Part 6

1040 Words
Lukas tidak main-main dengan perkataan yang mengasinglan Alex. Pagi ini Alex sudah di depak dari rumahnya, dia diberikan tiket pesawat kelas  ekonomi dan juga secarik kertas berisi alamat yang akan menjadi tempatnya tinggal. Kini Alex berdiri di depan deretan rumah kecil tiga petak. Di mana salah satunya akan menjadi tempat tinggalnya. Alex memastikan kalau alamatnya sudah benar berkali-kali dia bertanya pada orang yang melewatinya karena tidak percaya papanya mengirimnya ketempat kumuh itu. Alex menarik kopernya lalu mengeluarkan kunci dari dalam tasnya, berharap kunci tersebut tidak cocok dengan pintu di depanya itu. Alex harus menelan kekecewaannya karena pintu itu langsung terbuka. Alex mengamati rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya yang entah sampai kapan. Lukas—papanya tidak mengatakan sampai kapan dia diasingkan di sini. Alex lalu menekan handle pintu, dia kemudian mendorong pintu kayu itu untuk melihat ke dalam rumah yang akan dia tinggali.  "Ahh!" Alex melompat mundur saat seranga kecil bernama kecoa itu melintas di kakinya. Papanya adalah orang kaya, tidak bisakah dia mendapatkan kehidupan yang lebih layak? Alex mengeluarkan ponselnya lalu mencoba menghubungi papanya. Lima kali mencoba, panggilan selalu dialihkan ke operator. Tidak menyerah Alex mencoba menghubungi mamanya lalu adiknya. Semua sama, tidak ada yang bisa dia hubungi. Alex mendesah keras, jadi dia benar-benar di asingkan? Alex masuk ke dalam rumah itu dengan terpaksa.  Dia mengamati ruangan itu dengan teliti sekaligus berjaga-jaga, takut kalau serangga itu kembali menampakkan dirinya. Rumah itu terdiri dari tidak petak, bagian depannya adalah ruang tamu lalu ada satu kamar di bagian tengah. Bagian belakang ada dapur sekaligus kamar mandi yang begitu sempit. Alex lagi-lagi menghela napasnya berat. Bayangan kekecewaan Mamanya membuat tenggorokan Alex tercekat. Selama ini wanita setengah baya itu selalu mendukungnya, bahkan ketika papanya memarahinya,  Yuna akan selalu berada di depannya menjadi tameng. Kini wanita itu telah memalingkan mukanya. Dia bahkan tidak memberikan Alex kesempatan untuk berbicara.  "Pergilah! Perbaiki dirimu dan renungkan kesalahanmu." Hanya itu yang Mamanya ucapkan pagi tadi. Sementara Lukas, dia mengambil semua barang-barang Alex termasuk dompet, kecuali ponselnya. Lukas lalu menggantinya dengan amplop putih berisi uang sebanyak tiga juta rupiah. Hanya tiga juta itulah yang menjadi bekal Alex di kota Medan ini. A;ex mengeluarkan berkas-berkasnya dari dalam koper. Dia harus segera mendapatkan pekerjaan dan pindah dari rumah kumuh itu. Alex langsung sibuk menyusun berkas lamaran. Dia juga mencari perusahaan yang sedang membuka lowongan lewat pencarian di internet. Alex memasukkan lamarannya melalui internet di beberapa perusahaan yang menurutnya cocok untuk dirinya.  Alex berpikir akan mudah mendapatkan pekerjaan karena latar belakang pendidikannya yang tinggi dan juga pengalam kerjanya di perusahaan milik sang Papa. Akan tetapi semua tidak semudah yang dia pikirkan. Sudah seminggu dia berada di kota Medan, namun tidak satu pun dari lamaran yang dia masukkan mendapat balasan. Keuangannya mulai menipis, menghubungi papanya pun tidak berhasil. Semua temannya juga seakan menghilang tidak satu pun  yang dapat membantunya.  Pagi ini Alex memutuskan untuk mendatangi langsung perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Alex tidak sendirian, ada banyak pelamar lainnya yang menunggu di lobby perusahaan itu. Mereka kemudian memasuki sebuah ruangan yang nantinya akan menjadi tempat mereka melakukan berbagai macam tes sebelum di putuskan di terima atau tidak. Alex telah melewati tiga tes dengan mudah dan sekarang adalah tes yang terakhir.  Tiga orang di hadapannya bergantian membaca berkas lamarannya. Alex melihat ketiganya mengangguk-angguk.  "Anda adalah anak tertua dari keluarga Harisson?" tanya  salah dari tiga pewawancara tersebut. "Iya, benar," jawab Alex tegas. Ketiganya berpandangan lalu saling mengangguk.  "Kami hanya punya satu pertanyaan. Kenapa Anda berhenti dari perusahaan keluarga Anda dan memilih bekerja di perusahaan lain?"  "Saya merasa kurang cocok dengan perusahaan keluarga, seperti yang diketahui kalau saya adalah penerus perusahaan ayah saya jadi, semua orang berlomba-lomba menjilat dan mengharapkan jabatan sebagai imbalan. Mereka tidak memperlakukan saya seperti pekerja namun, sebagai orang yang akan mengubah nasib. Di sini saya yakin akan di perlakukan seperti pekerja lainnya. " Sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya bohong. Banyak petinggi perusahaan yang berusaha dekat dengannya bahkan menyodorkan putri mereka sebagai umpan. Namun Alex tentu bukan orang bodoh, tidak satu pun dari mereka yang Alex tanggapi.  "Anda boleh keluar. Kami akan menghubungi Anda untuk hasil selanjutnya." Alex tahu ini adalah penolakan. Trik seperti ini tidak asing lagi di telinga pria itu.  "Ternyata begini rasanya," gumam Alex kecil. Dia kini tahu bagaimana perasaan orang-orang yang susah payah mencari pekerjaan namun pada akhirnya ditolak. Ada perasaan kecewa dan juga sedih. Alex tidak langsung kembali ke rumah. Dia masih memiliki satu lagi kesempatan di perusahaan lain. Beruntung waktunya tidak bersamaan.  Alex lagi-lagi harus menelan kekecewaan saat perusahan lainnya juga menolak lamarannya. Dia kembali ke rumah, menghitung sisa uang yang dia miliki. Hanya tersisa satu juta, dia begitu boros menghabiskan uang dua juta dalam satu minggu. Alex tidak terbiasa makan dengan makan di pinggir jalan atau tempat kumuh seperti lingkungannya sekarang. Selama satu minggu ini dia memesan makan dari restoran ternama. Alhasil keuangannya semakin menipis semetara pekerjaan tidak kunjung dia dapatkan.  *** "Papa seharusnya tidak membuat Kak Alex kesulitan dalam mencari pekerjaan. Dia akan tersiksa, Pa," kata Alea saat mereka makan malam. Alea adik kandung Alex mendengar laporan dari orang suruhan papanya tadi. Alea tidak membenarkan kelakuan kakaknya, tapi haruskah pria itu dihukum separah ini? Alex bahkan tinggal di tempat yang padat penduduk dan kumuh.  "Dia pantas mendapatkannya. Ini bahkan baru permulaan," kata Lukas santai. Sementara Yuna hanya diam dan menyantap makan malamnya. Dia sama seperti suaminya, dia ingin Alex mengambil pelajaran dan menjadi lebih baik.  "Jangan coba-coba mendatangi kakakmu atau membantunya. Papa tidak akan segan-segan untuk menarik semua fasilitas yang kamu nikmati sekarang." Seperti bisa membaca pikiran putrinya, Lukas langsung memperingatkan Alea. Alea langsung menelan ludahnya, papanya langsung bisa menebak apa yang dia pikirkan.  "Ngomong-ngomong apa kamu sudah mengunjungi Bianca, Sayang?" Lukas bertanya pada istrinya.  "Sudah. Dia jauh lebih baik sekarang. Dia tidak lagi takut bertemu denganku." Yuna tersenyum dengan mata berkaca-kaca saat membayangkan Bianca. "Dia bahkan sudah mampu tersenyum," kata Yuna lagi.  "Itu bagus," jawab Lukas. Itu adalah kabar baik, namun meskipun begitu hubungan kedua keluarga itu tidak bisa kembali seperti sebelumnya. Doni lebih menjaga jarak sementara Janeta lebih memilih diam. Yuna dan Lukas memang rutin mengunjungi Bianca. Awalnya kedatangan mereka mendapat penolakan dari Doni dan keluarganya namun, Lukas dan Yuna gigih untuk memperbaiki hubungan persahabatan mereka. Di balik itu, mereka juga ingin dilibatkan dalam proses perkembangan calon cucu mereka yang dikandung Bianca.  Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD