Menahan Violetta

1469 Words
"Lepaskan saya, Tuan. Saya janji akan membayarnya, tapi beri saya waktu." Seorang gadis cantik, tapi lusuh bersimpuh di hadapan seorang pria yang duduk sambil menyilangkan kakinya. Gadis itu ditangkap dan dibawa paksa ke sebuah rumah mewah yang dia sendiri tidak tahu pemiliknya siapa. "Apa? Membayar katamu? Kakakmu itu sudah berutang lama, dia mengatakan kalau aku boleh mengambil adiknya jika dia tidak mampu membayar dalam tiga bulan. Bahkan dia menandatangani kontrak perjanjian untuk itu, Zack tunjukan padanya!" Pria itu memberikan perintah pada pria yang dipanggil Zack. Zack langsung menyodorkan kertas yang sudah ditandatangani, gadis itu pun langsung membaca isi kontraknya. Rasanya dia ingin berteriak, saat tertera di sana syarat jika sang kakak tidak bisa membayar maka Leonel berhak mengambil salah satu adik perempuannya. "Atau kamu mau bertukar dengan adikmu? Bukankah dia sudah cukup umur?" tanya pria itu lagi. "Jangan, Tuan! Usianya baru delapan belas tahun, baiklah … saya bersedia jadi penebus utang, tapi kalau boleh tau untuk apa kakak saya meminjam uang? Dia bilang selama ini dia bekerja di kota, bagaimana bisa dia memiliki utang?" tanya gadis itu lagi. Leonel Dixon Connor, adalah salah seorang pemimpin kelompok mafia yang dikenal dengan nama The Crusher. Selain bisnis senjata ilegal dan bisnis gelap lainnya, ternyata Leonel juga pemilik Kasino terbesar di wilayah itu. Dia juga meminjamkan uang, bagi para pemain yang kalah bertaruh untuk terus bermain. Tentu saja dengan bunga yang lumayan tinggi, dia tidak akan meminjamkan uang jika tidak ada jaminan dan kakak gadis itu yang ternyata bernama Violetta Dominique, sudah menjaminkan adik-adik perempuannya. Saat melihat fotonya, Leonel menerima jaminan yang diberikan oleh Brian. "Zack bawa dia ke kamarku dan suruh pelayan bersihkan dan ganti pakaiannya! Aku tidak suka wanita lusuh dan bau," ucap Leonel tajam. "Tapi, saya mau diapakan, Tuan? Kenapa saya dibawa ke kamar Anda, bukankah saya hanya akan jadi pelayan?" tanya Violetta mengangkat kepalanya. "Kamu pikir utang kakakmu setimpal dengan hanya kamu menjadi pelayan? Kamu akan menjadi pelampias hasrat seksku, mengerti!" tegas Leonel. "A~apa? Tidak ... jangan lakukan itu, Tuan! Saya mohon, saya akan melakukan apa pun asal jangan itu." Violetta menangkupkan kedua telapak tangannya, memohon agar Leonel berubah pikiran. "Berisik! Cepat bawa dia ke kamar, Zack!" bentak Leonel kesal. "Baik, Bos." Zack memberi kode pada dua pria di belakangnya untuk membawa Violetta. Pria yang tadi menjemput gadis itu dengan paksa saat di rumah. "Tolong! Jangan lakukan itu, Tuan! Saya mohon," ucap Violetta masih berusaha meminta belas kasihan pada Leonel. Namun sayangnya, ucapan Violetta tak digubris sama sekali, bahkan saat gadis itu terus memberontak untuk melepaskan diri, semuanya berakhir sia-sia karena kekuatan dua pria tegap yang membawanya, sama sekali tidak bisa ditandingi. Violetta yang bertubuh langsing dengan mudah dibawa ke lantai atas di mana kamar Leonel berada. "Tolong! Lepaskan saya! Saya mau pulang!" teriak Violetta dengan sisa-sisa tenaganya. "Diam, sebelum bos murka dan akhirnya melemparmu ke jalanan dan menggantikannya dengan adikmu!" bentak Zack setibanya di depan pintu kamar. "Ta~tapi saya tidak mau di sini," ucap Violetta terbata. "Kamu pikir, kamu punya pilihan? Saat ini, pilihanmu hanya menerima apa yang diinginkan bos dan jika tidak kamu sendiri yang akan kesulitan. Jadi, sebaiknya menurut! Ayo cepat masuk dan tunggu di sini sampai pelayan datang! Ingat! Jangan macam-macam atau kamu akan dirantai di kamar ini!" tegas Zack sambil mendorong Violetta hingga terjerembab saat masuk ke kamarnya. Violetta duduk bersimpuh. Air matanya mengalir terdengar isaknya. Bahkan untuk berdiri saja, rasanya tidak mampu, apalagi setelah mendengar ucapan Zack yang akan merantainya, tapi untuk menerima begitu saja apa yang diinginkan Leonel juga rasanya menyakitkan. "Ayah, Ibu, aku harus bagaimana? Aku tidak ingin di sini, aku mau pulang. Aku takut," batin Violetta, air matanya tampak membasahi kedua pipinya. Rasanya begitu sakit saat tak punya kuasa untuk melakukan apa-apa. Masih dalam posisi yang sama, tiba-tiba terdengar pintu kamar dibuka. Seketika Violetta langsung menoleh. Dilihatnya, dua orang wanita muda masuk ke kamar itu. Violetta yang hendak beranjak dan siap menghindar jika itu Leonel, mengurungkan niatnya dan kembali tertunduk. "Nona, ayo berdiri! Kita bersihkan badan Nona dulu," ucap salah satu wanita itu. "Kalian siapa?" tanya Violetta tidak langsung berdiri. "Perkenalkan saya Mary dan ini Elina, kami yang akan melayani kebutuhan Nona. Ayo Nona berdiri dulu!" jawab wanita bernama Mary itu. Violetta akhirnya menurut, Mary menyusul Elina yang lebih dulu masuk ke kamar mandi. Elina sudah menyalakan air di dalam bathtub, Mary yang hendak membantu Violetta membuka pakaiannya langsung mendapatkan penolakan dari gadis itu dengan menghindarinya. "Mau apa kamu?" tanya Violetta. "Membersihkan tubuh, Nona. Tidak mungkin dengan pakaian begitu, kan?" "Saya bisa melakukannya sendiri, kalian tidak usah repot-repot! Sebaiknya kalian keluar saja!" "Maaf, Nona. Kami tidak bisa melakukan itu karena tuan Leonel sudah memerintahkan kami untuk mengerjakan ini semua. Jika kami tidak melakukannya, maka kami akan mendapatkan hukumannya. Tolong jangan persulit kami, Nona!" Mary terlihat memohon karena benar-benar takut jika sampai tidak melaksanakan tugasnya. "Benar, Nona. Saya tidak mau tidur di penjara bawah tanah lagi," rengek Elina ketakutan. "Apa? Penjara bawah tanah? Kenapa harus tidur di sana, kalian bukan kriminal?" "Begitulah aturannya, Nona. Kalau kami tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, bukan hanya kami semua pelayan di rumah ini merasakannya. Jadi, tolong Anda menurut saja!" jelas Mary. Mendengar semua itu, Violetta tidak tega. Dia yakin pria yang ditemuinya tadi pasti akan melakukan hal-hal seperti itu karena dia menilai jika Leonel memang tidak punya hari hingga bisa bersikap kejam pada siapa pun. Tidak heran jika semua orang di rumah itu menuruti semua perintahnya. Violetta akhirnya mengangguk setuju. Membuat Mary langsung tersenyum dan mulai membantu Violetta membuka pakaiannya. "Tubuh Anda benar-benar bersih, tanpa helaian bulu sama sekali. Sepertinya Anda akan jadi wanita yang paling disukai tuan dari pada yang lain," ucap Mary. "Apa … artinya banyak perempuan sepertiku di sini?" tanya Violetta. "Benar, Nona. Tapi sepertinya tuan akan menyukai Anda, tuan paling senang dengan wanita yang bersih alami." Mary dengan semangat memberi tahu Violetta bagaimana Leonel. "Kalau begitu, tolong kamu jangan bilang pada dia! Katakan semuanya kamu yang bersihkan," pinta Violetta memohon membuat kedua pelayan itu saling pandang. "Percayalah tuan akan mengetahuinya, Nona. Dan, sudah pasti kami yang akan kena imbasnya, kami bahkan tidak berani salah bicara satu kata pun, apalagi jika harus berbohong," sahut Mary menundukkan kepalanya dengan raut sedih. Violetta terdiam, dia tidak tahu apakah bisa mengambil hati pria itu. Belum apa-apa pria itu sudah berencana ingin menjadikannya pelampiasan di atas ranjang. Hanya dengan memikirkannya saja, Violetta rasanya ingin berteriak dan mencakar wajah pria yang sudah membelinya itu. "Apa sudah selesai?" tanya Violetta. "Iya, Nona. Ayo kita bilas di shower!" ajak Mary. "Tidak bisakah saya lakukan itu sendiri? Kenapa harus di bantu juga, saya juga tau caranya mandi dengan bersih?" Violetta berusaha menolak agar bisa mandi sendiri, dia masih tidak nyaman harus berdiri tanpa busana di depan dua orang itu, terlebih mereka adalah orang asing yang baru dikenalnya. "Tapi Anda janji tidak akan macam-macam, kan?" tanya Mary. "Ya ampun, jadi kamu sejak tadi takut aku macam-macam? Aku tidak akan macam-macam, aku akan keluar begitu selesai." Violetta meyakinkan dan bicara dengan santai, dia merasa capek terus bersikap formal. "Baiklah, kalau begitu kami keluar. Sepuluh menit lagi kami akan masuk," ujar Mary. Violetta hanya mengangguk, kedua pelayan itu langsung masuk kembali. Tak sampai sepuluh menit, Violetta sudah keluar dengan bathrobe yang sudah di siapkan oleh Elina tadi. Dia tidak melihat kedua pelayan itu dan langsung memanggil Mary yang langsung keluar dari walk in closet. "Maaf, Nona. Kami baru saja membereskan pakaian yang disiapkan tuan," ucap Mary mendekat. "Pakaian? Jadi, dia juga sudah membawakan pakaian buatku?" tanya Violetta dan langsung berjalan menuju ke arah Walk in closed. "Iya, Nona. Tapi ...." "Tapi apa?" tanya Violetta. "Tapi tuan hanya memberikan lingerie untuk Anda," jawab Mary. "Lingerie? Apa itu?" tanya Violetta menoleh ke arah Mary. "Ini, Nona." Elina mengeluarkan salah satu lingerie untuk diperlihatkan pada Violetta. "Ya ampun, apa pakaian kekurangan bahan ini bisa disebut pakaian? Mana ada pakaian seperti ini, lagian aku juga tidak tahu bagaimana memakanya dan keluar dari kamar ini … ah … aku pasti malu! Nanti yang ada, aku hanya akan jadi pusat perhatian," ucap Violetta. "Maaf, Nona. Kalau begitu, artinya Anda tidak diijinkan keluar. Anda hanya boleh berada di kamar," sahut Mary. "Gila, benar-benar pria gila. Entah apa yang dia pikirkan," gerutu Violetta dalam hatinya merasa sangat kesal. "Sudah, Nona, turuti saja! Jadi, Nona mau yang warna apa?" tanya Elina tidak perduli kekesalan Violetta. Gadis itu sejak terdiam. Merasa gak punya pilihan dan hanya bisa menghela napas kasar sebelum menjawab, "Baiklah, yang hitam saja, sepertinya itu yang paling lumayan." Mendengar jawaban Violetta, Mary pun langsung mengambilkan lingerie berwarna hitam, lalu memberikannya pada Violetta. Meskipun terlihat jelas raut sendiri di wajah Violetta, tetapi tetap tidak peduli. Baginya, yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaannya agar tak mendapatkan hukuman dari Leonel. "Ya Tuhan, apa aku benar-benar akan kehilangan kehormatanku yang selama ini aku jaga?" batin Violetta merintih perih dalam hatinya. Rasa sedih yang bercampur amarah karena dirinya tidak berdaya menghadapi situasi saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD