KEJUTAN

2134 Words
Sore ini Shafa memutuskan untuk bekerja hingga malam. Selama cafe di buka, Shafa sama sekali belum pernah bekerja hingga cafe di tutup. Shafa selalu pulang pukul 16.00. itu karena Syarat yang di ajukan Adrian untuk memulai usaha ini. tapi kali ini Shafa ingin bekerja full time. Shafa akan bekerja hingga pukul 22.00. terdengar suara ponsel berdering, Shafa mengambil ponsel nya di atas meja. Tertera nama Rico sedang memanggil. Shafa menggeser tombol ke arah warna hijau. Me : “Hallo Rico ada apa?” Rico : “Hallo nona, apakah anda sekarang ada waktu?” Me : “Kenapa ?” Rico : “ Saya harap nona segera pulang ke mansion.” Me : “Memangnya ada apa Rico?” Rico : “ Anda segeralah bersiap, anda akan di ajak ke suatu tempat.” Me : “Kemana itu? Apakah menghadiri pesta lagi?” Rico : “ Nanti anda akan segera tahu nona” Rico menutup panggilan telepon tanpa persetujuan Shafa. Shafa mendengus kesal karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban seperti yang di inginkan. Dengan langkah gontai, Shafa keluar cafe yang di sambut oleh Reza serta Iwan yang sudah kembali bertugas seperti biasa. “Reza,,Iwan,,, Kalian sudah baikan?” Shafa bertanya dengan sedikit khawatir. Pasalnya tadi pagi mereka berdua belum bertugas. Selama cuti, tugas Reza dan Iwan di gantikan oleh pengawal lain. “Kami sudah lebih baik nona.” Reza menjawab pertanyaan Shafa. “Benarkah? Kalian tidak bohong kan?” “Itu benar nona. Kami tidak berbohong.” Iwan menyahuti “Kalau masih sakit, mari kita ke rumah sakit. Kita periksa luka kalian.” “Tidak perlu nona. Kami pria kuat. Hanya luka kecil tidak akan membuat kami mati.” Gurau Reza. “Baiklah kalau kalian tidak mau. Mari kita kembali.” Shafa mengajak mereka segera kembali ke mansion. Di tengah perjalanan, Iwan membelokkan mobil ke arah yang berlainan. “Wan,,, ini kan bukan jalan menuju mansion?” Shafa bertanya karena arah jalan yang berbeda dari biasanya “Nona tidak perlu khawatir, kami hanya menjalankan tugas nona.” Shafa mengernyitkan dahi tidak mengerti apa yang mereka maksud. Mobil yang di tumpangi Shafa tiba tiba berhenti di tengah jalan. “Ada apa ini? kenapa mobilnya berhenti?” Shafa kebingungan serta ketakutan. “Anda jangan takut nona. Kami akan selalu ada di sini bersama nona. Percayalah.”Reza berusaha menenangkan Shafa. “Apa jaminannya kalau aku akan baik baik saja.?” Shafa benar benar takut kalau Reza serta Iwan berhianat. “Peganglah senjata ini nona. Kalau sampai ada yang macam macam, nona tembak siapapun yang menyakiti anda.” Reza menyerahkan sebuah pistol ke tangan Shafa. Shafa memegang pistol tersebut dengan gemetar. Jangankan memegang pistol, melihat langsung saja Shafa belum pernah. Shafa hanya pernah melihat bentuk pistol saat ia nonton film action di layar televisi. “Peganglah yang erat nona.” Reza membimbing tangan Shafa yang bergetar. “Sebenarnya kita akan kemana?” Shafa masih saja ingin tahu arah tujuan mereka. “Anda akan segera tahu nanti nona.” Iwan Seprti memberi teka teki kepada Shafa. Banyak sekali pohon berjajar di kanan kiri jalan. Juga tebing yang curam di salah satu sisi jalan. Jalanan ini seperti menuju ke gunung. Berliku liku, naik turun di setiap tikungan. Udara sangat terasa sejuk dan dingin. Panorama yang memanjakan setiap mata memandang. Tiga puluh menit perjalanan, kini mereka bertiga hampir sampai di tujuan. Iwan menghentikan laju mobil. Dan menyerahkan selembar kain hitam kepada Reza. “Maafkan kami nona, kami berjanji tidak akan kasar dan menyakiti nona.” Reza mengambil pistol yang ada di genggaman Shafa dan melemparnya ke arah Iwan. Reza memegangi kedua tangan Shafa dan mengikatnya dengan kain hitam. Iwan menoleh, dan segera menutup mata Shafa dengan kain hitam yang lain. Shafa menangis ketakutan, tidak percaya akan apa yang terjadi padanya lagi. “Saya mohon nona, tenanglah, jangan takut.” Reza berusaha membuat Shafa tenang. “Bagaimana aku bisa tenang, dua kali aku mengalami kejadian yang sama. Bahkan hanya dengan kurun waktu beberapa hari saja.!!” Shafa masih saja berusaha memberontak. Tapi tenaganya kalah telak dengan tenaga Reza. Iwan melajukan kembali mobil yang di tumpangi mereka bertiga. Kini mereka telah sampai di tempat tujuan. Sebuah villa mewah yang berada di gunung. Shafa serta Reza keluar dari dalam mobil. Reza membantu Shafa agar tidak terjatuh saat berjalan. Shafa hanya bisa pasrah kepada sang pencipta, ia masih saja menangis, terlihat dari kain yang menutupi mata Shafa sangat basah. Perlahan mereka berjalan menuju ke taman belakang villa. Terdengar suara gaduh di sana. Sepertinya akan ada sesuatu yang mereka lakukan. Para penghuni villa seketika terdiam, saat melihat Shafa serta kedua pengawalnya telah sampai. Kemudian Shafa di giring ke tengah tengah taman. Dan saat itulah kain penutup mata serta kain pengikat tangan Shafa di buka. Perlahan Shafa membuka mata, ia melihat banyak lampu kerlap kerlip di setiap ranting pohon, juga ada banyak bunga yang berjajar rapi di setiap sudut taman. “Surprise,,, ternyata ada sebuah kejutan di sana. Air mata Shafa mengalir semakin deras. Ia tidak menyangka akan ada kejutan seperti ini. Shafa langsung berlari memeluk Siti yang tidak jauh dari tempatnya berada. terlihat ada beberapa orang yang ada di sana. Ternyata ini yang di maksud Rico akan menuju sebuah tempat. Ada juga Siti, Nita, mbok Darmi dan yang lainnya. Pantas saja semua menu sudah hampir habis padahal waktu masih siang. Ternyata ini penyebabnya. Ucapnya dalam hati. Awalnya Shafa benar benar tidak mengerti dengan sikap Reza serta Iwan. Ia berfikir kalau Reza dan Iwan adalah penghianat yang akan menculiknya lagi. Tapi ternyata itu hanyalah sebuah misi. Shafa berlalu menghampiri Reza dan iwan. Shafa sangat kesal kepada dua orang tersebut. Shafa langsung memukul keduanya menggunakan tas yang di bawa oleh Shafa. “Dasar kalian berdua,,bikin aku jantungan tau gak? Aku benar benar kesal pada kalian. Rasakan ini,,,. Bugh,, bugh,, bugh,, bugh.” Shafa masih saja memukuli Reza dan Iwan. “ampun nona,,,” pinta Reza. “Tidak akan,,, kalian sudah keterlaluan. Shafa masih saja memukuli Reza dan Iwan tanpa ampun. Keduanya hanya tersenyum, mengangkat kedua tangannya untuk di jadikan temeng dari pukulan Shafa. serta menerima semua perlakuan Shafa. mereka berdua memang pantas mendapatkannya. Semua orang yang ada di sana tertawa melihat Reza dan Iwan di hajar habis habisan oleh Shafa. Shafa menghentikan gerakannya setelah ia merasa puas. Tiba tiba terdengar suara seseorang menyanyikan lagu ulang tahun. Nampak Adrian keluar dengan membawa kue ulang tahun di kedua tanganya. Semua orang ikut menyanyikan lagu ulang tahun. Happy birthday to you Happy birthday to you Happy birthday, Happy birthday Happy birthday Shafa. Shafa terdiam mematung, gadis itu tidak dapat berkata kata. Rasa benci yang bercampur dengan rasa haru dan syukur sekaligus, membuat Shafa tidak dapat mengungkapkan perasaanya. Perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Melihat sosok Adrian membuat air mata yang hampir mengering, kini kembali membasahi pipi mulus Shafa. “Selamat ulang tahun istriku!” Ucap Adrian saat ia sudah berada di depan Shafa. “Make a wish dulu, lalu tiup lilin.” Ujar Adrian. tanpa menjawab, Shafa memejamkan mata dan berdoa. Ya Tuhan, berikan hamba kekuatan dan kesabaran. Tunjukkan hamba jalan untuk menghadapi takdir yang telah Engkau kehendaki. Sesungguhnya tidak ada tempat lain untuk mengadu, selain Dirimu. Amin. Shafa membuka kedua matanya kembali. Dan meniup lilin yang berbentuk angka 21. Semua bertepuk tangan dengan meriah. “Selamat ulang tahun sayang.” Adrian memeluk Shafa dengan lembut. Shafa hanya terdiam, tidak membalas ucapan maupun pelukan Adrian. cukup lama Adrian memeluk tubuh mungil Shafa, tapi tidak mendapat balasan. Adrian melepas pelukannya, sangat terlihat mata Shafa yang mulai membengkak karena menangis. “Sudah,, jangan menangis lagi. Ini adalah hari spesialmu. Lihatlah,,, semua orang ingin kamu berbahagia. Bukannya menangis seperti ini.” Adrian mengusap air mata Shafa. “Terima kasih semua.” Hanya tiga kata tersebut yang mampu di ucapkan oleh Shafa. semua orang berfikir kalau Shafa menangis karena terharu akan kejutan yang di rencanakan oleh Adrian. Shafa tidak mengerti, kenapa semua orang mengetahui dirinya kini ber ulang tahun? Shafa sama sekali tidak pernah memberi tahukan ulang tahunnya kepada siapa pun. Bahkan Shafa tidak memiliki kartu identitas. Semua orang mengenal Shafa karena ia adalah istri dari Adrian. untuk hal yang lain, tidak ada yang tahu. Semua orang bergantian memberi selamat ulang tahun kepada Shafa. mulai dari mbok Darmi dan di ikuti oleh yang lain. Hingga sampailah Siti di depan Shafa. “ Fa,,, selamat ulang tahun ya,,,! Kamu kok gak ngomong kalau hari ini kamu ulang tahun?” Siti memeluk Shafa erat. “ehem,,,ehem,,!” terdengar suara deheman dari Rico. Siti salah tingkah, ia telah melakukan kesalahan dengan memanggil nama Shafa. “eh,,, Maaf!” Shafa mengerti, apa maksud dari deheman Rico. “Tidak apa Sit, ini adalah acaraku. Tidak ada yang boleh ikut campur di hari spesialku. Termasuk kamu.” Shafa menunjuk ke arah Rico. Rico tidak menggubris sindiran Shafa yang di tujukan kepadanya. Rico berlalu pergi entah kemana. Semua orang bersenang senang di halaman belakang villa dan di akhiri dengan pesta barbeque. Shafa melihat Adrian meninggalkan pesta, dan mengikuti Adrian masuk ke dalam villa. Shafa terus mengikuti kemana Adrian melangkah. Langkah kaki Shafa terhenti saat Adrian memasuki sebuah ruangan. Setelah Adrian benar benar masuk ke dalam, Shafa memberanikan diri untuk ikut masuk ke dalam ruangan tersebut. Di ruangan tersebut terdapat tungku perapian yang di gunakan untuk menghangatkan ruangan. Di tembok sebelah kanan, terdapat banyak foto yang berjajar rapi. Foto pertama adalah foto perempuan yang sangat cantik, berkulit putih seputih s**u, rambut panjang bergelombang menambah kecantikan wanita itu. Di bingkai foto kedua, terdapat foto dua orang anak kembar laki laki berumur 8 tahunan. Dari face muka anak tesebut, seperti Adrian versi kecil. Apakah Adrian mempunyai saudara kembar? Tapi kenapa aku tidak pernah mendengarnya? Di bingkai ke empat, terdapat foto seorang pria berwajah tampan dan tegas, sekilas nampak mirip seperti Adrian. Mungkin dia adalah ayah Adrian. tapi kemana perginya semua keluarga Adrian? apakah ada sesuatu yang terjadi pada keluarga ini?. ada banyak pertanyaan yang ada di dalam otak Shafa. dan di sebelahnya terdapat foto keluarga yang tampak harmonis. Pria dan wanita yang duduk berjajar. Masing masing membawa satu bocah yang duduk di pangkuannya. Shafa kembali menyusuri ruangan tersebut. samar samar terdengar tangisan seseorang. Tidak jauh dari perapian, terdapat sebuah ruangan. Sepertinya itu adalah sebuah kamar tidur. Shafa melihat Adrian sedang menangis sambil mendekap bingkai foto di dalam kamar tersebut. Adrian seolah ingin menyalurkan rasa rindu di kamar itu. Baru kali ini Shafa melihat Adrian menangis. Ia tidak pernah melihat Adrian serapuh itu. Shafa tidak tega, ia merasa iba kepada Adrian. mungkin sosok Adrian yang kejam hanya sekedar untuk menutupi betapa rapuhnya pria itu di waktu waktu tertentu. Shafa segera kembali ke halaman belakang sebelum Adrian menyadari keberadaanya di sana. Di halaman belakang, Shafa kembali bergabung dan ikut makan bersama mereka. “Kamu dari mana saja sih fa?” Siti bertanya. Pasalnya dari tadi ia mencari Shafa, tapi tidak menemukannya. “Aku tadi ke toilet, tapi nyasar. He,, he,,he,” Shafa tersenyum tak berdosa. “Emang kamu belum pernah kesini?” Siti kembali bertanya. Shafa hanya menggelengkan kepala. “ehem,,” deheman mbok Darmi menghentikan semua perbincangan. Sebelum mereka membahas hal yang tidak di sukai Adrian. Malam sudah mulai larut, semua orang sudah pulang ke tempatnya masing masing. Hanya Shafa, Adrian, Rico, dan mbok Darmi yang masih tinggal di villa tersebut. “Mbok kita gak pulang mbok?” Shafa bertanya, karena sedari tadi Shafa masih belum melihat Adrian keluar. “Kita menginap di sini non. Mari saya antar ke kamar nona.” Shafa di bawa ke kamar Adrian di lantai 2. Di lantai atas ada dua kamar. Kamar tersebut berada tepat di bawah atap. Villa tersebut menggunakan atap transparant. Sehingga Shafa dapat melihat bintang saat berbaring. Sungguh indah, serasa tidur di alam bebas. Jendela yang begitu besar, hingga nampak seperti tembok yang terbuat dari kaca tebal. Shafa dapat melihat dengan jelas pohon pohon yang berayun tertiup angin. Ah,, andai saja aku tinggal di sini. Pasti akan sangat menyenangkan. Shafa merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Ranjangnya tidak sebesar di mansion. Tapi cukup untuk tidur berdua. Hari ini Shafa sangat lelah, dan sungguh menguras emosi. Shafa mulai memejamkan mata mengistirahatkan otak serta hati yang penuh dengan gejolak. Terdengar decitan pintu, tanda seseorang telah memasuki kamar. Shafa sangat tahu siapa yang membuka pintu tersebut. aroma maskulin Adrian sudah tercium di indra penciumannya sebelum Adrian memutar knop pintu. Entah apa yang telah terjadi, Shafa merasa ada yang berbeda dari Adrian. Adrian naik ke atas ranjang dan segera memeluk tubuh mungil Shafa. tanpa aba aba, Adrian langsung me***at bibir Shafa yang me****da. Shafa mencoba untuk mendorong tubuh Adrian, namun tenaga Shafa kalah telak. Terlintas di ingatan Shafa, sosok Adrian yang menyerupai iblis. Bayangan Adrian yang berusaha men****ngnya dengan paksa, serta perlakuan kasar Adrian menari nari di otak Shafa. Shafa menangis histeris, ketakutan, keringat dingin bercucuran, nafas Shafa mulai tersengal. Adrian merasa ada yang aneh dengan Shafa, hingga ia segera melepas ciumannya. Melihat nafas Shafa tersengal kemudian Shafa pingsan, membuat Adrian kebingungan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD