Kemarahan Leonel

1083 Words
Zack hanya bisa terdiam, dia tau amarah yang dirasakan Leonel. Selama ini, dia cukup disegani. Tapi kali ini ada kelompok lain yang berani macam-macam, bahkan dengan cara mengelabuinya. Wajar saja, jika saat ini Leonel merasa sangat marah. "Cepat sedikit!" bentak Leonel yang merasa jika mobil terlalu lambat. "Ini sudah paling cepat, Bos. Kita bisa kecelakaan kalau lebih cepat lagi," jawab Zack setelah melihat spedometer di dashboard. "Tidak usah menjawab, aku sedang kesal!" tukas Leonel. "Maaf, Bos. Tapi Anda harus tenang, kita akan pikirkan cara membalas mereka. Karena sudah berani mengusik kita," ucap Zack. "Cari tau alasan mereka, tidak mungkin tiba-tiba mereka berani mengusikku. Pasti ada sesuatu yang sudah mereka lakukan," ujar Leonel. "Baik, Bos." Akhirnya mereka sampai, mobil langsung memasuki pekarangan diikuti mobil anak buah Leonel yang sudah menunggu sejak tadi. Leonel bergegas turun, matanya melihat sekeliling tempat itu yang terlihat berantakan. "Apa ada korban?" tanya Leonel. "Dua orang kita tewas!" teriak salah satu anak buah Leonel yang memeriksa sekeliling. "Cepat cek tempat persembunyian, pasti ada yang terluka di sana. Apa dokter Greg sudah menuju kemari?" tanya Leonel seraya masuk dan duduk di kursi ruang tamu. "Sudah, Bos. Tadi saya sudah mengabarinya sebelum kita sampai," jawab Zack. Beberapa anggota The Crusher bergegas menuju ke tempat persembunyian, mereka langsung menuju ruang rahasia dan membuka ruang bawah tanah. Beberapa anggota The Crusher memang ada yang terluka, melihat rekan mereka datang terlihat rona lega di wajah mereka. "Apa bos kalian sudah sampai?" tanya Pauline. "Sudah, Nona. Bos ada di atas, ayo kita keluar kalian sudah aman! Ayo bantu bawa yang terluka," jawab Frans. "Akhh syukurlah, ayo kita keluar!" ajak Pauline pada Evelyn dan Catrina dan langsung keluar. "Paman tidak apa-apa?" tanya Frans mendekati paman Deck. "Tidak apa-apa, syukurlah kami masih sempat bersembunyi. Memangnya kelompok mana yang berani menyerang kita?" tanya paman Deck penasaran. "Kelompok Black Master, Paman. Ayo kita keluar!" ajak Frans yang ternyata keponakan dari paman Deck. "Bukankah mereka kelompok kecil, kenapa mereka berani menyerang kita?" tanya paman Deck yang sedikit banyak tahu tentang beberapa kelompok mafia di daerah itu. "Entahlah, Paman. Mungkin mereka dapat bantuan diam-diam dari kelompok lain, bahkan mereka berani menyerang gudang senjata hanya demi mengelabui kita. Bos pasti akan membalas perbuatan mereka," jelas Frans sambil berjalan keluar bersama paman Deck. "Kalian pasti lapar, biar paman buatkan makanan. Kamu bukannya berjaga di kasino?" tanya paman Deck. "Iya, Paman. Aku dan yang lain langsung ke sini begitu diberi kabar," jawab Frans. "Kamu wajib mengikuti perintah tuan Leonel, tapi jangan abaikan juga keselamatanmu. Perang akan dimulai, jadi tetap waspada dan jangan lengah. Paman tidak tau bagaimana cara menghadap orang tuamu kelak jika paman tiada, kalau sampai paman tidak bisa menjagamu. Padahal mereka menitipkanmu pada Paman," ucap paman Deck seraya masuk ke dapur. "Paman tidak usah khawatir, bos pasti akan menjaga kita semua. Beliau tidak akan membiarkan anak buahnya tewas ataupun terluka, buktinya bos meminta kalian semua sembunyi. Itu tidak menjatuhkan harga dirinya, meskipun orang lain akan berpikir itu tindakan pengecut. Jadi paman jangan terlalu memikirkanku," sahut Frans. "Ya sudah, kamu kembali ke depan. Biar paman dan pelayan di sini menyiapkan makanan," ujar paman Deck. Sementara itu, Pauline, Evelyn dan Catrina langsung berlari dan memeluk Leonel. Mereka mulai berakting sedih dan menangis, agar Leonel bersimpati dan menenangkan mereka. "Sayang, aku ... aku takut sekali tadi. Aku pikir aku akan mati dan tidak bisa bertemu Sayang lagi, suara tembakan membuat lututku gemetar." Pauline dengan manja langsung bersandar ada Leonel. "Sama Baby, aku tadi langsung lari keluar. Aku cari-cari kamu, sampai lupa kalau kamu pergi. Aku takut sekali," rengek Evelyn memeluk lengan Leonel yang lainnya. Ketiga wanita itu mencurahkan perasaannya, meskipun terdengar berlebihan. Hanya Violetta yang tetap berdiri di sana, tanpa berani melakukan hal seperti tiga wanita itu. "Sudah, jangan terlalu berlebihan. Bukankah kalian sudah tau resiko seperti ini bisa terjadi saat kalian masuk ke tempat ini. Yang penting kalian baik-baik saja sekarang, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan. Kamu, apa kamu baik-baik saja?" tanya Leonel menunjuk ke arah Violetta. "Iya, Tuan. Saya baik-baik saja," jawab Violetta menundukkan kepalanya. "Sudah naik saja ke kamar, kalian bertiga juga. Kami harus membahas masalah ini," ucap Leonel. "Baik, Tuan." Violetta langsung berbalik dan pergi dari tempat itu diikuti dua pelayan. "Ih Sayang, giliran dia di tanya. Kita malah dibilang berlebihan gimana sih," sungut Pauline. "Dia kan baru di sini, jadi wajar aku tanya. Sudah ke kamar kalian sana!" titah Leonel mengusir. Ketiga wanita itu langsung pergi, sementara Leonel menarik napas panjang. Leonel berusaha mengurangi rasa marah di hatinya, biasanya kemanjaan ketiga wanita itu bisa membuatnya sedikit redam. Tapi kali ini tidak sama sekali, dia masih merasakan emosi yang memuncak. "Zack, ayo kita periksa rekaman cctv di luar!" ajak Leonel dan berjalan ke arah sebuah kamar. "Baik, Bos." Zack langsung mengikuti, diikuti beberapa anggota The Crusher. Mereka masuk ke sebuah ruangan yang mirip perpustakaan mini, karena berisi banyak buku yang berjejer rapi sebagian berantakan karena diobrak-abrik kelompok Black Master. Rahang Leonel mengeras, melihat ruangannya dikacaukan. Zack langsung menggeser sebuah patung kecil, membuat rak buku itu bergeser dan terbuka. Leonel berjalan ke arah pintu dan menempelkan jari disebuah alat otomatis yang langsung terbuka begitu membaca sidik jari Leonel. Leonel langsung masuk diikuti yang lainnya, beberapa layar monitor ada di sana anggota The Crusher langsung duduk di kursi untuk mengatur waktu rekaman di saat terjadinya penyerangan. Sebenarnya Leonel bisa mengecek lewat laptopnya, tapi dengan layar monitor yang lebih besar membuat rekaman semakin jelas. "Tunggu, sepertinya aku kenal orang ini." Frans langsung menunjuk ke sebuah rekaman, yang langsung dihentikan oleh anak buah Leonel. "Siapa dia?" tanya Leonel. "Ini Brian, kakaknya nona Violetta. Aku beberapa kali menemuinya saat dia meminjam uang," jawab Frans yang memang bertugas di kasino. "Oh, jadi dia yang sudah berulah mengusikku. b******k, berani sekali dia. Cepat kalian cari tau, bagaimana dia bisa bersama kelompok itu. Apa memang selama ini dia anggotanya?" tanya Leonel. "Sepertinya tidak, Bos. Setahu saya dia tidak dikelompok itu," jawab Frans. "Sudah cari tau saja, pastinya dia kemari untuk mencari adiknya. Berani sekali dia, bukannya membayar hutang dia malah ingin mengambil adiknya dengan cara ini. Apa dia pikir akan semudah itu, aku mau kalian membawanya padaku. Kurung dia di penjara bawah tanah, aku ingin memberinya pelajaran." Leonel terlihat geram, dia berjalan keluar dan langsung dikejar Zack. "Anda mau kemana, Bos?" tanya Zack curiga melihat Leonel. "Menemui wanita itu, aku ingin tau apa dia tau tentang penyerangan ini. Mungkin itu alasan dia terlihat tenang tadi," jawab Leonel. "Tidak mungkin, Bos. Dengan apa dia menghubungi kakaknya, dia tidak punya alat komunikasi. Sebaiknya Anda jangan terpancing emosi dulu," ucap Zack mengingatkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD