3. Menjadi Pengganti

1421 Words
Karena pernikahannya adalah besok, Alicia merawat dirinya dengan bantuan Vivi. Pergi ke salon, lulur, dan SPA. Mengubah penampilan Alicia hingga menjadi cantik seperti seorang putri kerajaan. Pakaian yang awalnya biasa saja menjadi indah dan sedikit mewah karena itu pemberian dari Vivi. Selesai melakukan perawatan kecantikan, Vivi memuji wajah rupawan Alicia yang seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Alicia yang di puji dengan rasa kagum merasa senang dan bahagia. Akhirnya ia bisa merasakan sanjungan dari Vivi, calon ibu mertuanya sendiri. Daripada hari kemarin hanya Alice saja yang selalu menjadi pusat perhatian. "Apakah kamu juga menyukai hena?" tanya Vivi basa-basi. Hiasan seorang pengantin wanita yang selalu didambakan untuk mempercantik tangannya yang lentik. Alicia mengangguk. "Suka sekali mama. Pasti Keenan suka. Aku ingin memakai hena." "Baiklah, permintaanmu dikabulkan. Nanti siang kita buat hena di tanganmu. Tunggu sampai kering dan jangan terlalu banyak bergerak, nanti rusak dan itu pertanda tidak baik," ujar Vivi sedikit mengecilkan suaranya di akhir ucapannya. Ya, karena yang rusak bisa jadi setelahnya akan tidak baik, apalagi pernikahan. Alicia mengernyitkan kedua alisnya. "Mama tenang saja, ada ibu dan Alice yang akan membantu semua keperluanku seperti mencuci, menjemur baju, setrika, mengepel dan yang lainnya," senyum bahagianya tidak akan pudar hari ini, bagaimana tidak? Memakai hena membuatnya bisa sedikit santai dan tidak perlu bergerak terlalu banyak, apalagi mengerjakan tugas rumah juga menjual es potong. Alicia ingin tampil paling terbaik di keesokan harinya, hena yang indah, wajah cantik seperti bidadari, dan dipasangkan dengan pangeran tampan. Keenan miliknya. *** Siang harinya, tangan Alicia pun mulai ditulis sebuah hena dengan sangat teliti. Motif bunga yang rumit itu akan menghiasi setengah tangan Alicia. Karena berada di rumah, Alicia hanya mengandalkan Alice, adiknya. Hari Minggu ini tidak ada jadwal kuliah. Alicia jadi bebas perintah apa saja kepada Alice. Sedangkan ibunya melanjutkan menjual es potong keliling kampung sebagai penggantinya. Andai saja hidupnya bisa tenang seperti ini sejak dulu, pasti badan Alicia menjadi bugar tidak kurus kering seperti saat ini. Alicia sedikit bingung bagaimana cara menggemukkan badan dengan cepat, siapa tau Keenan menyukai postur tubuh gemuk. "Apakah kamu tau bagaimana caranya agar menjadi gemuk?" tanya Alicia pada sang penghias hena, usianya sekitar 25 tahun. Perempuan dengan mata sipit orang China itu menggeleng. "Saya tidak tau. Mungkin dengan menambah porsi makan bisa membuatmu sedikit berisi, atau diselingi oleh camilan agar kalori dalam sehari di tubuhmu meningkat," sarannya terdengar bijaksana. Benar juga. "Aku hanya memiliki camilan es potong. Apakah ampuh juga untuk menambah berat badan?" tanya Alicia lagi. Li Yue mengangguk. "Benar. Apa saja camilan itu, bisa membuatmu sedikit berisi Alicia. Sudah selesai, hena cantik untuk pengantin yang baik," Li Yue tersenyum menatap Alicia. Betapa beruntungnya sosok laki-laki yang bisa mendapatkan Alicia, selain baik, kecantikannya itu natural tidak dibuat-buat seperti tambahan krim wajah. "ALICE!" suara Alicia yang sedikit berteriak lantang itu membuat Alice yang sedang menyapu ruang tamu berlari kecil menghampiri sang kakak. Dengan penampilan yang masih lusuh karena tidak mandi dan disibukkan dengan pekerjaan rumah. Seluruh tugas Alicia dulunya kini menjadi tanggung jawabnya selama hena itu benar-benar kering. "Iya kakak? Apakah aku bisa membantumu?" tanya Alice dengan sangat hormat dan patuh, bahkan ia seperti seorang prajurit yang tunduk pada ratu-nya. "Tolong ambilkan sarapan pagi untukku. Jangan ada sambal ya, karena besok adalah hari pernikahanku. Aku tidak mau nanti sakit perut atau ada keluhan lain seperti rasa mulas," Alicia memerintah dengan sedikit angkuh dan sok berkuasa seperti seorang ratu yang mulia. Alice mengangguk patuh. "Baiklah kakak. Aku akan mengambilkan sarapanmu segera. Ditunggu, karena aku belum menggoreng lauknya." Alicia menghela nafasnya, ia jadi menunda sarapan paginya sampai harus sabar menahan rasa lapar sebentar. Sedangkan di dapur, Alice dengan cekatan memasak. Dari nasi, menggoreng lauk sederhana yaitu tempe dan tahu, dan teh hangat untuk kakaknya. Sangat baik pagi-pagi minum yang hangat agar kesehatan kakaknya esok hari saat pernikahan kondisinya menjadi fit. Alice sedikit mempercepat langkahnya menuju kamar dengan membawa nampan sarapan pagi untuk kakaknya. Saat sampai di kamar, bukannya baik-baik saja tapi Alice tersandung oleh kaki panjang Alicia yang sedang santai. "Aduh," Alice menatap sarapan pagi kakak-nya itu yang sudah berhamburan di lantai. Nasi dan lauknya sudah tidak layak dimakan. Alice mendongak menatap kakaknya, menunggu reaksinya. Alice siap dimarahi. Alicia menatap tajam Alice. Kaki putihnya yang mulus bagaikan s**u itu sekarang ternodai oleh nasi dan lauk yang sedikit hangat, jangan lupakan teh itu mengenai telapak kakinya. Rasa hangat dan panas itu menjadi satu. Alicia mengerang kesakitan. "ALICE!" teriaknya dengan lantang. Nafasnya memburu, emosi di hatinya bergemuruh hebat ingin meledak. "Lihat! Kaki putih ku sekarang menjadi merah! Bagaimana besok? Apakah harus tampil dengan kaki yang ada bekas luka karena siraman air panas?" Alicia tampak memarahi Alice dengan lancarnya, adiknya itu harus disalahkan. Sudah bagus dan indah kakinya menjadi mulus dan putih, sekarang ada bekas luka yang memerah karena efek air panas dari tumpahan teh. "Alice tidak sengaja. Maafkanlah dia," ujar Li Yue ikut campur. Tapi ada benarnya karena Alice terlalu terburu-buru sampai tidak menyadari Alicia yang sedang menyelonjorkan kakinya. Alicia menggeleng cepat. Tidak semudah itu Alice harus dimaafkan. "Sekarang, rawat lagi kaki ku menjadi seperti semula!" Alicia memerintah lagi. Pasti Vivi nanti akan marah jika kakinya ada bekas luka. Alicia bingung harus melakukan apa. Alice mengangguk meskipun tidak tau caranya. "Kakak, di kompres dengan-" "Kompres apa?!" sela Alicia cepat dengan membantah. Tatapannya masih tajam melebihi elang yang mengintai mangsanya. Alice menunduk, tidak berani merespon lagi ucapan sang kakak. Dalam hatinya seharusnya berhati-hati agar semua ini tidak terjadi. Alice merasa bersalah karena kelalaian-nya. "Ada apa ini? Kenapa kalian ribut?" Riana datang setelah selesai menjual es potong yang habis dalam waktu singkat saja. Tapi saat memasuki rumah, mendengar suara keributan antara Alicia dan Alice itu membuatnya panik. Baru kali ini kakak- beradik itu dalam kemarahan. "Ibu, lihatlah kaki ku menjadi merah seperti bekas luka. Alice tega menyakiti aku ibu," Alicia pun mengadu dan bersedih agar ibunya percaya dan mengasihani-nya lalu menyalahkan Alice. Riana tersenyum hambar. "Itu hanyalah luka biasa. Pasti sembuh dalam waktu tiga hari saja. Kamu tau? Gaun yang dipilihkan oleh Vivi itu menutupi mata kaki, sangat anggun seperti Cinderella." Alicia menjadi sedikit tenang, gaun yang panjang. Jadi ia tidak perlu khawatir soal kakinya. "Alice, kamu minta maaf sama kakak. Jangan bertengkar lagi ya." Alice mengulurkan tangannya sedikit gemetar karena bentakan kakaknya itu membuat hati kecilnya terguncang. Nada yang tinggi membuatnya menjadi takut. "Kakak, maafkan aku," Alice berkata dengan tulus. Alicia mengangguk. "Aku memaafkanmu." Li Yue tersenyum. "Kalian harus selalu akur ya? Sesama saudara kandung harus damai," nasehat Li Yue. Akhirnya sesuatu yang tidak di sengaja oleh Alice itu selesai. Baru satu kali ini selama hidupnya, kakaknya menyalahkan bahkan sekaligus membentaknya dengan penuh emosi. *** Malam harinya, Alicia tidur dengan posisi duduk karena ia tidak ingin merusak hena indah itu sedikit pun. Tidurnya sangat nyenyak, sampai ada seseorang yang membawa tubuhnya dengan hati-hati lalu keluar melalui jendela kamar. Kosong. Tidak ada Alicia. Setelah dua jam berlalu, Alice terbangun dari tidurnya. Ia merasa haus dan ingin minum, namun saat melihat kursi yang tadinya di duduki oleh kakaknya tidak ada. Dimana? Alice pun mencari sang kakak dengan memanggilnya di berbagai ruangan. Tapi tidak ditemukan. Sampai Riana juga bangun mendengar suara Alice. "Ada apa? Dimana kakakmu?" tanya Riana sedikit bingung. Malam hari seperti ini Alicia tidak mungkin berani keluar rumah mengenai diluar pencahayaan itu gelap dan sangat berbahaya terutama jika ada orang jahat yang beraksi. Alice menggeleng. "Kakak sepertinya pergi. Bagaimana ini? Padahal besok adalah hari pernikahannya. Kakak harus istirahat dengan cukup." "Alice, kita cari sebentar ya? Siapa tau kakak sedang mencari udara segar diluar. Ayo," Riana mengajak Alice mencari Alicia diluar rumah, terutama halaman. Tapi tidak menemukan keberadaan Alicia. "Ibu, dimana kakak?" Alice khawatir. Hatinya sangat gelisah tidak tenang memikirkan kakaknya. Riana menggeleng. "Kalau besok kakak tidak kembali, lebih baik kita laporkan saja pada polisi ya?" Alice mengangguk. "Iya ibu." *** Keesokan harinya, tepat di hari pernikahan Alicia tak kunjung kembali. Setelah menunggu dua jam lamanya, tidak ada tanda-tanda Alicia kembali. Riana menyuruh Alice segera merias dirinya menjadi pengantin. "Tapi ibu, aku bukan kakak. Nanti kalau tante Vivi dan semua orang tau aku bukan kak Alicia?" Alice ragu-ragu dan menolak perintah ibunya, ia memang memiliki kemiripan wajah dengan kakaknya, namun menjadi pengantin pengganti Alice menolaknya. "Kamu mau mempermalukan keluarga ini nak? Menikah dengan Keenan adalah rezeki dari Tuhan. Kakakmu itu sangat pandai memilih suami. Tidak ada salahnya jika kamu yang menikah dengan Keenan menggantikan kakakmu yang sampai sekarang belum pulang. Acaranya sudah mau dimulai." Alice tidak ada pilihan lain. Menikah dengan Keenan, pria yang tidak ia cintai. Namun karena keadaan yang memaksanya, mau bagaimana lagi. Alice berdoa agar kakaknya segera pulang dan bertukar posisi menjadi istri sah Keenan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD