Chapter 1 Ancaman Mama Soya

1558 Words
Amanda Sarasvati seorang wanita cantik yang bekerja di salah satu perkantoran ternama di kotanya. Usia yang terbilang matang dan sudah sangat cocok untuk menikah membuat Mamanya gerah melihat anak perempuannya masih anteng menikmati masa-masa berkumpul dengan teman-teman. “Manda, Mama sudah atur pertemuan kamu nanti siang,” ucap Nyonya Soya saat semua orang berada di ruang makan. Manda yang baru saja menggigit roti dengan selai coklat, mendadak lemas mendengar ucapan Mamanya. “Apaan sih, Ma. Manda bukan anak kecil lagi yang harus dijodohkan segala,” keluhnya tidak terima. Rama sang Ayah sibuk membaca koran dan tidak peduli dengan pembicaraan anak dan istrinya. Hampir setiap hari Nyonya Soya mengatakan hal yang sama membuat Manda dan Ayahnya hapal mati. “Justru karena kamu bukan anak kecil lagi, Mama malu tau nggak. Setiap Mama ngumpul bareng teman-teman Mama. Mereka selalu bahas soal cucu dan menantu mereka, lagian usia kamu nggak muda lagi. Usia segitu Mama udah lahiran dan kamu udah tiga tahun loh.” “Jangan di samain dong, Ma. Aku kan kerja, Mama nggak harusnya maksa aku. Lagi pula, Manda ini udah punya pacar. Pokoknya Manda nggak mau!” Tekannya. Nyonya Soya tidak putus asa, selama ini apapun yang di ucapkannya selalu menjadi kenyataan dan Manda sadar betul akan itu. “Suruh pacar kamu datang, Mama beri kamu kesempatan untuk membuktikan bahwa pilihan kamu itu pantas atau tidak. Jika pilihan kamu itu ternyata nggak sesuai. Nggak berbobot, lebih baik kamu menikah dengan lelaki pilihan Mama.” Amanda menghembuskan napas kasar, bagaimana bisa Mamanya memutuskan sendiri jalan hidupnya. “Manda berangkat, Pa, Ma.” Wanita itu mencium tangan Kedua orang tuanya sebelum pergi. “Hati-hati, ingat pesan Mama. Kamu tahu kalau Mama selalu serius kan.” “Iya, Mama.” Manda berlalu dan pergi dari sana. Manda heran kenapa Ayahnya tidak bisa mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Kenapa Ayahnya tidak bisa menentang setiap keinginan Mamanya yang semena-mena. Wanita itu meninggalkan rumah dengan mengendarai mobil, suasana hatinya sedang kacau dan Manda butuh pelampiasan. Damian dengan sepeda motornya berhenti tepat di depan penjualan gorengan. Rutinitas setiap pagi yang di lakukan pemuda itu. Melihat sepeda motor kekasihnya, Manda pun berhenti dan segera keluar untuk menemui Damian yang menikmati bakwan kesukaannya. Bassh, Suara pintu mobil dibanting kuat. “Selamat pagi, tumben nggak langsung menuju ke kantor,” sapa Damian pada sang kekasih. Manda cemberut dengan wajah di tekuk. “Aku sedang kesal, Mama sedang mengatur perjodohanku dengan seorang lelaki!” Ungkapnya. Damian hampir tersedak mendengar ucapan Amanda. “Dam, kamu bisa nggak datang ngelamar aku secepatnya. Aku nggak mau di jodohkan sama Mama. Aku nggak mau menikah dengan orang lain selain kamu.” Damian bingung, walau hati kecilnya merasa bahagia mendengar Amanda serius untuk di pinang menjadi kekasih halal. “Tentu aku mau, masalahnya tabunganku tidak akan cukup membuat pesta pernikahan yang amat megah. Aku ,masih harus menabung, untukmu dan untuk masa depan kita.” Amanda semakin terpuruk mendengarnya, bahkan jika tabungan Damian cukup. Jika Mamanya mengetahui latar belakang keluarga Damian tentu sang Mama akan langsung menolak. “Kita akan pikirkan itu nanti, pertama kamu harus mau dulu, Dam.” Damian menyerahkan kembali piring bakwannya kepada Mas penjual gorengan. “Ya, aku mau. Kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku lebih dahulu untuk membicarakannya.” Amanda setuju. “Baiklah, bagaimana kalau setelah pulang kerja nanti. Kita akan pulang ke rumahmu dan bertemu orangtuamu, Dam.” “Baiklah, kita akan menemui mereka nanti.” Amanda merasa lega, mereka pun berangkat ke kantor dengan terpisah. Damian dengan sepeda motornya dan Amanda dengan mobilnya. Banyak pegawai kantor yang heran pada Amanda. Damian tidak kaya, hanya karyawan biasa dan tidak memiliki jabatan. Sedang Tomi. Tomi adalah sahabat sekaligus manajer di perusahaan tempat mereka bekerja. Tomi menyukai Amanda dari jaman kuliah hingga saat ini, Amanda tidak pernah sekalipun memandang Tomi sebagai lelaki atau lawan jenis yang akan di kagumi. Tomi, hanya sebatas sahabat dan saudara baginya. Tomi sudah tahu jika Amanda sangat mencintai Damian, pemuda itu sangat jujur dan Sopan. Tomi menerima itu dengan sportif. Dan menyingkirkan perasaan yang terlanjur hadir. Tiba di kantor, Amanda langsung menemui Tomi di ruang kerjanya. Damian datang terlambat karena terhalang macet, lelaki itu tertinggal saat di lampu merah. Tidak ada teman mengobrol membuat Manda menuju ke ruangan Tomi untuk meminta solusi. Ceklek, Pintu terbuka dan Amanda langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. “Eh, tumben datang pagi. Biasanya lo datang saat menit-menit terakhir,” ujar Tomi. Amanda langsung duduk di sofa dengan wajah murung dan cemberut. “Ada apaan? Lu datang bulan atau putus, kalau putus gua seneng, nih,” seru Tomi. Buk, Bantal sofa melayang ke wajah Tomi. Amanda melemparnya dengan sedikit kekuatan. “Auw, galak banget sih. Kayak macan, datang bulan lu, ya?” Amanda menatapnya kesal. “Gue mau di jodohin sama Nyokab, Tom. Tolongin gua dong,” Tomi kaget di tempatnya, bagaimana mungkin Amanda yang merupakan anak tunggal akan di jodohkan oleh keluargannya. “Ngarang lo, ya? Siapa yang ulang tahun sih!” “Gue serius, Tomi! Ngapain gue bohong. Gue sekarang meminta bantuan agar lo bisa bantu gua dan Damian menikah,” ucap Amanda merengek. Tomi makin terperangah, dia benar-benar kaget mendengar cerita sahabatnya. “Jangan bilang lu mau kawin lari, sadar, Manda!” Tomi memegang kening sahabatnya. “Lu, yang sadar. Dari tadi omongannya ngaco tau nggak. Gue tu mau minta tolong agar Damian terlihat wah di depan Bokap dan Nyokap gue,” ucap Amanda greget. “Hubungannya sama gue apaan? Kalau orangtua lo nyari yang kaya, lo nikah aja sama gue,” ucap Tomi tanpa merasa bersalah. Amanda yang kesal segera berdiri dan memukuli lelaki itu, Buk, buk, buk. “Auw, sakit Manda. Gua kan cuman bercanda,” ucap Tomi meringis. “Candaan lo nggak lucu,” ucapnya kesal. “Ya udah, lo atur aja. Biar gua yang siapkan semuanya, apa sih yang nggak buat lo,” ucap Tomi pasrah. Amanda tersenyum, wajahnya kembali ceria mendengar ucapan Tomi. “Thank you, lo emang sahabat gue yang paling the best,” pujinya. Tomi memutar bola mata dengan malas, pujian itu selalu di dapatkan saat dia berhasil mengembalikan mood Amanda. “Gue berharap banget sama lo, Tom.” Amanda mengambil kertas dan segera menuliskan rencananya di sana. Dia harus menyiapkan semuanya dengan rapi agar tidak ada kesalahan dan Mamanya tidak curiga. “Damian tahu soal ini?” tanya Tomi. “Soal apa?” Amanda bertanya balik tanpa menoleh ke arah lelaki itu. “Soal persiapan lo ini, apa dia tahu?” Amanda menggeleng. “Damian hanya tahu dia akan melamarku, soal persiapan ini aku akan mengatakan jika ini semua berkat kebaikan hatimu sebagai atasan.” Tomi menghela napas mendengar rencana Amanda. “Gue butuh ferari lo,” ucap Manda lagi. “Buat apa? Emang Damian bisa nyetir?” Manda tersenyum dan menggeleng. “Nggak, makanya gue bilang mau minta tolong. Sekalian pakai mobil lo, sekalian di supirin.” Tomi menepuk wajahnya, entah kenapa dia mau saja menuruti keinginan Amanda yang kelewat keterlaluan. “Lo bener-bener nggak ada hati, tega lu.” “Ayolah, Tomi. Lo nggak mau kan lihat gue sengsara karena menjalani pernikahan dengan lelaki yang nggak gue kenal. Gue tahu gue sering nyusahin lo. Tapi, gue janji ini yang terakhir, Tom. Gue beneran ingin habisin sisa waktu gue bersama Damian.” Tomi merasa iba melihat wanita itu, selama ini dia harus mengalah dan mengikuti keinginan Mamanya. Tidak hanya sekali atau dua kali Amanda menghadiri kencan buta yang di atur oleh nyonya Soya. “Baiklah, tapi gua nggak tanggung jawab jika semua ini ketahuan. Lo tahu kan, nyokab lo sadis dan nggak sungkan ngehajar orang.” “Thank you, Tom.” Amanda memeluk Tomi, lega rasanya memiliki lelaki itu di sampingnya. ** Waktu yang di nanti pun tiba, Amanda dan Damian menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, Damian telah mengabarkan pada kedua orangtuanya jika Amanda akan mampir ke rumah mereka. “Apa kau sudah siap?” tanya Damian saat menghampiri meja kerja kekasihnya. “Iya, sedikit lagi.” Jam kantor usai dan para pegawai keluar satu per satu. Tomi melewati Damian dan Amanda, pandangannya bertemu dengan sahabatnya itu. “Apa orang tuamu tidak akan marah? Bagaimana jika aku bukan tipe menantu pilihan mereka.” Damian mengusap kepala Amanda dan meyakinkan wanita itu. “Ibu dan Ayah pasti sangat senang melihat kedatanganmu. Jangan berpikir yang tidak-tidak, oke.” Amanda gugup, ini adalah pertemuan pertamanya dengan orangtua Damian. “Dam, aku akan ikut naik motor saja, ya. Mobil aku simpan di kantor.” “Oke, terserah kamu saja.” Mereka pun berangkat dengan menggunakan sepeda motor. Beberapa menit kemudian, Damian dan Amanda tiba di rumah sederhana milik kedua orangtua angkatnya. Ayu Restanti dan Grandi Sanjaya menyambut kedatangan mereka. “Akhirnya sampai juga Calon Mantu kita, Pa,” ucap Bu Restanti. Damian tersenyum sedang Amanda tampak kikuk dan malu-malu. “Assalamualaikum, Tante, Om,” sapanya. “Dia cantik, pantas Damian sangat memujinya,” ucap Grandi. Amanda tersipu malu mendengar pujian yang di utarakan kepadanya. “Ayo masuk, Nak.” Ibunda Damian menyambut Amanda dengan hangat. Hal yang sangat Amanda harapkan selama ini, keluarga yang hangat dan humoris, berbeda dengan keluarganya. Mereka duduk di ruang tamu, dengan cepat Ibunda Damian membuat minuman dan membawanya keluar dengan cemilan. “Bu, Damian ingin menyampaikan sesuatu.” Grandi dan Istrinya menatap keduanya dengan serius. “A-aku ingin melamar Amanda untuk di jadikan istri,” ucapnya. Mendadak hening, Amanda makin gugup dan mengenggam tangan kekasihnya dengan erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD