Part 16

1025 Words
Langkah Jessica terhenti begitu mendapati sosok yang paling dihindarinya saat ini. Ia tampak memundurkan langkahnya, lalu membalikan tubuhnya agar ia tak bisa dilihat oleh Chandra yang entah sedang apa di dalam bandara ini. Detak jantungnya berdebar sangat kencang, bukan karena salting atau memiliki perasaan lebih kepada lawan jenis, melainkan ia gugup karena takut keberadaannya terlihat oleh Chandra. Ia masih ingat perlakuan tidak menyenangkan laki-laki itu kepadanya di kantor pusat dan ia tak ingin kejadian tidak menyenangkannya itu terulang kembali. "Aduh, gimana ini? Kalau gue lewat situ pasti si borokokok Chandra bakal liat gue, tapi kalau gue lewat jalur lain, enggak mungkin juga," batin Jessica. Wajah Jessica semakin pucat melihat pergerakan Chandra. Laki-laki itu tampak celingukan seperti sedang mencari keberadaan seseorang. Melihat itu Jessica pun buru-buru pergi dari sana. Ia harus bergerak cepat agar Chandra tak menemukan keberadaannya. "Aduh, dari kemarin gue kena sial mulu," gerutu Jessica. "Akhh, lepasin saya!" pekik Jessica saat merasa ada sebuah tangan yang mencekal pergelangan tangannya. Tentu saja ia panik karena takutnya itu adalah Chandra yang berhasil menemukan sosoknya. Tubuh Jessica sudah bergetar ketakutan. Bahkan Jessica tidak berani membuka matanya karena saking takutnya yang di hadapannya ini adalah Chandra. "Kamu kenapa?" Eh, tunggu dulu. Jessica mengintip sosok di hadapannya ini dengan cara membuka sedikit kelopak matanya. Dan setelah memastikan yang di hadapannya ini bukanlah Chandra, Jessica menghela napasnya lega. "Jes, kamu kenapa?" Orang itu kembali mengulang pertanyaannya karena belum mendapat jawaban. "Enggak kenapa-kenapa kok, barusan aku kaget," jawab Jessica. Ia tidak mungkin membeberkan alasan sebenarnya karena tidak ingin memperluas gossip miring tentangnya. Ezra mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penuturan Jessica. "Oh, kirain kenapa." Jessica kembali menoleh ke belakang, memastikan jika Chandra tak mengejarnya. Dan untungnya nasib baik kali ini tengah berpihak kepadanya. "Jes," panggil Ezra. "Iya, Mas?" balas Jessica. "Kamu baru pulang atau mau flight?" tanya Ezra. "Emm, baru--" Belum sempat Jessica menuntaskan perkataannya, celetukkan seseorang berhasil membuat atensi keduanya teralihkan. Sepertinya Jessica harus menyimpan banyak rasa stok sabar, lihatlah Chandra hilang muncul pengganggu lainnya. Siapa lagi kalau bukan Fika. Gadis itu ikut menyambungi obrolannya dengan Ezra. "Yang kemarin juga belum tuntas, masa mau cari mangsa baru," sindir Fika. Ezra mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dengan ucapan terakhir Fika? Apa maksudnya? Sementara itu Jessica hanya bisa mendengus kesal dan menahan emosinya dalam-dalam. Sejak tadi gadis itu selalu cari gara-gara dengannya. Padahal menurutnya masalah yang pernah terjadi pada mereka hanya kesalah pahaman saja. Namun gadis itu sepertinya menaruh dendam yang besar kepadanya. "Apaan, sih?! Gaje banget!" ujar Ezra. "Oh, lo belum tahu, ya?" tebak Fika lantaran Ezra terlihat biasa saja di saat yang lainnya heboh dengan gossip yang beredar di kalangan rekan-rekan kerjanya. Ezra mengerutkan keningnya keheranan. "Emangnya ada apa?" Jessica sudah was-was Fika yang akan menjelaskannya tentang gossip itu. "Itu loh ..." Fika menjeda perkataannya, lalu melirik ke arah Jessica yang wajahnya tampak memelas. Ia sangat senang karena berhasil menemukan titik lemah Jessica. Namun belum sempat Fika menyelesaikan perkataannya, ponsel Ezra berbunyi sangat nyaring hingga laki-laki itu berpamitan untuk mengangkat telepon masuk dari seseorang, meninggalkan Fika dan Jessica berdua yang saat ini saling melempar tatapan sengit. "Fik, please, deh, jangan kekanak-kanakan, masalah itu 'kan udah tuntas. Semua cuman salah paham aja. Aku sama Deon enggak ada hubungan apa pun dan aku sama sekali enggak ada niatan deketin Deon. Jadi tolong banget, jangan ganggu aku lagi," pinta Jessica. Sebenarnya Jessica merasa enggan memohon-mohon seperti ini kepada Fika. Ayolah selama ini Devan tidak pernah memohon-mohon kepada orang lain dan kali ini ia terpaksa melakukannya demi kenyamanannya yang bersemayam di dalam tubuh Jessica. Mendengar permintaan Jessica, Fika hanya bisa tersenyum miring. Entah kenapa ia merasa puas mendengar Jessica memohon-mohon kepadanya. Inilah yang ia inginkan. Namun ia masih belum bisa mengabulkan permintaan Jessica karena ia masih belum puas menyiksa batin gadis itu. "Segampang itu lo minta gue buat sudahin semua ini? Ngimpi aja sana! Asa lo tahu, gue udah muak banget sama lo sebelum kejadian kemarin! Jadi gue enggak akan berhenti sebelum lo keluar atau dikeluarin dari maskapai!" seru Fika. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Jessica, Fika hanya lelah saja dibanding-bandingkan dengan gadis itu, baik dari segi visual atau pun attitude. Mendengar penuturan Fika, Jessica tentu saja terkejut. Ia tidak menyangka ternyata Fika memiliki dendam pribadi kepadanya yang ia pun tidak tahu apa masalahnya. Sepertinya sebelumnya telah terjadi konflik antara Jessica dan Fika. "Haduh, ada-ada aja jadi cewek," batin Devan. "Fik, kalau gue ada salah sama lo, gue minta maaf. Gue bener-bener minta maaf sebesar-besarnya," ucap Jessica, ia mencoba merendahkan hatinya agar semua permasalahan antara dirinya dengan Fika selesai. Karena salah satu misi yang harus ia lakukan sesuai dalam buku diary itu adalah ia harus membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada pemilik tubuhnya saat ini. "Walaupun lo minta maaf dan mohon-mohon sama gue, gue enggak akan pernah berhenti bikin hidup lo enggak tenang selama kerja di Tiger Air!" Setelah mengatakan itu Fika pun bergegas pergi dari hadapan Jessica. Berlama-lama bersama gadis itu membuat emosinya tidak terkendali. Oke, sudah cukup! Sepertinya ia tidak harus merendahkan diri lagi di hadapan Fika. Gadis itu memulai genderang perang dengannya dan Jessica tidak akan kalah untuk itu. Fika 'lah yang memulai semuanya. "Oke, gue udah bener-bener minta maaf sama lo, tapi kalau lo enggak mau damai sama gue, oke, enggak masalah. Tapi jangan pernah salahin gue, karena lo yang mulai duluan!" ujar Jessica hingga langkah kaki Fika terhenti. Ingat guys, yang ada dalam tubuh Jessica saat ini adalah Devan, seorang laki-laki cerdas, egois, dan licik. Jessica tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika melihat Fika yang langsung terpancing emosi setelah mendengar perkataannya. "Lo--" Jessica tersenyum miring, lalu dengan kasar ia menghempaskan jari Fika yang menunjuk wajahnya. Ia tidak akan kalah dari siapa pun, termasuk Fika. "Gue udah bilang 'kan, lo yang mulai semua ini, jadi jangan salahin gue dengan apa yang terjadi nanti!" tegas Jessica. Setelah mengatakan itu Jessica pun melangkahkan kakinya, meninggalkan area bandara. Berlama-lama berhadapan dengan Fika hanya membuat mood dan emosinya memburuk. Sementara itu rahang Fika mengeras dan tangannya terkepal erat. Ia menatap punggung Jessica yang perlahan menjauh dengan segudang emosi. Ia tidak menyangka Jessica akan melawannya, karena ia kira gadis itu akan diam saja saat ia tindas. Selama ini 'kan Jessica terkenal dengan pendiamnya dan cuek dengan keadaan sekitar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD