"Benar-benar membuat dirinya tidak mampu berkata-kata."
***
Criszya tidak mengalihkan pandangan barang sedetikpun dari Hafidz yang sedang bersholawat. Hingga dia benar-benar kagum dengan laki-laki itu. Criszya berpikir kenapa dia harus menunggu laki-laki terlalu lama. Apakah bisa dan pantas jika Criszya mengungkapkan rasa sukanya lebih dulu kepada hafidz? Namun, Zya berpikir lagi tentang perbedaannya dengan Hafidz. Jika Zya benar-benar menginginkan Hafidz berarti Zya harus mengikuti gaya hidup Hafidz. Mau tidak mau Zya harus berpindah keyakinan. Tapi, apakah Mama dan Papa Zya akan merestui keputusan Zya?
Hafidz masih melanjutkan ceramahnya siang ini. Para wanita yang menjadi penonton juga sangat tenang tanpa suara mendengarkan Hafidz berceramah. Selain ketampanannya, Hafidz juga memberikan materi unik yang mampu memikat para pendengarnya. Ceramah yang Hafidz bawakan tidak pernah membuat para pendengarnya itu merasa bosan maka dari itu banyak sekali yang banyak datang dikajian dengan pembawa acara Hafidz dan juga kawan kawannya.
Zya dan Verin yang masih duduk bersebelahan juga sangat fokus mendengarkan ceramah yang dibawakan oleh Hafidz. Zya hampir tak berkedip memperhatikan Hafidz yang berada di depannya. Hafidz sangat ramah saat berada di atas panggung dan itu membuat Zya semakin tertarik dengan lelaki tampan itu. Hafidz, Gerry dan Asher melantunkan sholawat bersama sama sebagai penutupan untuk kajian yang mereka bawakan siang hari ini. Mereka juga mengajak para hadirin yang datang untuk bersholawat bersama. Zya yang bukan bagian dari mereka hanya menutup mulutnya. Zya takut ada yang memperhatikannya karena tidak ikut melantunkan sholawat. Benar saja Verin memperhatikan Zya yang hanya diam saat semua orang yang berada di dalam melantunkan sholawat.
"Kenapa Kak Zya ngga ikut sholawatan?" tanya Verin penasaran.
"Hmmm aku..." Zya bingung akan menjawab apa.
"Ya terima kasih untuk para hadirin yang sudah datang pada siang ini kami bertiga undur diri wassalamualaikum," ucap Gerry menutup acara kajian pada siang hari ini.
Satu per satu hadirin yang datang pun pergi beranjak untuk pulang karena acara kajian sudah selesai. Sedangkan Zya masih duduk dengan bingung akan menjawab apa dengan pertanyaan Verin adek tingkat yang baru ia kenal hari ini itu.
"Oh iya, Kak aku duluan ya soalnya ada keperluan," ucap Verin pamit kepada Zya karena akan pulang lebih dulu.
"Oh iya hati hati ya," jawab Zya agak lega karena Verin tidak ingat dengan pertanyaannya tadi kepada Zya.
Di dalam sudah sepi hanya tinggal Zya dan beberapa orang saja. Zya memperhatikan dan memutar bola matanya mencari keberadaan Hafidz yang sudah tidak berada di atas panggung. Zya terus mencari Hafidz namun, matanya tidak menemukan keberadaan Hafidz. Zya pun bangkit dan berjalan ke arah pintu keluar sambil terus mencari Hafidz.
"Hafidz dimana ya?" ujar Zya pelan.
Karena matanya sibuk mencari Hafidz Zya sampai berjalan namun tidak memperhatikan langkahnya. Zya menabrak tubuh seseorang yang ada di depannya sampai buku buku yang ia bawa ditangannya itu berjatuhan.
"Eh maaf," ucap Zya yang langsung memunguti buku bukunya yang berjatuhan.
Seseorang yang ia tabrak membantu Zia memunguti buku buku Zya yang terjatuh. Lalu orang itu menyodorkan beberapa buku yang ia ambil untuk dikembalikan kepada Zya.
"Lain kali kalau jalan perhatikan langkahmu ya," ucap orang itu sambil mengembalikan buku buku kepada Zya.
"Maaf," ucap Zya lagi.
Zya mengangkat kepalanya dan melihat seseorang di depannya yang baru saja ia tabrak tadi. Ternyata itu adalah Asher temannya Hafidz. Zya tercengang saat tahu orang yang ia tabrak adalah Asher.
"Maaf aku ngga sengaja," ucap Zya lagi.
Asher hanya mengangguk sambil tersenyum ke arah Zya. Lalu Asher berbalik badan dan meninggalkan Zya yang masih saja terdiam memperhatikan Asher berjalan menjauh darinya.
"Tunggu!" ucap Zya sambil menghampiri Asher yang belum jauh dari tempat ia berdiri. Sontak Asher membalikan badannya dan menghentikan langkah kakinya.
"Ada apa?" saut Asher.
"Kamu temannya hafidz 'kan?" tanya Zya kepada Asher saat dirinya sudah berada di dekat Asher.
"Iya aku temannya Asher ada apa?" ucap Asher.
"Hmmm.... sekarang Hafidz-nya ada dimana ya kalo boleh tau?" tanya Zya yang masih penasaran mencari keberadaan Hafidz.
"Hafidz ada di ruangan sedang istirahat. Kamu temannya Hafidz?" tanya Asher lagi.
"Iya aku temannya. Kalau begitu aku mau titip salam aja ya buat Hafidz," jawab Zya gemetar.
"Insya allah aku sampaikan salam kamu kepada Hafidz. Ada yang bisa aku bantu lagi?" tanya Asher lagi kepada Zya.
"Ngga ada terima kasih ya," jawab Zya lalu pergi meninggalkan Asher.
Sial Zya merasa sedih karena tidak dapat bertemu Hafidz setelah selesai acara kajian ini. Melihat Hafidz hanya dari kejauhan saja hari ini membuat hati kecil Zya sangat sedih. Kenapa orang yang ia tabrak bukan Hafidz saja malah temannya yaitu Asher. Tapi, tidak apa Zya yakin pasti akan bisa bertemu lagi dengan Hafidz.
Zya pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumahnya dengan taxi. Zya menunggu taxi di halte yang berada di depan kampusnya. Saat sedang menunggu taxi yang lewat, Zya bertemu teman sekelasnya yaitu Dea. Dea menatap Zya dengan tatapan aneh ke arah Zya tapi, Zya tidak menghiraukannya. Dea menghampiri Zya lalu memegang tubuh Zya dan memutar mutarkannya.
"Dea kamu ngapain sih?" tanya Zya yang kebingungan karena tubuhnya diputar putarkan oleh Dea.
"Zya ini beneran kamu?" tanya Dea sambil menahan tawanya.
"Kenapa?" tanya Zya.
Dea tertawa melihat penampilan Zya yang membalut kepalanya dengan hijab karena Dea tahu kalau Zya ini bukan beragama islam.
"Kamu kesambet apa Zya? Kamu udah pindah keyakinan sekarang?" tanya Dea sambil tertawa kecil.
Zya yang baru sadar kalau dirinya masih mengenakan hijab pun kaget mendengar ucapan Dea. Zya benar benar tidak sadar kalau kepalanya masih mengenakan hijab. Zya malu dan bingung akan menjawab apa. Zya benar benar sangat malu karena Dea melihat dirinya dengan balutan hijab.
"Kamu habis ikut kajiannya Hafidz ya?" goda Dea.
"E.... E.... Enggak! Sotoy kamu, De," ujar Zya gugup.
"Jadi temen aku ada yang lagi jatuh cinta nih tapi kehalang temboknya tinggi banget ya?" Dea terus menggoda Zya yang pipinya mulai memerah karena menahan malu.
"Dea!!!" Zya merengek kepada Dea.
"Hahaha ngga papa kok, Zya. Kamu lagi jatuh cinta sama siapa? Hafidz, Asher atau sama Gerry?" tanya Dea dengan nada masih menggoda Zya.
"Enggak aku nggak lagi jatuh cinta sama siapa siapa," jawab Zya sambil melipat tangannya.
"Jangan bohong deh tuh lihat pipi kamu merah gitu loh," ujar Dea terus menggoda Zya.
Zya sangat malu tidak mungkin Zya melepas hijab yang ada dikepalanya ini dipinggir jalan seperti ini yang ada Zya akan menjadi pusat perhatian dan dilihat aneh oleh orang yang lalu lalang di depannya.