Hari Yang Indah

1007 Words
"Niatnya untuk melihat pujaan hatinya gagal karna wanita tadi." *** Zya melempar tasnya ke sofa. Dia kesal gara-gara wanita tadi. Zya yang tadinya ingin mendengar lantunan pembacaan Al-Qur'an Hafidz malah jadi gagal karna wanita itu. "Arghhh ... emang nyebelin itu perempuan. Pakaian doang alim tapi kelakuan bar-bar." "Cris kamu ngapain sih dateng-dateng marah-marah," ucap Mamanya. "Aku kesel, Ma. Ada ya perempuan sok alim tapi kelakuannya bar-bar." "Memangnya kenapa sayang?" "Aku tu tadi mau...." Criszya yang sadar kalau Mamanya tidak akan membolehkannya pun berhenti berucap. Kalau Mamanya tahu dia mengikuti ajaran islam. Mamanya itu pasti langsung marah sedangkan mereka berasal dari agama Katholik. "Mau apa, Cris? Kamu tu kalau ngomong jangan setengah-setengah dong," ucap Mamanya duduk menaruh pop corn yang mereka buat. "Anu enggak papa kok, Ma. Oiya Mama masak apa? Aku laper." Mamanya melihat ke arah Criszya bingung. "Mama! Kenapa mala Mama yang bengong," ucap Cris gantian. "Kamu tu aneh bikin Mama jadi bingung. Udah buruan kamu makan sana. Mama tadi masak babi giling," ucap Mamanya lagi. "Wah enak tuh kayaknya. Mau ambil makan dulu ah." Cris langsung saja mengambil makanannya. Cris kembali lagi dengan sepiring makanannya. Dia membawa makanannya dekat dengan Mamanya karna di meja makan sama sekali tidak ada orang dari pada dia gabut lebih baik menyusul Mamanya. "Duh baunya enak banget." "Iyalah, Mama yang masak." "Iyadeh, percaya kalau Mama yang masak pasti selalu enak," jawab Cris. Mamanya menggelengkan kepalanya. "Cris, Mama 'kan punya temen ya. Anaknya itu kalau ke gereja rajin banget enggak kayak kamu. Terus Mama kenalan sama dia seumuran kamu orangnya. Duh suaranya lembut banget, nak." Uhuk ... uhuk.... Mamanya langsung memberikan minum kepada Cris. "Kamu itu pelan-pelan makannya enggak bakal ada yang minta. Lagian Mama udah makan." Natalia langsung mengelus punggung anaknya. "Lagian, Mama juga bikin kaget. Jangan bilang Mama suka ya sama orangnya makanya, Mama bilang suara dia lembut banget," ucap Cris lagi setelah batuknya hilang. "Ck jadi kamu keselek gara-gara itu. Astaga, Cris pikiran kamu ya. Dia itu seumuran kamu yakali Mama sama brondong lagian Ayah kamu mau dikemanain." "Nah itu Mama tahu. Terus kenapa Mama tadi bayangin suaranya." "Makanya dengerin aku dulu, Cris." "Iya-iya," ucap Cris kembali melanjutkan makannya Dan mendengarkan lanjutan cerita Mamanya. "Jadi, hari minggu besok kan kita ke gereja. Nah Mama udah bilang tuh sama dia bakal ngenalin kamu sama dia. Jadi, kamu nanti jangan lupa pakai pakaian yang rapi ya." "Hah? Ngapain, Ma ngenalin aku sama dia segala lagian aku juga enggak minat." "Ih kamu sekarang bisa bilang enggak minat. Tapi, lihat aja nanti kamu pas tahu orangnya beh ganteng banget. Dia itu Pengusaha restaurant seafood nanti kamu bisa makan Seafood sepuasnya." "Duh, Ma lagian dia juga pasti enggak bakal suka sama aku." "Suka. Orang dia pas mau Mama kenalin kamu dia bilang boleh gitu kok." "Ya 'kan gaenak nolak. Lagian Mama ngapain si ngenal-ngenalin aku. Aku 'kan masih kuliah, Ma." "Lah emangnya kalau masih berteman kenapa? 'Kan enggak masalah juga kalau berteman. Pikiran kamu aja tuh udah jauh pengen cepet nikah," saut Mamanya. Cris mengembungkan pipinya. Ya, namanya ngenalin kan biasanya berujung ke perjodohan bukan? Tidak salah juga Cris berkata seperti itu. "Ya sama aja. Dalam perkataan Mama ada maksud tersirat tahu," ucap Cris lagi tidak mau kalah. Padahal, pipinya sudah merah. "Halah boong. Pipi kamu kenapa merah?" "Dih. Enggak ini mah karna masakan Mama pedes aja. Udah ah aku mau ke kamar. Mama ni ada-ada aja anaknya masih kuliah." Cris pun memilih bangkit dari duduknya Dan membawa piringnya ke belakang. Mamanya hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. *** Dua hari setelah kejadian itu, Kajian Hafidz dibuka lagi. Tepatnya hari minggu. Zya sudah siap dengan dressnya yang lebih tertutup tidak lupa dia memilik i selendang yang pernah dia buat menari sepertinya bisa untuk dijadikan penutup kepala nanti. Saat ke luar dari kamarnya Dan turun ke bawah. "Kamu sudah siap, nak jam segini? Kita kan ke gerejanya nanti malam saja?" tanya Ayahnya yang sedang duduk membaca koran. "Eh anu, Yah. Aku enggak mau ke gereja ini aku ada urusan mau pergi," jawab Criszya. Bagaimana bisa dia malah lupa kalau hari ini ibadahnya ke gereja. "Loh pergi ke mana? Ini 'kan hari minggu sayang. Kenapa malah pergi. Inget loh, kamu pergi ini siang jangan sampe sebelum jam Lima kamu belum pulang." "Emm ... iya, Ma nanti aku pulang sebelum jam itu. Yaudah, aku berangkat dulu ya, Ma," ucap Cris lagi. "Eh tunggu-tunggu tumben kamu pakai baju tertutup semua. Itu baju kamu baru?" tanya Ayahnya lagi. Cris melihat ke badannya. Aduh, dia harus mengatakan apa. Apalagi baju ini memang sengaja dia beli karena mau ikut Kajian dari Hafidz. Hafidz terlihat tidak nyaman saat melihat dia memakai pakaian seperti kemarin makanya dia membeli baju yang lebih tertutup. "Eh iya, Yah. Ini aku baru beli. Bagus 'kan? Sengaja beli yang tertutup biar kalau ke luar tu ga kena panas." Cris akhirnya bisa mencari alasan. Lalu, dia berputar melihat ke arah Ayagnya lagi. "Oh gitu. Biasanya juga biasa aja," jawab Papanya lagi. "Ya kali-kali yang luar biasa dong, Pa," jawab Cris lagi sambil tertawa menunjukkan dereta giginya. "Yaudah sana gih berangkat nanti kamu telat lagian kamu mau pergi ke mana si emangnya?" tanya Mamanya lagi. "Mau ketemu temen. Udah ah mau berangkat dulu. Da, Mama Daaa Ayah," saut Cris melambaikan tangannya lalu dia segera pergi dari rumah. Orang Tuanya hanya menggelengkan kepalanya. "Huftt ... untung saja Mama sama Ayah enggak nanya detail banget," ucap Cris lalu masuk ke dalam mobilnya. Selama perjalanan dia sudah tidak sabar melihat raut wajah teduh laki-laki itu. Ah kenapa wajahnya itu sangat imut membuat Cris jadi tertawa-tawa saat mengingat setiap detai ceramah yang dia berikan, lantunan Al-Qur'an yang dikumandangkan. Tin.... Cris terkejut mendengar klakson di depannya. "Huft hampir saja," ucapnya sambil mengelus dadanya. Saking fokus memikirkan raut wajah Hafidz itu membuatnya tidak fokus dengan jalanan. Tapi, dia tetap tersenyum. Dia tidak ingin merusak moodnya hari ini. Dan satu lagi semoga saja wanita yang menyebalkan kemarin tidak muncul. Sehingga dia bisa mendengarkan ceramah Hafidz dengan tenang. Tidak apa, Hafidz tidak sering maju ke depan paling sering diisi rekan-rekannya. Tapi, melihat wajah laki-laki itu sudah membuatnya lebih teduh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD