Semua Ini Salah

1028 Words
Angga menatap nanar gadis di sampingnya, sementara gadis itu masih terpulas sembari memeluk erat lengannya. Angga mengacak rambut frustrasi. Bagaimana bisa? Ia pikir, kejadian tadi malam hanyalah mimpi indah. Mengapa kini, mereka bisa di ranjang yang sama dengan tubuh sama-sama polos? Ya Tuhan ... ini kesalahan. Banyak tanya yang bermain di benak Angga. Ia pun mencoba mengingat ulang apa yang telah terjadi tadi malam. Ia membantu Chelsea menerima hukuman, minum berbotol-botol, lalu ia tak bisa mengingat apa pun. Kepala Angga mendadak sakit saat ia memaksa mengingat kejadian kemarin malam. Di sisi lain, Chelsea terbangun dan terkejut saat mendapati Angga sudah bangun lebih dulu. Sejujurnya, ia ingin bangun lebih dulu, lalu menjadi pengecut yang kabur tanpa sepatah katapun. Ia takut berhadapan dengan Angga yang dalam keadaan sadar. Lelaki itu pasti tak selembut dan sehangat tadi malam. Chelsea kembali memejamkan mata saat Angga meliriknya. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana dan tak sanggup melihat kebencian yang pastinya ada di dalam sepasang mata lelaki itu. Chelsea tak ingin terbangun dari mimpi indahnya. Apa yang harus kulakukan? Lebih baik pura-pura tidur, bukan? Angga menggeser tubuhnya perlahan, ia tak ingin membangunkan Chelsea. Sebutlah dirinya pengecut karna nyatanya dirinya memang takut menghadapi Chelsea. Ia tak tahu ekspresi seperti apa yang harus ia tunjukkan pada wanita itu. Biarlah kali ini ia berlari dari masalah. Chelsea membuka mata begitu Angga sudah pergi meninggalkannya seorang diri. Ia tersenyum miris. Apa yang ia harapkan? Lelaki itu akan membangunkannya dengan mesra atau melanjutkan kegiatan tadi malam? Ah ... ia harus kembali menerima kenyataan yang ada. Chelsea menatap nakas di samping tempat tidur, lalu mengambil jam tangan Angga yang tertinggal. Ia tersenyum miris, hanya barang milik lelaki itu yang bisa ia miliki, namun tidak dengan hatinya. Kejadian malam ini pun akan menjadi kencan semalam yang perlahan akan dilupakan oleh lelaki itu. Sungguh naif dan bodoh dirinya saat berpikir, hubungan satu malam akan membuatnya hamil dan mendapatkan lelaki itu. Kalaupun memang keajaiban ada dan dirinya hamil. Apa lelaki itu mau bertanggungjawab? Mendadak hati Chelsea diliputi ketakutan. Ia tak pernah berpikir sepanjang itu? Ia hanya mencari cara agar ayahnya dapat menerima Angga dan membuat Angga mau bersamanya. Akan tetapi, ia melupakan fakta, jika sejak awal lelaki itu tak mencintainya. Mana mau lelaki itu menikah dengannya meski ia hamil? Bisa jadi, nasibnya apa sial seperti peran utama dalam sinetron yang sering ditonton Bu Sumi—asisten rumah tangganya. Di mana, Si perempuan hamil malah dicaci maki dan Si lelaki memaksa perempuan itu menggugurkan kandungan. Atau bisa jadi seperti cerita dalam film horror yang pernah ditontonnya. Si wanita hamil akhirnya dibunuh secara tragis oleh kekasinya yang tak mau bertanggungjawab, menyebabkannya menjadi arwah penasaran. Tiba-tiba bulu kuduk Chelsea berdiri membayangkan hal-hal menakutkan itu. Tubuhnya bergetar dan ia menyesali pikiran pendeknya. Terlalu biasa hidup nyaman dan serba mudah, membuatnya tak pernah memikirkan hal negatif, namun cinta menciutkan nyalinya. Bukan hanya hatinya yang lemah, akan tetapi otaknya pun tak dapat bekerja dengan baik. Chelsea menekuk lutut dan memeluknya erat. Ia menenggelamkan wajahnya dan air mata mulai jatuh membasahi pipi. Tak ada kehangatan yang tadi malam membelenggu tubuh dan hatinya, tak ada lengan kekar yang membuatnya merasa nyaman, semuanya seakan semu. *** Chelsea menelusuri koridor sembari bercanda tawa bersama Olive, keduanya bercerita tentang banyak hal, berbagi tentang kegiatan dan juga kelas yang mereka hadiri. Ia berlagak baik-baik saja, meski seminggu telah berlalu dari malam penuh kehangatan itu. Chelsea tak berani membagikan rahasianya kepada siapapun dan berharap hati bisa kembali pulih. Jangan tanyakan bagaimana hubungannya dengan Angga. Ia tak lagi berani berpapasan, maupun mengejar Angga. Kakinya secara otomatis berlari saat melihat lelaki itu dari kejauhan. Hal yang membuat Olive keheranan dan memborbardirnya dengan banyak tanya. Namun sayang, Chelsea belum berani menceritakan alasannya menghindar dari Angga kepada sahabatnya. Sesungguhnya, bukan dirinya sendiri yang menghindari lelaki itu. Di beberapa waktu, Chelsea kerap melihat gelagat aneh dari Angga, lelaki itu pernah ketahuan tengah menatapnya dari kejauhan dan segera pergi begitu mata mereka bertemu. Chelsea dapat melihat kekhawatiran dan ketakutan yang begitu besar, membuat Chelsea tak ingin menambah beban lelaki itu. Ia pun memutuskan untuk menjauh agar lelaki itu merasa nyaman. Ia tahu benar, Angga tak berani berhadapan dengannya, takut hal malam itu terungkap dan dirinya menuntut sesuatu pada Angga. Sungguh, tak sedikitpun Chelsea merasa menyesal telah menghabiskan malam bersama lelaki itu. Mungkin memang ini yang terbaik. Mengubur cinta dan berusaha melupakan malam yang penuh kehanghatan itu. “Aaauu ...” Chelsea menabrak seseorang hingga terjatuh, terlalu asyik menatap Olive sembari bercerita membuatnya tak memperhatikan jalannya. Uluran tangan seseorang di hadapannya disambut dengan senang oleh Chelsea. “Ma ... ka ...” Chelsea mendadak bisu saat mengetahui siapa yang ditabraknya tadi. Jantungnya berhenti dalam hitungan detik, lalu berdebar tak karuan. “Anu ...” Angga mendadak gugup, “Kamu baik-baik aja?” Chelsea mencoba mengukir senyum. “Ya,” jawabnya singkat. Chelsea segera menarik tangan Olive, “Bye,” ucapnya seraya pergi meninggalkan lelaki itu. Olive membalik tubuh menatap Angga yang menatap Chelsea sendu, lalu memperhatikan Chelsea yang sama sedihnya dengan lelaki itu. Banyak tanya yang ingin ia jawabkan, namun ia tahu jika saat ini waktunya tak tepat. Ia tahu ada yang salah dengan kedua orang itu, tak mungkin Chelsea menghindar tanpa sebab jika selama ini ia selalu mengejar Angga. Chelsea semakin mempercepat langkah, hingga Olive kesulitan mengimbanginya. Ada sesuatu yang aneh dan mulai membuat Olive resah. Olive menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, membuat Chelsea melakukan hal yang sama. “Kamu kenapa sih, Chel?” Olive menatap Chelsea penuh tanya. Ia tak bisa lagi menahan penasaran yang seakan membunuhnya, “Maksudku, kamu dan Angga. Ada apa dengan kalian?” Chelsea menoleh dan tersenyum miris saat sadar sosok Angga sudah tak ada lagi di tempatnya tadi. Hatinya pedih, hingga dadanya sesak bukan main. Tanpa sadar, air matanya mengalir, Olive yang melihat sahabatnya menangis malah menjadi bingung. “Kenapa sih, Chel?” ia mengusap air mata gadis itu, “Udah jangan nangis lagi. Ceritain aja semuanya ke aku. Ada masalah apa?” Bukannya berhenti menangis, tangis Chelsea malah semakin menjadi-jadi. Olive mendesah resah. Ia memeluk erat tubuh sahabatnya dan mengusap-usap punggung Chelsea. “Nangis aja sepuas kamu kalau memang itu yang bisa buat kamu tenang.” “Sakit banget, Liv. d**a aku kok sesak banget,” Chelsea terisak. Olive mengangguk-angguk dan tak menghentikan usapannya pada punggung Chelsea. “Semuanya akan baik-baik aja, Chel. Percayalah!” Chelsea meraung bagai anak kecil tak mempedulikan beberapa mata yang menatap heran ke arah mereka. Ia tak tahu mengapa kesalahan yang dilakukannya bisa berakibat begitu fatal. Bukan hanya kehilangan cinta, namun pedih yang menyiksa membuatnya seakan mati perlahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD