Bab 9. Mengenal sisi manis Esvaldo
Antonietta berjalan dengan gamang di lorong menuju tempat pemberkatan pernikahannya dengan Esvaldo. Pernikahan yang semula dia bayangkan akan berjalan sangat indah membahagiakannya, akan tetapi tak ada kebahagiaan yang dia rasakan. Dia berjalan seperti zombi yang tidak punya rasa lagi dalam hidupnya.
Saat pintu terbuka, Antonietta sekali lagi terhenyak dengan kemegahan ruangan dan juga para tamu undangan yang sudah diundang oleh Esvaldo. Mereka terlihat sangat berkelas dan juga berbahaya. Siapa sebenarnya calon suaminya itu. Tanpa sadar Antonietta mencari sosok Esvaldo yang berdiri tegak dengan gagahnya mengenakan setelan toxedo berwarna hitam. Terlihat tampan sekaligus berbahaya. Ya, dia adalah definisi ancaman terbesar bagi Antonietta.
Keduanya saling menatap dalam diam. Sama-sama saling mengagumi pasangannya. Antonietta merasa gemuruh di dadanya kian keras. Dia sampai memegang d**a kirinya karena takut debarannya bisa di dengar orang di sekitarnya.
Harusnya dia membenci lelaki itu, akan tetapi kenapa tubuhnya mengkhianatinya dengan berdebar dengan kurang ajar. Dia benci dengan setiap kali tubuhnya merespon kehadiran dari Esvaldo. Lelaki yang sudah menjauhkannya dari lelaki yang paling dia cintai. Maka sudah seharusnya dia membencinya bukan? Bukannya mendamba setiap sentuhan dan cumbuannya.
Semakin langkah membuatnya kian mendekat ke arah Esvaldo membuat gemuruh dan debaran itu kian cepat. Antonietta sampai menggigit bibir bawahnya supaya dia bisa membuat jantungnya lebih merasa tenang. akan tetapi itu kian membuatnya semakin gila. Apalagi dengan kurang ajarnya dia malah mengingat bagaimana rasa tangan Esvaldo yang menyentuh seluruh tubuhnya. Karena tak tahan dengan pandangan Esvaldo yang kian intens, Antonietta mengalihkan pandangannya ke arah pendeta yang berdiri di belakang Esvaldo.
Tanpa dia sadari kini dia sudah berdiri di depan Esvaldo. Lelaki itu mendekat ke arahnya seperti sedang menciumnya. Akan tetapi lelaki itu hanya berbisik di telinganya, "jangan menggigit bibirmu sendiri. Atau aku akan menggigitnya."
Jempolnya menekan dagu Antonietta hingga bibir Antonietta terbuka. Keduanya bertatapan sejenak hingga pendeta menyela keduanya. Pendeta memulai prosesi pemberkatan pernikahan keduanya dengan sakral.
Akhirnya keduanya sah secara agama dan negara sebagai sepasang suami dan juga istri. Berikrar sehidup semati dalam suka maupun duka di depan Tuhan dan juga para hadirin yang hadir.
***
Antonietta terdiam dalam kamar pengantinnya. Kamar yang sama dengan yang tadi dia tempati saat merias diri. Akan tetapi, saat memasukinya untuk yang kedua kalinya tadi suasana kamar ini sudah berubah dari pertama kali dia memasukinya.
Sepertinya saat mereka melangsungkan pemberkatan pernikahan semua pelayan di mansion mewah Esvaldo bekerja keras menghias kamar pengantin mereka.
Kamar ini sengaja dimatikan lampunya dan sebagai gantinya mereka menyalakan lilin di mana-mana. Terlihat sangat romantis. Andai saja dia menikahi lelaki yang dicintainya mungkin perasaannya bisa merasakan keromantisannya. Akan tetapi ....
Antonietta hanya mampu terkagum akan semua yang kini terpampang di depan matanya. Ranjang pengantinnya juga dihias sedemikian indah. Apa lelaki itu yang memerintahkan pelayannya?
Sedikit rasa haru merambati hatinya, dia merasa dispesialkan oleh lelaki yang kini sudah menjadi suaminya itu.
"Apa kau suka?" tanya Esvaldo yang entah kapan sudah berada di belakang Antonietta. Antonietta tak perlu menoleh untuk tau siapa yang berbicara karena dia bisa melihat pantulan mereka dari kaca hias di depannya.
Dia melihat suaminya itu berjalan mendekat ke arahnya. Keduanya saling beratatapan dengan lekat melalui pantulan kaca itu.
Esvaldo sudah berada tepat di belakang istrinya dan memeluknya dari belakang dengan begitu lembut seakan takut untuk menyakiti istrinya jika terlalu erat memeluknya. Esvaldo ingin istrinya tahu betapa berharganya dia baginya.
Antonietta tak menolak pelukan sang suami, tatapan mereka masih saling memaku melalui pantulan kaca di depan mereka.
Dagu Esvaldo menumpu di bahu terbuka Antonietta. Mengecup lembut kulitnya yang terbuka. Sesaat Antonietta hanya mampu memejamkan mata meresapi kehangatan yang kini melingkupinya. Dia bisa saja dengan lantang mengatakan sangat membenci Esvaldo, akan tetapi tidak dengan tubuhnya.
Tubuhnya selalu menyambut cumbuan dari lelaki yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu. Haruskah dia juga membiarkan hatinya menerima kehadiran lelaki yang kini asik mencumbu lehernya?
Antonietta juga ingin bahagia dalam hidupnya. Kalau dia hanya terpaku kepada cintanya yang tidak mungkin lagi tergapai olehnya. Salahkah jika kini dia mulai belajar mencintai lelaki yang kini resmi menjadi suaminya itu?
"Apa kau mencintaiku?" tanya Antonietta entah kenapa ingin menanyakan hal itu. Sejenak Esvaldo menghentikan kegiatannya mencumbu istrinya itu. Mereka kembali bertatapan di kaca.
"Kenapa kau mendadak menanyakan hal itu?" tanya Esvaldo tenang.
"Hanya penasaran saja. Kenapa kau memilih diriku yang baru kau kenal tiga hari ini untuk menjadi istrimu dan menyandang nama keluargamu dibanding wanita-wanita yang sedari tadi meminta perhatianmu?" tanya
"Kau tahu? Aku terlahir dengan kegelapan yang menyelimutiku hingga aku tidak tahu apa itu cinta seperti yang kau tanyakan. Cuma saat pertama kali aku melihatmu di pesta itu aku ingin memilikimu. KALAU itu cinta maka aku memang mencintaimu," ucap Esvaldo jujur.
Antonietta sejenak terpaku mendengar jawaban suaminya. Hatinya berdebar entah karena apa. Apa tanpa dia sadari hatinya sudah mulai ditempati nama lain selain Abraham?
"Jadi sekarang apa aku sudah boleh melanjutkan pekerjaanku tadi nyonya Esvaldo?" goda Esvaldo membuat semburat merah merambati pipi Antonietta. Esvaldo terpesona menatap wajah istrinya yang kian mempesona saat merona seperti itu.
Dengan masih menahan malu Antonietta mengangguk. Menahan senyuman yang entah sejak kapan menghiasi wajahnya yang sedari kemarin hanya menamlilkan wajh muramnya. Esvaldo senang akhirnya wanitanya sudah mulai bisa menerimanya. Dia bersumpah akan membahagiakan istrinya hingga tak ada lagi penyesalan yang tertinggal di sanubari istrinya.
"Maaf jika aku memilikimu dengan cara yang salah, karena hanya cara itulah yang aku miliki," gumam Esvaldo ingin mulai terbuka dengan sang istri.
"Tolong jangan buat aku menyesali keputusanku untuk mulai belajar mencintaimu," pinta Antonietta akhirnya menyerah dan ingin mulai belajar mencintai sang suami. Sebesar apapun cintanya pada Abraham, dirinya kini sudah menjadi istri Esvaldo bukan tunangan Abraham lagi. Jadi sudah sepantasnya kalau hatinya juga hanya dimiliki oleh sang suami yang lebih berhak atasnya.
"Tentu sayang, aku berjanji," sahut Esvaldo.
Esvaldo kembali mencumbu leher Antonietta lembut seakan ingin menyalurkan rasa cintanya melalui setiap cumbuannya. Antonietta tak lagi menahan diri untuk mendesah. Wanita itu selalu b*******h setiap Esvaldo mulai menyentuhnya. Keduanya hanyut dalam gairah cinta yang tanpa mereka sadari mulai mengikat keduanya dalam perasaan tanpa akhir. Suara desahan dan erangan mulai memenuhi kamar pengantin itu. Keduanya saling mereguk gairah yang mulai terbakar dari kedua tubuh mereka yang mulai menyatu. Gairah keduanya kian memuncak saat klimak menggulung keduanya. Nama mereka keluar dari bibir mereka berdua seakan mengungkapkan rasa yang memang sudah mulai mereka rasakan.
>>Bersambung>>