5.4

1202 Words
Bian merasa jahat karena membiarkan Dafka begitu saja bersama hujan badai. Tidak Bian tidak bisa disebut jahat karena bukan dia yang meminta pria itu datang di tengah hujan badai. Mereka bukan sepasang kekasih seperti yang ada di liriknya If This Was a Movienya Taylor Swift bukan? Lagi pula ini dunia nyata dan kedatangan Dafka sudah pasti bukan untuk meminta maaf padanya. Mungkin jika apa yang selama ini terjadi di antara mereka tidak pernah ada Bian akan berbaik hati untuk membiarkan pria itu berteduh di rumahnya, toh Dafka sering menemaninya di rumah saat Papa tidak bisa pulang, meskipun sampai sekarang Bian tidak tau kenapa Papa begitu percaya pada orang asing untuk menjaganya. Tapi ia tidak punya pilihan lain karena Dafka pula yang mengatakan bahwa ia tidak pantas disayangi oleh laki-laki manapun. Bian ingin buktikan pada Dafka bahwa ia pantas disayangi. Bahwa Dafka telah sok tahu karena jauh sebelum Dafka mengenalnya, ia sudah disayangi sepenuh hati oleh Abangnya. Dan sebagai bukti terbaru, Bian akan menunjukkam bahwa akan ada laki-laki lain yang menyayanginya. Tidak seperti Dafka yang memiliki niat terselubung memacarinya. “Kenapa kamu ga hubungi Papa dulu?” Bian langsung duduk karena mendengar sayup-sayup suara Papanya. Bergegas keluar menuju ruang tengah, Bian memekik melihat  Dafka ada di rumahnya dalam keadaan menggigil. Sial! Menggigil sih menggigil, urusannya sampai masuk rumah Bian itu apa ya? “Bian apa-apaan pakaian kamu?” hardik Erwin Chavali. Putrinya berkeliaran dengan baju kekurangan bahan. Dan malah tatap-tatapan dengan mahasiswanya. Bian menatap Dafka seperti akan melakukan suatu tindak kriminal  sedangkan Dafka yang tertegun melihat bagaimana cara putri semata wayangnya berpakaian. “Papa yang apa-apaan? Kenapa rumah kita seperti toilet umun saja belakangan ini?” tanya Bian kesal. Sejak putus Dafka justru semakin sering berada di rumahnya. Membuatnya tidak bebas berekspresi. Kemarahan papa juga sangat tidak masuk akal. Apa karena di luar sana Bian berpakaian sopan bahkan sudah mulai belajar mengenakan jilbab lalu ia tidak boleh berpakaian pendek di rumahnya sendiri? Bian tau ini sedang hujan deras dan sedikit dingin tapi tumpukan tugas-tugas yang sudah kehabisan tenggat waktu membuat suhu tubuhnya naik. Lagian Bian kan hanya bisa menggunakan pakaian seperti ini, celana pendek dan kaos kebesaran milik Abangnya hanya ketika ia berada di rumah saja. Kalau Dafka terus-terusan menumpang di rumahnya lalu di rumah siapa Bian bisa berpakaian pendek?? “Tunggu apa lagi? Kenapa kamu baru ngelirik mahasiswa Papa? Baru sadar dia tampan?” sindir Erwin Chavali dengan mata melotot. Matanya justru mengatakan pakai bajumu pada putri kesayangannya itu. “Kalo mahasiswa Papa terus-terusan menumpang di rumah kita, lalu di rumah siapa Bian bisa pakai pakaian tidur Bian? Ini rumah Bian atau rumah mahasiswanya Papa? Anak Papa siapa si?” gerutu Bian dan tergesa-gesa menjauh. “Apa??? Ralin Abriana Chavali! Temui Papa segera setelah kamu berpakaian! Sejak kedatangan laki-laki dengan bocah tempo hari kamu seperti kehilangan kewarasanmu Bian, kamu jadi semakin aneh!” “Ga ada hubungan sama Adri, dan Papa jangan menyalah-nyalahkan Danis begitu karena anak sepolos dia belum mampu menggoncang kewarasan aku,” balas Bian di tengah derasnya hujan. Entah Papanya bisa mendengar atau tidak. Berani sekali Papa mengkambing hitamkan Danis padahal Papa bahkan senang sekali mendudukkan bocah itu di pangkuannya. >>>>>  Raka terpaksa bangun karena Reza mengacaukan tidur nyenyaknya. Ternyata temannya itu meminta tolong pindahkan Uci ke ranjang yang dari beberapa waktu lalu di tempati oleh mereka berdua setelah di hardik Uci untuk kesekian kalinya. Hardikan Uci bahkan berlomba-lomba dengan suara petir. Raka bisa saja mendapatkan fobia baru jika Uci berkolaborasi dengan hujan badai, petir dan padamnya listrik. “Lo aja yang pindahin apa kaga bisa? Lo kalau yang susah-susah baru minta gue ya,” ucap Raka yang tidak senang sekali karena tidur nyenyaknya terganggu. “Lengan gue lagi sakit kalo lo lupa,” jawab Reza menunjukkan keadaan lengannya. Ia tentu sangat tidak rela membiarkan orang lain menyentuh Uci tapi ia lebih tidak rela jika nanti ia menjatuhkan Uci begitu saja. Bukan bermaksud menghina fisik dari perempuan pemilik hatinya itu, cuma Uci memang jadi lebih banyak saja lemaknya sejak beberapa tahun terakhir. Raka bangkit hanya untuk mendapat teguran dari Reza karena ia dengan sengaja menjepit hidung Uci agar sulit bernapas, lalu ia bangun dan bisa berjalan sendiri ke ranjang. “Kalau lo buat dia bangun, dia ga akan mau tidur di sana,” jelas Reza pada temannya yang selalu mencari gara-gara dengan Uci. Raka meletakkan lengan kirinya tepat di leher Uci sedang lengan kanannya di pinggang, kemudian ia angkatlah cewek itu ke tempat yang tunangannya inginkan, “Berat di dosa lo, muke aje kaya duta surga. Kelakuan lo ...” Raka berhenti mengoceh dan kembali pada sofa. Duduk di samping Reza dan sekarang keduanya sama-sama memandangi Uci yang tampak menyamankan posisinya. “Lo mau tidur rebahan? Gue bisa cari hotel kok.. Sekalian penghangat ranjang,” kekeh Raka yang merasa aneh karena sekarang mereka jadi duduk berdua di tempat yang tadi Raka jadikan tempat tidur, apalagi keduanya kini memandang naik-turun tubuh Uci, pertanda bahwa gadis itu bernapas dengan baik dan tidur dengan pulas. “Tamparan tadi ...” gumam Reza tanpa menoleh pada Raka. “Udah ga sakit kok, lo tenang aja, gue bakal tetep ganteng tiada tara,” kekeh Raka sambil membenarkan tatanan rambutnya. Kalau ada satu saja laki-laki yang tidak marah, jangankan marah tersinggung saja tidak, karena di tampar maka orang itu hanyalah Raka Aditya Orlando lah orangnya, Raka yang anaknya Bapak Baron. “Harusnya buat gue kan, Ka?” tanya Reza, kali ini ia menoleh pada sahabatnya itu dan Raka tidak bisa melakukan apa-apa selain gelagapan. “Mak-maksud lo gimana?” Reza kembali membuang muka dari Raka, ia menatap Uci lagi. Tentu saja ia tau bahwa seharusnya tamparan yang Uci layangkan pada Raka harusnya dialamatkan padanya. Bukti begitu jauh jarak antara dirinya dan tunangannya itu. Reza sudah terlalu paham dengan Uci yang selalu tidak nyaman berada terlalu dekat dengannya. Padahal sekarang ia melihat gadis itu dari jarak satu setengah meter, tapi Reza justru merasa sangat jauh. Sulit sekali hanya untuk menyentuh hatinya perempuan ini. Bagi Uci, adalah mutlak untuk selalu menjaga batas saat bersama Reza sementara dengan Raka? Gadis itu bahkan ternyata selama ini selalu mengunjungi Raka, berdua saja di apartemen temannya itu. Kapan Uci bisa membiarkan Reza menyentuhnya tanpa merasa terancam?? Sedangkan di posisinya Raka, ia menatap Uci dengan putus asa. Perempuan itu, tidak lama lagi, tidak akan sama seperti dulu. Uci mungkin akan menjadi istri. Bagi Raka dan Uci mungkin bukan hal yang berarti karena keduanya tau pada siapa hati terpaut. Tapi bagaimana dengan Reza? Tipe seperti Reza pasti tidak akan membiarkan apa yang sudah menjadi miliknya didekati oleh Raka. Reza akan segera menjauhkan Uci darinya. Lalu bisakah Raka tetap waras? Atau mungkin Ucilah yang akan segera berubah? Melupakan almarhum pacarnya dan menyambut cinta Reza dengan gegap gempita. Ini hal paling menyeramkan bagi Raka. Bukannya Raka senang dengan Uci yang terpuruk dalam masa lalu. Hanya saja... Dengan demikian ia bisa memiliki waktu gadis itu. Kesedihan Uci membuat Raka memiliki tempat yang memang sangat diinginkannya, yang sampai saat ini cewek itu tidak mengijinkan siapapun untuk berada disana sekalipun itu Reza yang sudah menyatakan perasaan padanya puluhan kali. Apa Raka begitu egois? “Apa gue terlalu egois, Ka?” tanya Reza lirih. Jantung Raka serasa di potong dari tempatnya bergelandungan di rongga d**a kemudian terjun bebas menumbuk organ-organ lain di bawahnya saat mendengar kalimat yang menyindir dirinya barusan. “Lo... Jangan tanya gue, Jak.” Mati-matian Raka mencoba menelan liurnya yang tiba-tiba terasa sekeras batu. “...” “.. Gue... Gue pulang aja. Urusan lo sama tunangan lo plis jangan Tanya-tanya ke gue,” ucap Raka. Pukul setengah dua dini hari Raka pergi. Bersama seluruh rasa sakit saat melihat wanita yang disayanginya berada di tangan sahabatnya sendiri. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD