3. Rahasia Carmelita

1101 Words
Sesampainya di kantor, Alrico duduk bersandar di kursi kerjanya memandang dinding kaca kantor yang besar melihat semua kesibukan di luar sana. Ingatannya melayang saat ia masih berusia 20 tahun dan masih menjadi seorang pemuda ingusan. Ia berada di Cartarbella mengunjungi neneknya dan menghabiskan liburan musim panasnya di sana sebelum kembali masuk kuliah. Rumah neneknya berada di perkebunan anggur yang sangat luas. Hari yang cerah itu, Alrico memutuskan untuk pergi memancing di sungai. Setibanya di sana ia mendengar suara tangisan seorang anak kecil. Alrico melihat seorang gadis kecil sedang duduk di batu di pinggiran sungai sedang menangis, lalu ia menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Kenapa kamu menangis?" Gadis kecil itu mendongakkan kepalanya. Wajahnya basah oleh air mata dan Alrico merasa takjub melihat keindahan mata hijau gadis itu. "Kakakku jahat kepadaku,"katanya sambil terisak menangis. "Kenapa kakakmu jahat?" "Dia tidak suka kepadaku." "Apa kamu sering berbuat nakal kepadanya?" Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Lalu kenapa kakakmu tidak suka kepadamu?" "Aku tidak tahu." "Apa yang sudah dia lakukan kepadamu?" "Dia sering memarahiku dan bertindak kasar." "Apa dia sering melakukannya?" "Iya." "Kamu tinggal di mana?" "Tidak jauh dari sini." "Aku antarkan pulang. Ibumu pasti mengkhawatirkanmu." Gadis kecil itu mengangguk. Alrico berdiri dan membantunya berdiri. "Terima kasih." Gadis kecil itu menatap pria tinggi di sampingnya. "Sepertinya aku jarang melihatmu di sini." "Aku tidak tinggal di sini. Aku tinggal di Teneva." Mereka terus berjalan menuruni bukit yang ditumbuhi oleh rumput dan bunga-bunga Narcisus sambil bergandengan tangan. "Berapa lama kamu akan tinggal di sini?" "Mungkin sampai liburan musim panasku berakhir." "Kakak sangat baik kepadaku. Andai aku punya kakak sepertimu pasti akan sangat menyenangkan." "Aku mau jadi kakakmu." "Benarkah?" "Iya." Mereka berhenti berjalan. "Aku juga ingin punya adik perempuan sepertimu." Alrico menyelipkan rambut coklat gadis itu ke telinganya, lalu mereka kembali berjalan. Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara. "Itu rumahku." "Yang mana?" "Itu rumah kecil bercat putih dekat pohon apel." Alrico melihat sebuah rumah berlantai satu paling kecil diantara rumah yang lain. Mereka pun tiba di depan pintu pagar kayu bercat putih. "Sepertinya kita harus berpisah di sini." Gadis kecil itu terlihat sangat murung. "Jangan sedih! Besok kita bertemu lagi." Sinar matanya langsung berbinar senang. "Benarkah?" "Iya. Kita bertemu di villa del Castellar. Kamu tahu kan tempatnya?" "Iya aku tahu. Semua orang di desa ini tahu villa itu. Aku dan ibuku pernah datang ke sana untuk mengantarkan beberapa selai. Kakak tinggal di sana?" "Iya." "Sampai jumpa besok!" "Tunggu!" Gadis kecil itu berhenti berjalan. "Siapa namamu?" "Marinela." "Alrico." Marinela nampak bingung. "Itu namaku." "Alrico, sampai jumpa besok!" Alrico berjalan pulang menuju villa neneknya. Marinela yang baru pulang disambut oleh ibunya dengan wajah cemas. "Kamu dari mana saja?" "Tadi aku ke sungai." "Lalu siapa pria tadi?" "Oh itu teman baruku dan dia tinggal di villa del Castellar." "Villa del Castellar?"tanyanya tidak percaya. Dahi wanita itu mengernyit. "Sekarang ganti pakaianmu dan kerjakan tugas sekolahmu." Marinela menuruti perintah ibunya dan masuk ke kamarnya. Carmelita menghembuskan napas panjang, lalu cepat-cepat pergi ke kamarnya. Ia mengambil kotak perhiasan terbuat dari kayu berukir yang ia simpan di bagian dalam lemarinya. Ia mengambil sebuah kalung dengan liontin yang terukir nama Marinela Castellon dan di dalam liontin itu terdapat foto sepasang suami istri yang sedang mengendong bayi berumur enam bulan. Pasangan suami istri itu adalah orang tua kandung Marinela dan bayi itu adalah Marinela. Selama 10 tahun ia menyimpan rahasia ini dari Marinela. Bagi Carmelita tidaklah mudah menanggung rahasia ini. Beban di pundaknya semakin hari terasa semakin berat. Ia bisa saja mengembalikan Marinela kepada keluarganya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tapi Carmelita sudah terlanjur menyayanginya sebagai anaknya sendiri. Selain itu ia tidak ingin menempatkan Marinela dalam bahaya. Carmelita masih teringat kejadian 10 tahun lalu saat orang tua Marinela tewas, karena dibunuh. Saat itu ia bekerja sebagai pengasuh di rumah orang tua Marinela. Carmelita secara tidak sengaja melihat Carola, ibunya Marinela hendak diperkosa dan Carola melawannya. Pria itu memukul kepalanya berkali-kali menggunakan piala hingga tewas. Carmelita cepat-cepat membawa pergi Marinela dan ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Sehari setelah terbunuhnya Carola, Carmelita mendapat kabar kalau Alexandre Castellon, ayahnya Marinela hilang tanpa jejak. Saat membaca berita itu, tubuh Carmelita gemetar. Dipikirannya tidak ada hal lain selain menyelamatkan Marinela dan menyimpan rahasia ini dalam-dalam. Ia melihat dengan jelas wajah pembunuh Carola. Polisi yang menangani kasus pembunuhan keluarga Castellon kesulitan menemukan pelakunya, karena semua kamera CCTV saat kejadian telah dimatikan dan polisi menyimpulkan pelakunya kenal baik dengan Carola dan Alexandre. Polisi juga mencari Carmelita dan menduga Marinela dibawa olehnya. Selama bertahun-tahun, Carmelita bersembunyi di rumah tua dan kecil ini. Orang-orang di Cartarbella ini tidak ada yang mengenalinya. Mereka hanya tahu Carmelita baru saja ditinggal mati oleh suaminya dengan dua orang anak perempuan. Carmelita bekerja sebagai seorang buruh diperkebunan anggur milik keluarga del Castellar. Selama 10 tahun ia menjalani kehidupannya di sini dengan tenang, meskipun ia harus menanggung beban rahasianya sendirian siapa pembunuh orang tua Marinela sebenarnya. Suara pintu yang menjeblak terbuka dan panggilan suara Carolina, anak perempuannya membuat Carmelita terkejut dan cepat-cepat menyimpan kalung itu di kotak perhiasan, lalu menyimpannya kembali di dalam lemari. "Ibu." "Iya sebentar." Carmelita dengan terburu-buru keluar dari kamarnya. "Ada apa?" "Aku minta uang." "Untuk apa?" "Tentu saja untuk membeli pakaian dan sepatu baru." "Tapi kamu masih memiliki pakaian yang bagus-bagus." "Aku diundang ke pesta ulang tahun temanku." "Pakai saja pakaian dan sepatu yang ada." "Aku butuh pakaian dan sepatu yang bagus di pesta ulang tahun temanku. Aku tidak ingin tampil memalukan di pesta ulang tahun temanku." "Ibu tidak bisa memberikanmu uang, karena Ibu akan menggunakan uang itu untuk membeli sepatu dan pakaian baru untuk Marinela." "Apa?"seru Caroline tidak percaya. "Jadi Ibu lebih mementingkan anak pungut itu dari pada anak sendiri." "Pelankan suaramu!" "Biar saja Marinela tahu kalau dia hanya anak pungut yang tidak diketahui asal-usulnya." Carmelita menyeret Carolina dengan paksa ke kamarnya. "Lepaskan tanganku!"serunya marah. "Adikmu lebih membutuhkan pakaian dan sepatu baru. Kamu kan tahu sepatunya telah robek." "Dia bukan adikku." "Mau sampai kapan kamu mau terus bersikap kasar padanya?" Carolina melipatkan tangannya di d**a. "Tidak tahu. Sejak awal aku tidak suka padanya. Sekarang berikan uang itu kepadaku!" "Tidak. Kalau kamu ingin membeli pakaian dan sepatu seharusnya kamu bekerja. Usiamu sekarang sudah 20 tahun seharusnya kamu sudah bisa bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri." "Aku sudah muak dengan segala ceramah yang Ibu berikan kepadaku. Aku muak dengan kehidupanku yang selalu hidup tidak berkecukupan. Andai saja aku terlahir dari keluarga kaya, aku tidak perlu susah payah untuk bekerja. Semua yang aku inginkan akan terpenuhi,"teriak Carolina. "Maafkan Ibu yang tidak bisa memberikan apa pun yang kamu mau."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD