Part 7 : Tamu Bulanan

1481 Words
Sejak bangun tidur tadi Jessica terus memegangi perut bagian bawahnya yang terasa sakit. Ia merasakan perutnya melilit sekali, bahkan ia sampai meneteskan air matanya karena tak kuasa menahan rasa sakitnya. Seingatnya semalam ia tidak memakan makanan pedas atau lainnya yang dapat menyebabkan perutnya sakit. Ia juga sampai melewatkan sarapannya karena tak kuasa bangun dari tempat tidur. “Aduh, sakit banget,” rengek Jessica. Baru kali ini Devan merasakan sakit perut sesakit ini. Selain merasa sakit di bagian bawah perutnya, ia juga merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Moodnya juga mendadak tidak baik-baik saja sejak tadi pagi. Ia ingin marah, namun ia juga bingung ingin marah kepada siapa. Ingin menangis juga tidak tahu karena apa. Pokoknya pagi ini ia benar-benar kacau dan kebingungan. Tidak ada yang bisa ia pintai tolong karena kedua orang tuanya pergi dinas keluar kota semalam, sementara itu Farel sudah kembali ke tempat kerjanya yang juga berada di luar kota. Lalu bagaimana dengan Karina? Gadis itu juga sedang tidak ada di rumah, semalam Karina berpamitan kepadanya akan menginap di rumah temannya untuk mengerjakan tugas. Sebenarnya di rumah ia tidak sendirian, ada bibi yang bertugas membersihkan rumah dan juga bapak tukang kebun yang merangkap sebagai satpam di rumah ini. Namun Jessica tidak mempunyai tenaga untuk sekedar memanggil salah seorang di antara mereka untuk membantunya. Kehidupan antara dunia Devan berbanding terbalik dengan kehidupan Jessica. Jika di kehidupan Devan segala sesuatu akan terasa mudah, tinggal mengambil handphone lalu menghubungi salah seorang ajudan papa atau kakeknya, mereka akan langsung datang membantunya, di kehidupan Jessica ia harus belajar mandiri. Segala fasilitas yang ia dapatkan terbatas. “Aduh, enggak kuat sakit banget. Perasaan semalam gue enggak salah makan,” gumam Jessica seraya memegangi perutnya yang sakit. Di tengah rasa sakit yang tengah ia rasakan, tiba-tiba saja Jessica merasakan ada yang keluar dari tubuh bagian bawahnya. Ia merasa seperti sedang buang air, namun ia juga merasa bukan sedang pipis. Wajah Jessica pun berubah semakin pucat pasi. Tunggu dulu, ini tidak seperti apa yang ada di pikirannya bukan? “Jangan-jangan ini gue mencret lagi!” seru Jessica. Karena penasaran Jessica pun terpaksa bangkit dari atas ranjang menuju kamar mandi dengan langkah tertatih-tatih, menahan rasa nyeri dan tak nyaman di bagian bawah perutnya. Begitu Jessica sampai di kamar mandi, tanpa basa-basi ia langsung memeriksa apa yang mengganggu pikirannya. Dan betapa terkejutnya ia melihat bercak kemerahan di celananya. Jessica menatap horor pemandangan di hadapannya itu. Astaga, ia lupa dengan kodrat seorang perempuan. Rasa kesalnya kini menguap begitu saja digantikan dengan rasa panik. Sekarang ia bingung, apa yang harus ia lakukan? Jessica tampak menggigit jarinya dan bola matanya terus bergulir. Kenapa tamu bulanan itu harus datang di waktu yang tak tepat. Jessica tentu saja bingung harus melakukan apa karena ini pengalaman pertamanya mengalami apa yang namanya tamu bulanan. Sekarang 'kan bukan Jessica yang menempati raga ini, melainkan Devan seorang lelaki yang sangat awam sekali dengan hal seperti ini. “Gila! Ini gue harus ngapain?” batin Jessica. Di tengah rasa bingungnya tiba-tiba Jessica teringat dengan Neta atau teman perempuannya yang lain yang selalu membeli pampers khusus untuk wanita di setiap mereka kedatangan tamu bulanan. Ah iya, ia harus segera memakai benda itu. Dengan terburu-buru Jessica pun keluar dari dalam kamar mandi setelah ia membenarkan pakaian bawahnya yang sempat ia lepas. Lalu ia mencari sebuah benda lembut yang sering dinamai pembalut oleh para kaum hawa. Ia menggeledah seluruh isi lemari Jessica, namun ia sama sekali tak menemukan barang yang sangat dibutuhkannya itu sekarang. “Masa sih, si Jessi enggak nyetok pembalut, dia 'kan cewek!” keluh Jessica. Karena tak menemukan barang yang sedang dibutuhkannya itu Jessica pun terpaksa pergi ke kamar Karina, ia sangat yakin adiknya itu pasti menyetok barang yang wajib sekali distok oleh para kaum hawa setiap bulannya itu. Dan benar saja, sesampainya di kamar Karina ia langsung menemukan barang yang sejak tadi dicari-cari olehnya. “Oke, gue harus cepat pakai ini sekarang sebelum gue bocornya lebih banyak lagi,” gumam Jessica. Setelah menemukan sesuatu yang sejak tadi dicarinya itu, Jessica pun kembali ke kamarnya. Namun lagi-lagi Jessica harus dihadapkan dengan sebuah kebingungan. Walaupun sudah menemukan apa yang sejak tadi dibutuhkannya, ia tidak tahu bagaimana cara memakainya. “Ini mana yang depan, mana yang belakang, ya? Terus lagi sayapnya ini ditempel di mana?” gumam Jessica seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Haduh, ada-ada saja. Di saat urgent begini tidak ada yang bisa ia mintai tolong. Mau memanggil bibi di bawah, tentu saja ia malu, nanti disangkanya ia aneh lagi. Begitu pun meminta bantuan kepada mamanya atau pun Karina lewat sambungan telepon, pasti jika ia menanyakan hal itu, mereka berdua akan meresponsnya dengan heboh. “Devan, Devan, kok lo ngedadak lola, sih. Kan ada yutube.” Jessica merutuki dirinya sendiri yang mendadak lupa dengan kecanggihan di dunia modern ini. Pasti ada tips cara memakai pembalut di sebuah blog atau channel yutube, kelnapa ia harus kebingungan. Jessica pun kembali keluar dari kamar mandi untuk mengambil ponselnya dan mencari tutorial memakai pembalut yang benar. Setelah mendapat tutorialnya, Jessica pun langsung mempraktikkannya sesuai apa yang ia lihat di yutube. “Gini aja ribet,” gumam Jessica. Ia kira caranya ribet karena apa pun yang berbau perempuan semuanya akan menjadi ribet. *** Penderitaan Jessica akan datang bulan tidak berhenti sampai di situ saja. Sejak tadi Jessica tidak beranjak sedikit pun dari kamarnya. Bahkan hingga matahari terbit tinggi pun ia belum sempat mengisi perutnya yang kosong. Jangankan sarapan, berjalan sebentar saja rasanya tak nyaman. Selain itu nafsu makannya juga mendadak hilang. Jessica meringkuk di atas ranjang sembari memegangi perutnya yang sejak tadi pagi terasa mulas. Hari ini ia sungguh dibuat merana oleh yang namanya tamu bulanan. Segala aktivitasnya kini jadi terhambat. “Non, Non Jessi!” Kedua mata Jessica yang asalnya terpejam kini terbuka setelah mendengar bi Asih yang memanggil namanya seraya menggedor pintu kamarnya. Binar bahagia pun muncul dari raut wajahnya. Akhirnya setelah hampir seharian ia terdampar tak berdaya di dalam kamarnya, bi Asih pergi mencarinya. "Iya, Bi?" sahut Jessica dari dalam kamar. "Non enggak apa-apa? Dari tadi Bibi enggak lihat Non di bawah. Non udah makan belum?" tanya bi Asih. "Belum, Bi. Perut aku sakit," jawab Jessica dari dalam kamar. "Ya Allah, Non. Kalau sakit kenapa enggak bilang sama Bibi," balas bi Asih yang sekarang nada bicaranya berubah menjadi khawatir. Bagaimana tak khawatir salah satu anak majikannya sakit dan ia baru mengetahuinya setelah beberapa jam yang lalu. Padahal ia sudah diamanatkan untuk menjaga Jessica yang kondisi kesehatannya belum bisa dikatakan sembuh total. "Bibi boleh masuk enggak, Non?" tanya bi Asih. "Masuk aja, Bi. Pintunya enggak dikunci kok," jawab Jessica dengan suara parau. Setelah itu Jessica mendengar pintu kamar terbuka dan sudah pastinya itu adalah bi Asih. "Ya Allah, Non, Non kenapa? Kalau sakit kenapa enggak bilang sama Bibi. Mau Bibi panggilin dokter--" Belum sempat bi Asih menuntaskan perkataannya, Jessica sudah lebih dahulu menyela. "Eh, enggak usah, Bi. Aku baik-baik aja kok. Perut aku enggak enak karena lagi datang bulan," potong Jessica. "Oh, hari pertama ya, Non?" tanya bi Asih yang dibalas anggukan kepala oleh Jessica. "Emm, pantesan. Ya udah Bibi ke bawah dulu ya, ambil makanan buat Non sama air hangat buat ngurangin rasa nyeri di perutnya," pamit bi Asih. "Iya, Bi. Maaf ya, udah ngerepotin," ucap Jessica. Bi Asih tersenyum mendengar penuturan Jessica. "Enggak apa-apa kok, Non. Saya enggak pernah merasa direpotkan oleh Non. Justru saya yang harusnya terima kasih sama Non." Setelah bi Asih keluar dari dalam kamarnya, Jessica pun menghela napasnya kasar. Ternyata menjadi seorang perempuan tidak segampang itu. Rasa sakit yang tengah ia rasakan sekarang mengantarkan Devan pada memori ingatannya beberapa waktu yang lalu. Kejadian ini sama persis seperti apa yang pernah dirasakan oleh Neta. Dulu Neta sering mengeluhkan sakit pada perutnya di hari pertama haid, namun ia sering kali bersikap acuh, bahkan mungkin sedikit kasar kepada Neta dan menganggap hal itu bukanlah hal yang serius. "Kak, sakit." Saat ini Neta tengah terbaring meringkuk di atas sofa apatemennya. Saat ini wajah Neta bisa dikatakan sangat pucat. Bahkan tubuhnya juga terlihat lemas sekali tak bertenaga. "Apaan, sih. Nanti juga hilang sendiri sakitnya," ujar Devan yang tengah sibuk berbalas chat dengan pacarnya yang lain. Neta menatap sendu pada Devan. Rasa sakitnya kini bertambah. Selain rasa sakit karena hari pertama datang bulan, hatinya juga ikut sakit melihat sikap cuek Devan. Padahal ia ingin sekali diperhatikan oleh Devan. Namun sayang harapannya dalam sekali tepuk langsung sirna mendapati sikap cuek sang kekasih. Ia merasa ia bukan lagi prioritasnya Devan. Jessica kembali menghela napasnya dalam. Mengingat kejadian itu lagi, rasa bersalah langsung menguasai diri Devan yang kini terjebak di dalam tubuh Jessica. Tidak seharusnya dulu ia bersikap seperti itu kepada Neta. "Maafin aku, Net. Maaf udah bikin kamu kecewa berkali-kali," batin Jessica. Devan berjanji jika ia sudah kembali ke tubuh aslinya, ia akan menebus segala kesalahannya yang telah ia lakukan kepada Neta dan perempuan-perempuan lain yang telah sengaja ia permainkan. Devan benar-benar merasa ini semua adalah karma karena perbuatannya yang sering kali mempermainkan perempuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD