Bab 1 : Kedatangan Elysa

1025 Words
Adrian terpaku, melihat apartemennya yang sepi. Di tembok sisi sebelah kanannya yang biasanya tergantung beberapa foto dirinya dengan Elysa kini telah kosong. Walking closet yang dulu menyimpan barang-barang milik Elysa terbuka lebar. Namun Adrian langsung bisa menebak jika tidak ada satupun barang milik Elysa yang menghilang. Pria itu termanggu, hancur karena tidak dapat menghadapi kenyataan jika Elysa telah mencampakkannya. Bersama tumpukan uang di dalam tas besar yang ditinggalkan di atas ranjang. Tumpukan itu tidak berkurang, sama seperti pertama Adrian memberikannya pada Elysa beberapa bulan lalu ketika meminta wanita itu untuk menjadi simpanannya. Batinnya sakit, dia terluka. Entah kenapa dia tidak rela. Adrian tidak bisa menerima jika kepergian Elysa dari hidupnya dan keluarganya. Dulu dia memang sangat berharap hari ini segera datang. Tapi kini saat Elysa benar-benar pergi, Adrian justru merasa hancur. *** "Bang Adrian nggak sarapan?" Adrian menggeleng pada Nadine, adik Iparnya yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan. Celemek bermotif bunga-bunga berwarna kuning terlihat pas melekat di badan wanita itu sehingga membuatnya jadi sangat manis. "Masak apa lo hari ini, Nad?" ujar Adrian sembari menarik kursi di samping Nadine yang masih sibuk menyiapkan makanan. "Nih, gue masak udang balado kesukaan elo, Bang," balas Nadine sembari mendorong piring berisi menu kesukaan Adrian padanya. Lalu menunjuk piring lain di dekat Adrian. "Kalo ini kari kesukaan Daddynya Nathan. Elo jangan minta ya, Bang. Elo makan aja tuh udang baladonya." Adrian mendesah lesu. "Pelit banget sih lo, Nad! Masa kari segitu banyak cuma buat suami lo aja sih?" protesnya. Nadine tersenyum dengan sangat manis, kelewat manis sampai membuat jantung Adrian berdenyut kencang. Pesona Nadine sangat tidak bisa dia tolak. Wanita itu sudah menjerat hati Adrian selama sepuluh tahun terakhir. Berkali-kali Adrian mencoba Mendekatinya saat mereka masih bekerja di satu kantor dulu. Namun sayang, rupanya Nadine justru jatuh ke pelukan Ares, adiknya. "Suami gue yang terpenting, Bang. Elo cuma Abang ipar. Jadi lo boleh makan Kari sisa suami gue ntar," balas Nadine menyeringai. Adrian melotot tak terima dan justru itu membuat Nadine tertawa keras. Tawanya yang lepas lagi-lagi membuat Adrian terpesona. Namun pria itu menahannya ketika mengingat Ares. Nadine kini telah menikah dan memiliki anak. Jadi dia harus lebih keras berusaha melupakan cintanya pada wanita itu. Bicara soal anak Adrian langsung teringat jika hari ini Ares membawa seorang suster untuk mengasuh putra semata wayangnya, Nathan. Karena Nadine berniat untuk kembali bekerja di perusahaan milik keluarga Adrian, wanita itu dan juga Ares memutuskan untuk menyewa jasa suster untuk mengasuh Nathan. Nadine yang bersikeras untuk kembali bekerja karena rindu dengan pekerjaannya setelah vakum selama empat tahun karena melahirkan Nathan, memaksa Ares mencari seorang suster. Dan Ares yang sudah cinta mati pada wanita itu langsung menuruti apapun kemauannya. Justru Adrian lah orang yang menolak mentah-mentah ide Nadine untuk kembali ke kantor. Selain karena dia tidak suka keponakannya diasuh orang lain, berat bagi Adrian untuk bertemu dengan Nadine di rumah dan di kantor sekaligus mengingat bagaimana perasaannya pada wanita itu. Dia khawatir akan kehilangan kendali dan semakin jatuh pada Nadine. Sedangkan dia tau Nadine adalah istri adiknya. Dan dia tidak mau menghancurkan hubungan persaudaraannya dengan Ares. Namun keputusan Nadine seolah tidak dapat diganggu gugat. Wanita itu benar-benar akan kembali bekerja di kantornya minggu depan. Jadi Ares dengan cepat memilih seorang suster dari agensi pengasuh anak untuk mengasuh Nathan. "Oh iya, Bang. Nanti elo ada waktu nggak?" "Kenapa emang?" "Jemput susternya Nathan dong, Bang. Takutnya ntar dia nyasar kalo kesini sendiri." "Emang dia nggak tau jalan, gitu?" "Dia kan baru datang dari Australia, Bang. Jadi ya mungkin dia masih asing sama jalan di Jakarta. Meskipun dia dulu kelahiran sini sih," kata Nadine sembari membalik piring ketika melihat Ares datang. "Jauh amat si Ares nyari suster sampai ke Australi. Emang disini nggak ada suster lain gitu?" Nadine tersenyum kecil. Kemudian menyendokkan nasi ke piring suaminya. "Nasinya banyak nggak, Sayang?" tanyanya pada Ares. "Udah, cukup." Ares menoleh ke arah kamar di ujung. "Nathan belum kamu bangunin ya?" tanyanya pada Nadine. "Ntar aja. Aku masih capek abis masak. Kalau Nathan dibangunin sekarang yang ada malah bikin ribut. Nanti kalo kita udah selesai sarapan aja biar Mbok Ratih yang bangunin." "Bener juga. Itu anak kan emang bikin ribut aja kerjaannya. Nggak di rumah nggak di sekolah." Adrian tertawa kecil. "Sama kayak elo waktu umur segitu, Res. Bikin ribut aja kerjaannya," katanya menimpali. Dan itu memicu tawa Nadine. "Udah bandel, tukang bikin ribut, mana genit pula. Elo inget nggak pas masih kecil dulu elo suka nguntit tetangga kita yang cantik itu." "Emang Ares pernah gitu, Bang?" tanya Nadine kaget. Adrian mengangguk mantap. "Bener, Nad. Ares tuh meskipun masih kecil tapi kalo ngeliat cewek cantik langsung semangat. Guru dia pas masih SD kan cantik bener, seksi pula. Dia taksir loh!" ceritanya antusias. Nadine cemberut sedangkan Ares hanya bisa berdecak lirih karena malu. "Pantesan ya, si Nathan kelakuannya mirip banget sama kamu. Dia suka banget sama cewek cantik," kata Nadine sinis. Ares memutar bola matanya malas. "Udah deh, Sayang. Masa lalu nggak usah dibahas. Ntar berantem nih kita." Nadine memanyunkan bibirnya. "Itu suster Nathan kan cantik banget. Awas ya kalo kamu naksir! Jangan macem-macem loh!" ancamnya pada sang suami. "Emang dia jadi dateng hari ini?" tanya Ares. "Jadi. Nanti kan Bang Adri yang jemput." Adrian hampir tersedak mendengarnya. "Lah, emang gue udah setuju buat jemput susternya Nathan?" katanya bingung. "Udah, setuju aja sih, Bang. Sekali doang kok. Lain kali gue nggak bakal minta tolong kayak gitu lagi, kok! " ujar Nadine enteng. Adrian menghela nafas panjang. Mau gak mau dia harus memenuhi permintaan Nadine. Dengan cepat dia menghabiskan sarapannya. Lalu mengambil jas dan kunci mobilnya. "Gue jemput sekarang deh kalo gitu. Soalnya agak siangan gue sibuk." "Oh ya udah, lo jalan aja. Ntar gue kirim alamatnya ke elo!" kata Nadine. Adrian pun menyanggupi. Dia segera berjalan keluar rumah. Namun baru saja dia membuka pintu, Adrian dikagetkan oleh seseorang yang sedang berdiri tepat di depan pintu. "Siapa lo?" tanyanya karena asing dengan orang itu. Orang itu tersenyum lebar pada Adrian. Matanya yang berwarna coklat tua tampak bersinar ketika menatap Adrian. "Pak Ares kan? Saya Elysa, suster dari agensi." Adrian melotot kaget. Seorang suster? Secantik ini? Pria itu mendengus keras lalu menggeleng tak paham. Sebenarnya Ares mencari suster untuk anaknya atau dirinya sendiri?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD