Satu

1583 Words
Adelia Franciska, biasa dipanggil Icha. Seorang wanita berusia dua puluh dua tahun yang baru lulus sekolah tinggi kesekretariatan. Bertubuh mungil dengan tinggi seratus lima puluh lima centi meter dan berat empat puluh lima kilo gram. mempunyai wajah oval dengan mata yang besar, bulu mata lentik dan bibir kecil yang tampak manis. Tubuh mungilnya justru membuat penampilan wanita itu semakin imut. Ditambah sifatnya yang terlihat polos dan manja tentu membuatnya terlihat lebih menarik. Icha sudah mencoba melamar pekerjaan ke beberapa tempat untuk mengisi posisi sekretaris namun entah kenapa dia tak jua dipanggil. Ada yang terang-terangan menolak karena tubuhnya yang kurang ideal dan kurang seksi. Ada juga yang beralasan Icha kurang mengerti tugas sekretaris, ataukah hanya alasan saja ketika ada yang terang-terangan meminta Icha memperlihatkan tubuhnya dengan busana mini karena alasan sekretaris itu harus mulus. Pada akhirnya, Icha meminta tolong pada salah satu kenalannya, Rafa. Mantan tunangan dari kakak keduanya yang telah meninggal dunia. Lelaki itu mengenalkannya pada kakak nya yang bernama Andre. Andre saat ini cukup kerepotan karena dia yang belum mempunyai sekretaris pengganti pasca ditinggal sekretaris pertamanya yang harus melahirkan dan memutuskan resign karena telah lama menunggu kehamilan itu. Dialah Andre Wiratmaja, pengusaha sukses yang membangun usahanya sendiri dari nol. Perusahaannya bergerak di bidang advertising, percetakan dan penerbitan. Iklan yang ditonton di televisi banyak yang di buat oleh perusahaannya. Percetakan segala spanduk atau sablon kaos dalam ukuran besar juga di handle oleh perusahaannya. Dan buku-buku pelajaran serta komik dan n****+ seringkali diterbitkan olehnya. Andre merupakan lelaki kharismatik dengan bentuk tubuh yang sangat ideal. Tinggi seratus delapan puluh sentimeter, mempunyai six pack di perut karena dia yang menyukai olahraga. Wajahnya ditumbuhi bulu halus yang dicukur rapih, brewok yang dipeliharanya justru membuat dia terlihat sangat macho. Sayangnya yang di usianya menginjak empat puluh tahun dia masih enggan mengenal wanita. Ditinggal meninggal oleh tunangan nya menorehkan luka mendalam tersendiri baginya. Dia telah menyerahkan seluruh hatinya yang terbawa pergi oleh wanita itu. Dia pun menjadi pribadi yang tertutup, jarang sekali tersenyum ataupun tertawa. Terpuruk karena kepergian kekasih membuatnya menutup diri. Andre menerima Icha jadi sekeretarisnya bukan karena kemampuannya, tapi menurutnya, gadis yang telah lama di kenalnya itu sudah cukup tahu kisah hidupnya. Pertemuan pertama Andre dan Icha justru terjadi saat kematian kekasih Andre, Ayah Andre dan Ayah Icha bersahabat maka tak heran jika keluarga mereka sebenarnya telah lama saling kenal. Saat itu Icha dan Dinda kakaknya yang masih berstatus teman Rafa, mengunjungi Andre dan mencoba menghiburnya. Icha adalah anak yang ramah dia selalu menegur Andre jika bertemu di jalan atau ada acara keluarga. Semenjak Rafa berpacaran dengan Dinda, Icha sesekali terlihat bermain di rumahnya mengikuti kakaknya bak ekor. Apalagi jika ada acara di rumah Andre, maka sudah bisa dipastikan dia dan Dinda turut hadir dan ikut membantu. Karena itu Icha merasa sudah dekat dengan keluarga Rafa dan tak akan canggung jika bekerja dengan Andre yang biasa dipanggil Om Andre itu karena jarak usia mereka yang terpaut sangat jauh yaitu delapan belas tahun. *** Icha masih berdiri di depan meja Andre, hari ini pertama kalinya dia bekerja, mengenakan celana panjang dan blazer senada. Kemeja berwarna peach dan stilleto yang membuat tubuhnya menjadi  lebih tinggi. Make up yang dipakainya mempertegas contour wajah, juga kacamata tipis membingkai matanya. Dia memang sejak SMA memakai kacamata karena minus dua yang dideritanya. "Hari ini apa yang harus aku kerjakan Om?" tanyanya dengan mata menelisik ke seluruh ruangan Andre, sebenarnya lelaki itu mempunyai tiga gedung perusahaan yang berbeda untuk setiap bidangnya karena itu dia seringkali bepergian dan tidak stand by di tempat kecuali ada meeting yang cukup penting yang membuatnya betah berlama di satu tempat. "Biasakan panggil pak kalau di kantor," geram Andre, mengangkat wajah dari dokumen yang sedari tadi dipekurinya. "Maaf Om, eh Pak," Icha menutup mulutnya, membuat Andre mendesah frustasi. "Baru datang jam segini?" Andre melirik jam di tangannya. "Bukannya kantor masuk jam sembilan?" Icha pun melihat jam di tangannya baru pukul sembilan kurang lima menit. "Harusnya kamu datang satu jam lebih awal, siapkan kopi panas di meja saya, rapikan dokumen yang perlu saya periksa dan tandai mana dokumen yang paling urgent di tumpukan paling atas, periksa agenda saya." "Siap Om, Boss. Maaf aku kurang tahu dan aku usahain besok datang lebih awal," Andre menghembuskan nafas perlahan. Dia berdiri dan menghampiri Icha. Memutari tubuh Icha dan duduk di mejanya dengan kaki menyilang. Andre mengerutkan kening, suaranya melemah menatap wanita polos yang berdiri di hadapannya. "Saya tahu kamu masih kesulitan memanggil saya bapak, tapi saya harap di depan orang banyak kamu tidak memanggil saya Om, kalau hanya berdua saja it's oke, pengecualian," Andre mengambil dua buku agenda di mejanya dan menyodorkan pada Icha. "Salin jadwal saya dari agenda yang coklat ke agenda hitam, jangan lupa dirapihkan dan urutkan tanggalnya, saya ada meeting di bawah," Andre menepuk bahu Icha dan berjalan melewatinya. "Siap Om, ups," Icha menutup mulutnya, Andre hanya menggeleng. Kalau saja dia tak butuh sekretaris untuk mengurus segala keperluannya, tentu dia tak akan mau mempekerjakan anak bau kencur seperti wanita ini. *** Andre baru saja selesai meeting, melewati meja Icha yang tampak seperti kebingungan mencari sesuatu, awalnya dia acuh namun gerakan Icha membuatnya tak bisa tinggal diam seolah telah menghilangkan sesuatu yang berharga. Maka Andre pun menghampirinya, meja Icha tampak sangat berantakan beda dengan Tania, sekretaris nya yang lama. Wanita itu sangat rapih dan cekatan. Serta tak banyak menuntut, itu sebabnya Tania dan Andre sangat cocok sebagai bos dan sekretaris yang bekerja hampir lima belas tahun lamanya. Sayang saja Tania yang sudah menikah selama sebelas tahun, kini akhirnya dikaruniai kehamilan, hal yang sangat ditunggu-tunggu, membuatnya dengan terpaksa berhenti kerja agar bisa fokus pada kehamilan nya. "Nyari apa sih?" tanya Andre kemudian, dia bahkan ikut menelisik seluruh meja Icha. "Kacamata om, aku enggak jelas ngeliat klo tanpa kacamata," keluh Icha, mengangkat beberapa dokumen di mejanya dan menurunkannya lagi, memindahkan beberapa barang. "Kacamata kamu?" Icha mengangguk, Andre memijit pelipisnya sambil memejamkan mata, ingin marah namun ditahan, apakah wanita ini becus kerja nanti? Bagaimana bisa dia kehilangan kacamata yang bahkan masih bertengger di wajahnya! "Itu yang kamu pakai apa?!" tunjuk Andre pada wajah Icha, geram namun sekuat tenaga mencoba menetralkan suaranya. Icha memegang benda yang tadi ditunjuk Andre, sambil terkekeh dan nyengir seperti kuda dia menatap bosnya yang memasang wajah geregetan. "Hehe iyaa, aku lupa om, ternyata ada disini," "Huft, udahlah... Besok pakai softlens aja. Pernah pakai kan?" "Iya pernah, iya juga yaa, mending pake soft lens," Icha lagi-lagi tersenyum riang. Membuat Andre sebal, tak ada rasa bersalah sama sekali sepertinya. Andre pun memutuskan untuk masuk ke ruangannya. Ada beberapa hal yang perlu dikerjakan dibanding memperhatikan sekretaris yang seperti bocah ingusan itu. *** Icha mengetuk pintu ruangan Andre sebanyak tiga kali, lalu membuka pintunya, Andre sedang memperhatikan design layout untuk penerbitan ketika Icha masuk. Wanita itu menyodorkan surat undangan pada Andre, yang baru ditemukannya di laci. "Acaranya malam ini om, mau hadir?" Andre melirik dengan tatapan tajam pada wanita yang gemar sekali memanggilnya om tersebut. Hello, dia bukan suami dari tantenya! Kenapa susah sekali panggil bapak! Andre membuka undangan itu, acara lamaran salah satu koleganya, s**t! Dia baru ingat bahwa dia harus menghadiri acara ini, sebelum Tania pamit, wanita itu sudah memberi tahu, tapi Andre yang sibuk, mengacuhkan undangan itu dan menyuruh Tania menyimpannya saja. "Mau datang om? Nanti aku tulis di agenda," "Acara dadakan apa perlu ditulis juga?" Andre lagi-lagi menggeram, "Hehe santuy om," dan Icha dengan tanpa rasa bersalah tertawa menyambutnya. "Yaudah kamu hubungi nomor ini, siap-siap karena malam ini kamu yang akan menemani saya, tinggalkan semua kerjaan kamu sebaiknya kamu bergegas, saya tidak mau dianggap mempekerjakan anak dibawah umur!" decih Andre membuat Icha manyun, namun wanita itu segera mengambil kartu nama di tangan Andre. Dibaca keras-keras, Nadhifa Salon and butik, Andre meliriknya dengan tatapan membunuh, tapi bukan Icha namanya kalau peka, karena wanita itu justru cengengesan sambil melambaikan tangan saat meninggalkan Andre. Kurang seram kah wajahnya? Mengapa wanita itu tak takut padanya? Padahal hampir seluruh karyawan tak ada yang berani menatap mata Andre, apalagi saat lelaki itu sudah menggemeletukkan giginya, dijamin wajah karyawan yang berurusan dengannya akan pias, pucat pasi. Namun tidak dengan Icha, mungkin karena sudah lama mengenalnya? Atau memang wanita itu tak punya rasa takut pada orang lain? Andre menggeleng, buat apa dia memikirkan Icha? Lebih baik dia mencari setelan jas yang akan dikenakannya malam nanti di kamar ganti dalam ruangan kerjanya. *** Icha mencoba menghubungi nomor telepon Nadhifa Salon dan Butik tersebut, suara seorang wanita yang terdengar lembut mengalun di telinganya rupanya wanita itulah yang bernama Nadhifa mengangkat langsung panggilan yang masuk ke nomornya. Karena kartu nama yang dipegang Icha adalah kartu VIP. Setelah berbincang sedikit dan menjelaskan situasinya, Icha segera diminta datang ke butik milik Nadhifa. Icha pun pamit pada Andre yang memintanya untuk diantar oleh sopir pribadi. Icha sampai di butik menjelang sore, mengenakan tas punggung dan bergaya ala mahasiswa membuat Nadhifa berfikir keras. Benarkah dia yang menjadi sekretaris Andre? "Halo, saya Nadhifa, teman Andre sejak SMU, kamu sekretarisnya yang tadi telpon saya?" "Hai tante, Iya aku Icha," dengan Riang Icha menyalami Nadhifa, bahkan mencium punggung tangannya membuat Nadhifa menggeleng sambil tertawa, benaknya berfikir pasti kehadiran Icha untuk menguji kesabaran Andre yang seringkali temprament. "Kamu lulusan sekretaris?" tanya Nadhifa sambil berjalan menuju ke ruangan lain dari salonnya dimana terdapat banyak gaun pesta. "Iya tan, kenapa?" "Diajarin tentang berbusana kan?" Icha mengangguk namun ragu, karena jujur dosen yang mengajarkannya tentang mode sungguh terlihat galak dan Icha tak menyukainya. "Tubuh kamu mungil, apa yang kamu kenakan sekarang, bikin kamu terlihat tambah kecil, karena saya sahabat Andre, gimana kalau saya atur busana kamu ya?" Icha mengangguk antusias, mengekor Nadhifa yang sudah memilih beberapa pakaian untuk dikenakannya dan rata-rata model rok mini atau gaun terusan yang sangat pendek. Icha tak bisa berkutik karena tak mau mengecewakan Nadhifa yang tampak sangat baik terhadapnya. Diapun akan menyetujui apa saja yang dipakaikan padanya untuk acara malam nanti. *** bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD