Mengancam Violetta

1051 Words
"Ti-tidak, aku ... sama sekali tidak berpikir seperti itu. Tolong jangan sakiti aku," pinta Violetta memohon dan mencoba bicara tidak terlalu formal. "Kenapa? Kamu takut? Tenang, kami tidak akan menyakitimu. Hanya memberi sedikit pelajaran agar kamu tau diri, jangan menguasai Leonel sendiri. Dia bukan milikmu sendiri. Kami yang lebih dulu di sini, jadi belajarlah menghargai kami. Jangan serakah ingin merebut jatah kami," tukas Catrina yang memang susah mengontrol emosi. "Sudah jangan berlebihan Catrina, aku rasa dia sudah paham. Dia harus belajar menolak dan mengatakan jika Leonel juga memiliki kita, kamu bisa melakukan itu, kan?" tanya Pauline seraya membantu Violetta bangkit. "I-iya, aku akan mengatakan itu jika tuan sering ke kamarku. Maaf kalau kehadiranku membuat kalian tidak nyaman, tapi sungguh aku sendiri tidak ingin di sini. Tapi apa daya, aku harus menjadi pelunas hutang kakakku. Aku janji akan lebih tau diri," sahut Violetta mencoba meyakinkan. "Bagus deh kalau kamu seperti itu, aku hanya tidak ingin tersingkir dari sini hanya karena kehadiran satu wanita yang dianggap istimewa. Jadi jangan pernah bersikap sok istimewa di depan Leonel," ucap Catrina dan berjalan ke tempat tidur dan duduk di sana dengan gaya angkuh. "Sudah, kita semua di sini berawal dari terpaksa. Tapi saat tau tempat ini nyaman, kita merasa beruntung di sini. Harusnya kita saling bekerjasama," ucap Evelyn. "Nah itu, kita harus saling bekerjasama. Kalau begitu setelah kamu mendapatkan ijin keluar, kita bisa jalan bareng. Kita shopping dan jalan-jalan," ujar Pauline. "Ta-tapi, aku tidak punya uang. Bagaimana caranya bisa ikut?" tanya Violetta. "Hahaha, kamu lugu banget sih. Nanti kalau kamu sudah mendapatkan ijin keluar, kamu akan dapat kartu kredit dan juga uang tunai. Itu bisa kamu gunakan untuk bersenang-senang, kamu pikir kami bisa hidup mewah darimana. Semua dari Leonel," jelas Pauline. "Dan itu yang bikin kami betah di sini, tidak pusing memikirkan bagaimana mencari uang. Hanya tau cara menghabiskannya, karena Babyku sangat royal. Hehehe," timpal Evelyn. "Oh jadi begitu, aku pikir karena aku di sini untuk membayar hutang-hutang kakakku. Maka aku tidak akan menerima apapun lagi, aku hanya harus menjadi pelayan di ranjangnya saja." Violetta dengan polosnya mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. "Tapi jangan terlalu nyaman juga, kapanpun kamu bisa dibuang jika dia bosan." Catrina ikut bicara, agar Violetta tidak merasa senang. "Nah itu juga yang jadi masalah, makanya jangan coba-coba menguasai Leonel sendiri. Kalau sampai kami dibuang karenamu, maka bersiaplah hidupmu tidak akan nyaman." Evelyn bicara lebih serius kali ini, dengan tatapan tajam. "Baik, aku akan berusaha sebaik mungkin. Aku tidak akan bersikap seperti itu," ujar Violetta. "Ya sudah, sekarang kembalilah ke kamarmu. Nanti dipikir anak buah Leonel kami ngapa-ngapain kamu lagi," ucap Pauline mengusir Violetta. "Iya, terima kasih karena sudah menerimaku. Aku permisi keluar dulu," sahut Violetta dan bergegas keluar dari kamar itu. Mendengar ucapan Violetta, Catrina mencebikkan bibirnya. Karena dia merasa tidak akan pernah bisa menerima Violetta, perasaannya mengatakan jika Violetta akan menjadi ancaman untuk mereka bertiga. "Ih, siapa juga yang mau menerima dia. Aku punya perasaan buruk tentang dia," celetuk Catrina. "Maksud kamu apa?" tanya Pauline dan mendekati Catrina. "Entahlah, aku merasa dia yang akan menyingkirkan kita. Dia bersikap polos, tapi sepertinya dia tidak sepolos itu. Jika bisa menguasai Leonel, aku yakin dia akan berusaha untuk melakukannya. Dan menendang kita keluar dari sini," jawab Catrina penuh keyakinan. "Masa sih seperti itu, kalau memang akan begitu kita harus melakukan apa?" tanya Evelyn penasaran. "Menyingkirkan dialah, bukankah kita sudah berencana begitu. Jangan bilang kalian berubah pikiran," tuding Catrina. "Aku sih ikut kalian saja, kalau memang dia membahayakan posisi kita di sini. Ya mau bagaimana lagi," sakit Evelyn. "Kamu gimana, Pau-pau?" tanya Catrina menatap tajam. "Aku juga setuju sih, tapi kita harus memikirkan cara agar kita tidak disalahkan. Aku tidak mau Leonel murka padaku, karena kalau ada apa-apa pasti aku yang disalahkan. Buktinya tadi, aku dibilang ngajakin kalian keluar waktu itu. Padahal itu kesepakatan kita, demi kalian aku jadi pasrah dituduh begitu." Pauline memanyunkan bibirnya, mengingat ucapan Leonel tadi. "Hehehe, maafkan kami. Daripada bertiga yang disalahkan," ujar Catrina. "Iya, kan kamu baik. Makanya aku menyukaimu, seperti kakakku sendiri." Evelyn memeluk Pauline dan bersikap manja padanya. "Sudah-sudah, jangan lebay begitu. Sekarang kita pikirkan cara supaya dia pergi tanpa kita disalahkan, karena waktu dalam seminggu itu hanya ada tujuh hari. Kalau dibagi empat bisa-bisa kita hanya mendapatkan satu hari, sisanya untuk perempuan itu. Itupun kalau Leonel mau adil, kalau tidak ya dia akan datang saat butuh saja." "Kamu benar, Pau-pau. Kita bisa disingkirkan kapan saja, ayo kita pikirkan caranya. Aku tidak mau tersingkir dari sini," sahut Catrina. Ketiganya sama-sama diam, mereka memikirkan cara untuk bisa menyingkirkan Violetta. Apalagi mendengar ucapan Catrina, yang merasa jika Violetta akan jadi masalah untuk mereka bertiga. Sementara itu Violetta yang baru tiba di kamarnya langsung terduduk lemas di lantai, meskipun ketiga orang itu tidak terlalu sadis entah kenapa Violetta merasa takut pada ketiganya. Seolah dia sedang mendapatkan tekanan secara tidak langsung, bagaimana pula caranya untuk bisa membuat Leonel untuk bersikap adil. Dia saja tidak terlalu berani pada pria itu, bagaimana kalau Leonel malah marah padanya karena merasa diatur. Violetta benar-benar tidak bisa memikirkannya lebih jauh. *** Sementara itu, Leonel yang baru sampai di gudang penyimpanan senjatanya langsung turun dan di sambut Zack. Tempat itu sedikit kacau, karena ternyata mereka bukan hanya kehilangan beberapa senjata tapi tempat itu sudah di serang dan di rampok. "Apa-apaan ini, Zack. Kamu bilang kita hanya kehilangan beberapa senjata, ini bukan hanya kehilangan senjata!" bentak Leonel kesal. "Maaf, Bos. Saya hanya tidak ingin Anda khawatir, saya juga tidak mau jadi membuat Anda terpaksa ke sini karena kekacauan ini." Zack menyahuti dengan kepala menunduk. "Bisa-bisanya kamu berpikir begitu disaat terjadi kekacauan seperti ini!" tukas Leonel emosi setelah memukul Zack. "Maaf, Bos. Saya sudah berusaha untuk mengendalikannya, mencari tau siapa dalang yang berani mengacaukan tempat kita." Zack mencoba menenangkan Leonel meskipun dia tau itu sia-sia. "Siapa? Siapa yang sudah berani melakukan ini, kita harus serang balik mereka dan merebut kembali senjata-senjata itu." "Kelompok Black Master, Bos. Mereka kemari dengan pasukan besar, entah apa maksudnya mereka menyerang gudang senjata kita bukannya markas. Mungkin mereka butuh senjata untuk menyerang kita," sahut Zack menebak. "b******k! Berani sekali mereka, siapkan orang-orang kita untuk menyerang balik!" titah Leonel dengan suara lantang. "Tapi, Bos. Saat ini kita kekurangan senjata, tidak mungkin kita menyerang mereka saat mereka memiliki senjata kita. Kecuali ...." "Kecuali apa, Zack?! Yang jelas kalau bicara!" bentak Leonel kesal dan menatap tajam Zack.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD