia telah mengatakan sesuatu yang begitu indah. Aku terus mengusap pipinya.
Ketika seluruh tubuhnya terkikis menjadi debu yang melayang-layang terbawa angin, aku tersenyum senang. Kedua mataku terus memandang butiran debu itu yang pergi terombang-ambing karena angin. Aku masih mengingat senyumannya.
Aku masih mengingat kata-katanya.
Aku akan melihat perkembanganmu, jangan mengecewakanku lagi, Diana.
.
.
.
.
.
Akan kutunjukkan pada mereka kalau diriku berguna.
Setelah semuanya terasa hening, hanya suara air terjun saja yang tetap ada, aku mendengar teriakan dari Bella dan suaranya sangat dekat.
GREB!
Bella memelukku, dia juga menangis. Tapi kenapa, apakah mereka telah menonton kejadian barusan. Aku merasa kalau pertemuanku dengan sosok gelapku hanya diriku saja yang dapat melihatnya, tapi mengapa Bella menangis.
"Selamat. Kau berhasil mengalahkannya, Diana. Kau hebat!" Dia memelukku dari belakang. Aku terharu mendengarnya.
"Terima kasih, Bella."
.
.
.
.
Biola Margareth P.O.V
Setelah menonton perpisahan Diana dengan sisi gelapnya, air mataku mengalir. Sungguh, aku tidak menyangka kalau selama ini, Diana tertekan dengan hidupnya. Aku bersama Lavender dan Rio menghampiri Diana yang tengah di peluk oleh Bella dari belakang.
"Diana, kau berhasil!" ucapku dengan senyuman paksa, sebenarnya Aku juga ingin memeluknya dan menangis di tubuhnya seperti Bella. Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Diana tersenyum mendengar ucapanku.
Lavender menatap kagum pada Diana, sementara Rio terlihat sedang menghembuskan nafas sambil tersenyum, dia masih terlihat normal seperti sebelumnya.
"Oke. Cukup untuk adegan pelukan-pelukannya, semuanya telah berakhir! Sekarang giliranmu Bella!" Lavender langsung menarik paksa Bella untuk melepaskan pelukannya pada Diana.
BLETAK!
Lavender kesal karena dirinya tiba-tiba di jitak oleh Bella. Tidak suka, dia melakukan hal yang sama pada Bella.
BLETAK!
"Tidak ada waktu lagi, cepatlah mulai, Tomboy!"
.
.
.
.
Gabrella P.O.V
Sungguh menjengkelkan ketika Lavender menarik paksa diriku yang sedang memeluk tubuh Diana. Padahal aku hanya ingin mengekspresikan pada Diana bahwa aku mengaguminya.
"Baiklah, aku akan kesana! Apapun yang terjadi, jangan pernah kalian lihat apa yang ku lakukan pada sosok gelapku! Aku tidak mengizinkan kalian memandangku! Mengerti!" Lavender memutarkan bola matanya kesal dan berkata.
"Lagi pula, siapa yang sudi melihatmu? Sudahlah! Cepat duduk di batu itu!"
Aku berjalan pelan dan duduk dengan gaya khasku di atas batu besar tersebut. Aku menunggu apa yang akan terjadi padaku sekarang. Apakah sisi gelapku mempunyai sifat yang sama denganku atau sebaliknya. Tapi aku tidak mempedulikannya, yang lebih penting adalah cara untuk mengalahkannya. ya, itulah yang ada di pikiranku sekarang, aku tidak mungkin mengalahkannya seperti apa yang di lakukan Diana. Aku harus tampil berbeda karena aku bukanlah Diana, tapi Bella. Aku tidak mau di samakan dengan siapapun. Inilah diriku.
"Hellow! Mainan!"
DEG!!
Aku merasakan dan mendengar seseorang berada tepat di belakang tubuhku. Setelah secara perlahan-lahan aku menoleh. Wanita yang memiliki rupa seperti diriku tersenyum manis padaku. Aku terkejut bukan main. Aku langsung bangkit dan menatap wajahnya tajam.
"Siapa kau! Berani-beraninya tersenyum padaku! Tidak ada yang lucu!" Aku berteriak kencang, tapi wajahnya terus menerus tersenyum padaku. Kurang ajar. Lagi pula, diriku jarang menampilkan senyuman menjijikan itu. Dia sudah mempermalukanku.
"Dengar ya, Mainan! Aku disini sebagai Sisi Gelapmu. Apakah kau tahu, aku tersenyum karena gayamu seperti lelaki, aku tidak suka kau memiliki gaya seorang Pria, dan karena itulah, aku muncul disini, untuk mengubahmu menjadi sepertiku!"
Nada bicaranya mirip seperti Lavender, kurang ajar. Kenapa dia mirip sekali dengan Lavender.
"Dan asal kau tahu, aku juga disini ingin menuntut hakku sebagai salah satu dari dirimu, bahwa aku ingin kau menjadi lebih feminim, Sayang?" Menjijikan sekali mendengar kata-katanya.
"Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menjadi sepertimu! Kau sangat menjijikan!"
BRAK!!
Wow, batu yang tengah ku pijakki langsung di pukulnya sampai hancur, ku kira dia lemah, tapi dugaanku meleset.
Aku menginjak serpihan-serpihan batu dan mengepalkan tangan. Aku tidak suka ini. Aku tidak suka di perintah-perintah. Tidak ada yang berhak merubah sifat seseorang bahkan diriku sendiri.
"Hey Mainan! Aku juga bawa sesuatu untukmu lho? Mau lihat?" Dia merogohkan tangan kanannya ke saku bajunya dan mengeluarkan sebuah alat make up. Tidak. Itu terlalu mengerikan.
"Maukah kau tampil lebih cantik lagi? Gabrella?" Dia mendekatiku, senyuman masih terlukis indah di wajahnya, namun sayangnya aku benci hal itu. Aku melangkah mundur. Aku tidak ingin menyentuhnya, karena dia begitu menjijikan.
"k*****t! JANGAN MENDEKATIKU! PERGI KAU!" Aku tidak tahan lagi dengan perlakuannya yang sedikit memaksa. Ini sungguh menjijikan. Menjijikan sekali.
Lalu dia berhenti, menatapku dengan tatapan kosong. Kenapa dengan dirinya. "Ah, aku lupa, sebaiknya ku tata saja rambutmu agar lebih cantik, benarkan sayang?" Dia membuang peralatan make up ke sembarang arah dan mengeluarkan sebuah gunting dari saku bajunya. Lalu dengan senyuman manis dia berkata. "Bagaimana kalau kubotaki saja rambutmu?"
DEG!!