Part 19

1026 Words
Sejak tadi terdengar helaan napas keluar dari mulut Jessica. Gadis itu merasa bosan di tengah keramaian para pejabat-pejabat penting dalam negeri ini. Ya, Chandra mengajaknya pergi ke sebuah acara yang diselenggarakan oleh salah satu rekan kerja laki-laki itu. "Mau makan?" tawar Chandra yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Jessica. Jessica tidak ingin makan, yang ia inginkan sekarang adalah pulang ke rumah dan tiduran di atas ranjang empuknya sambil bermain game, bukan berada di dalam acara yang menurutnya sangat membosankan itu. Apalagi ia tidak mengenal orang-orang yang berada di acara ini. "Saya ambilkan, ya? Kasihan perut kamu kalau kamu turutin ego kamu. Nanti asam lambungnya naik loh," balas Chandra. Dibalik sikap kurang ajarnya kepada Jessica, laki-laki itu termasuk tipe laki-laki yang perhatian kepada pasangannya. Bahkan bisa dibilang Chandra ini peka terhadap sesuatu hal sekecil apa pun. Berbeda dengan sosok Devan, walaupun sama-sama b******k, tetapi dalam hal lainnya lebih unggul Chandra dibandingkan sosok Devan yang hanya sebatas bocah ingusan yang mementingkan kenikmatan surga dunia saja. Jessica mencekal tangan Chandra yang akan beranjak dari meja yang tengah mereka duduki. Ia sengaja menghentikan Chandra karena ia tidak mau ditinggal sendirian di meja itu. Di acara ini banyak sekali laki-laki hidung belang yang mengincar beberapa perempuan yang menurut mereka menarik dan salah satunya adalah dirinya karena ada salah satu rekan kerja Chandra yang sejak tadi tidak berhenti melihat ke arahnya. "Kenapa? Saya cuman sebentar kok ambil makanan buat kamu. Saya tahu sejak tadi kamu belum sempat makan siang 'kan?" ujar Chandra. "Saya udah makan siang kok," balas Jessica yang tentunya bohong karena sejak tadi ia belum sempat makan siang karena sore tadi ia baru bangun tidur lalu ia keburu dijemput Chandra. "Bohong, saya tahu kamu belum makan siang. Udahlah, kamu tunggu aja di sini, biar saya ambilkan makan buat kamu," ucap Chandra yang tak ingin dibantah oleh orang lain, termasuk Jessica. Jessica terpaksa melepas cekalan tangannya kepada Chandra. Ia harap setelah ini tidak ada yang mengganggunya. Namun harapan Jessica sepertinya tidak bisa terkabul lantaran setelah Chandra pergi datanglah seorang laki-laki manis yang kini mengambil tempat duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Chandra. Laki-laki itu tersenyum manis ke arahnya hingga matanya membentuk bulan sabit. Mungkin jika itu perempuan pasti akan langsung jatuh cinta kepada laki-laki itu. Berbeda dengan Chandra yang memiliki wajah tampan cool, laki-laki di depannya ini terlihat tampan dan imut. Namun sayangnya yang berada di dalam tubuh Jessica saat ini adalah seorang laki-laki, jadi ia sama sekali tidak tertarik dengan laki-laki itu. "Hai," sapa laki-laki itu dengan ramah. "Oh, hai," balas Jessica sambil tersenyum canggung. Ia tidak mengenal laki-laki itu. "Perkenalkan, saya Dean. Nama kamu siapa?" tanya laki-laki bernama Dean itu seraya mengulurkan tangannya kepada Jessica. "Salam kenal, Dean. Saya Jessica," jawab Jessica seraya membalas uluran tangan Dean. Dean memandang lekat wajah Jessica. Jujur, sejak awal melihat eksistensi Jessica, laki-laki itu langsung terpikat oleh kecantikan gadis itu. Apalagi saat melihat proposi tubuh Jessica yang sangat idaman sekali bagi para kaum adam. Jessica merupakan tipe idealnya. "Nama yang cantik, seperti orangnya," puji Dean yang tentunya terdengar memuakan di telinga Jessica. "Dasar buaya," batin Jessica. Tidak sadarkah dulu juga Devan seperti ini. Namun sekarang ia merasa tidak nyaman dengan gombalan para kaum Adam. Benar kata pepatah, karma itu nyata. "Ekhem!" Sontak Jessica dan Dean pun langsung mengangkat wajah mereka dan mereka melihat eksistensi Chandra yang di tangan kanannya sedang membawa sebuah piring yang di atasnya berisi makanan. "Bang Chandra," sapa Dean. Sementara yang disapa hanya berdeham saja. Laki-laki itu merasa tak nyaman melihat Jessica dekat dengan laki-laki lain. "Minggir!" usir Chandra. Seketika senyum yang terpatri di bibir Dean pun luntur mendengar Chandra mengusirnya. Padahal ia masih ingin mengobrol dengan Jessica meskipun ia tahu gadis itu bersikap dingin kepadanya. "Biarin kenapa, Bang. Gue masih pengen di sini, ngobrol sama si teteh cantik," ucap Dean seraya mesem-mesem sendiri melirik ke arah Neta. Jessica sedikit terkejut melihat keakraban Dean dan Chandra. Sepertinya mereka saling mengenal, apalagi Dean memanggil Chandra dengan sebutan abang. "Terserah, tapi awas lo ganggu gue atau Jessica," balas Chandra pada akhirnya mengalah karena ia malas jika harus berdebat dengan Dean. Sementara itu Dean tersenyum penuh kemenangan karena lagi-lagi ia berhasil mengalahkan argumen Chandra. "Pak, saya izin ke toilet sebentar," pamit Jessica. "Iya, mau saya antar?" tanya Chandra yang sontak langsung mendapat pelototan tajam dari Jessica. Melihat respons yang diberikan oleh Jessica padanya, Chandra pun terkekeh geli. "Santai, aja kali mukanya." Jessica melengoskan wajahnya, lalu beranjak pergi menuju toilet. *** Sementara itu di belahan dunia lain, Kenzo tampak membujuk Neta keluar dari kamarnya. Dari kabar yang ia dapat dari kakak Neta, sepulang dari rumah sakit gadis itu mengurung dirinya di dalam kamar. "Neta, buka pintunya, yok. Kalau kamu buka pintunya Kakak janji bakal bantuin kamu baikkan sama tante Rika," bujuk Kenzo. Namun tidak ada sahutan dari dalam kamar, membuat Kenzo dan Anita semakin panik saja. Mereka berdua sudah memikirkan hal yang tidak-tidak di dalam sana. Terlebih setelah kejadian naas itu sepertinya kondisi psikologis Neta sedikit terganggu. Neta mengalami trauma dan ia juga diam-diam sering menyalahkan dirinya sendiri, lalu menangis sekencang-kencangnya jika ia sedang sendirian. "Kak, gimana ini? Aku enggak ingin berpikiran jelek, tapi ngelihat Neta yang semakin down, buat aku makin khawatir sama kondisi Neta," tanya Kenzo pada Anita. "Kakak juga enggak tahu, Ken. Kakak bingung," jawab Anita. Dari raut wajahnya kentara sekali jika dirinya sedang dalam posisi serba salah. Apalagi ia diberi mandat oleh orang tuanya untuk menjaga Neta selama orang tuanya dinas di luar kota. Sedangkan di dalam kamar, Neta tampak duduk termenung di dekat jendela kamarnya. Gadis itu menatap kosong ke arah luar jendela. Hatinya benar-benar merasa kosong setelah Devan dinyatakan koma oleh dokter. Rasa bersalah terus menghantuinya. Andaikan saja ia bisa mengulang waktu, sepertinya ia tidak akan melakukan tindakan bodoh tersebut. "Kak Devan, maafin Neta. Maaf Neta udah bikin Kakak terluka. Aku mohon, Kak Devan bangun. Aku janji kalau Kakak sadar aku akan terima Kakak benci aku dan ninggalin aku ...," ucap Neta dengan lirih. Jika menyangkut dengan cinta seseorang memang sering kali bodoh. Bahkan mereka rela batin dan fisik mereka tersakiti, asalkan orang yang dicintainya bahagia. Dan itulah perasaan yang kini tengah dirasakan oleh Neta, ia ikhlas jika saat sadar nanti Devan akan membencinya dan meninggalkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD