30. Lucky Not Lucky

1467 Words
Mulut Jonathan magap-magap. Menaiki satu per satu anak tangga sambil menggendong Kirana. ‘Sial. Dari luar kelihatan mungil. Ni orang makan apa sih sampe berat gini,’ batin Jonathan. Sementara Selena yang mengekorinya dari belakang terlihat mulai khawatir. “Jonathan, kamu gak apa-apa? Lagian dia masih sadar kenapa kamu mau aja gendong dia.” “Ga- gak apa-apa kok,” ucap Jonathan dengan suara berat. Masih berusaha menjaga image. It’s okay. “Beneran? Masih jauh loh. Ini baru lantai dua,” kata Selena. “Sudah kubilang gak apa-apa.” Jonathan berusaha membuat suaranya stabil agar dia kelihatan lebih jantan. Oh sial, tapi menggendong Kirana seperti mengangkat barbel berpuluh-puluh kilo. Kirana menyeringai. Dia memang mabuk, tapi sebenarnya wanita itu masih memiliki kesadarannya. ‘Rasain. Emang enak gue kerjain. Makan tuh cinta,’ batin Kirana. “Hahhhh ….” Jonathan tak dapat lagi menahan desahan panjangnya. Matanya mengerjap berulang kali. Sementara Selena berjalan cepat membukakan pintu. Saat melihat sofa panjang, Jonathan langsung melempar tubuh Kirana di sana. “FU’CK!” geram Kirana. Dengan santainya dia berdiri. Wanita itu melotot pada Jonathan dan Jonathan tak kalah melotot. Dia terkejut. “Ka- kamu.” “Ya!” bentak Kirana. “Emang kenapa?” berang wanita itu. Dengan sinis dia menatap Jonathan lalu mendecih dan memutar tubuh. Kirana meninggalkan tempat tersebut dengan langkah gontai. Selena mendesah sampai kedua bahunya merosot. “Maaf ya,” kata Selena. Jonathan menatapnya skeptis. Rasa bersalahnya masih membuat lelaki itu belum bisa menatap mata Selena terlalu lama. “Kamu duduk dulu. Aku ambilin baju gantinya, ya.” “Hem,” gumam Jonathan dan dia mengangguk. Terdengar desahan napas panjang lagi saat Selena melangkah melewati Jonathan dan menuju ke kamarnya. Di tempatnya, Jonathan mengernyit. “Sial,” gumamnya. Lelaki itu menatap jaketnya lalu menjauhkan wajahnya. Baunya benar-benar sangat tidak manusiawi. Dia menahan bau menjijikan itu selama beberapa saat. “Jonathan,” panggil Selena. Tak sampai lima menit dia sudah kembali sambil membawa sepasang pakaian tebal di tangannya. Lelaki itu langsung menegakkan badannya. Namun, kepalanya masih tertunduk. Sangat enggan untuk menatap Selena. “Nih,” kata Selena sambil menyerahkan sweatsuit berwarna navy pada Jonathan dan lelaki itu menerimanya. Dengan ragu-ragu lelaki itu menatap Selena. “Di- di mana?” Mulut Selena terbuka. “Oh!” Gadis itu memutar tubuhnya. “Sebelah sana,” kata Selena sambil menjulurkan tangan menunjuk lorong yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Jonathan mengulum bibirnya membentuk senyum simpul saat ia sedikit berani menatap Selena. Lelaki itu berjalan sopan. Menuju kamar mandi dan tanpa berlama-lama, Jonathan langsung mendorong pintu kecil di depannya, akan tetapi …. “HEI!” Jonathan tersentak saat mendengar teriakan itu. “Oh s**t!” Refleks, lelaki itu membuang muka ke sembarangan arah. “Apa yang kau lihat, bajing*n! KELUAR!” teriak Kirana. “Maaf,” ucap Jonathan. Dia memutar tubuhnya secepat kilat dan berlari dari sana. “Anj!ng. Pintunya gak dikunci ….” Suara Kirana melingking dan menggema hingga ke seisi apartemen. Selena yang mendengar suara tersebut langsung melesak dari tempat duduknya dan berlari menuju lorong. “Ada apa?” tanya Selena. Mendapati Jonathan berlari dari sana. “Ada orang di sana,” kata Jonathan. Wajahnya terlihat seperti seseorang yang baru saja melihat hantu. “Apa?!” pekik Selena pelan. “Iya. Ada temen kamu di sana. Dia lagi mandi,” ujar Jonathan. “Kirana?” Selena masih ingin memastikan. Jonathan meresponnya dengan anggukkan kepala. Selena berdecak kesal. “Hanya itu kamar mandi di sini,” ujar gadis itu dan wajahnya berubah murung. Jonathan menghela napas panjang lalu mengembuskannya dengan cepat. “Kalau begitu biar aku tunggu saja,” ucap Jonathan. “Kamu duduk dulu, Nathan. Mau kubuatkan kopi?” Untuk beberapa alasan kecil, rasanya Jonathan ingin kembali berterima kasih kepada Kirana. Tanpa sengaja, situasi sial yang dia alami membuat Jonathan mendapatkan perhatian lebih dari Selena. “Hem,” gumam Jonathan dan dia kembali menganguk. Lelaki itu menoleh kebelakang. Ada senyum di wajahnya saat memikirkan Kirana. Sepertinya malamnya akan menyenangkan. Jonathan kembali duduk di sofa persegi panjang. Tak apa. Menahan bau tak enak di tubuhnya, asalkan dia bisa lebih lama di sini. Walaupun sebenarnya ada sesuatu yang sejak tadi menghantui pikiran Jonathan dan dia mulai tak bisa menahannya. Dia tak bisa memindahkan tatapan matanya dari punggung Selena. Namun, saat gadis itu memutar tubuhnya, Jonathan akan dengan cepat-cepat membuang muka ke sembarangan arah. “Ini, Than. Minum dulu,” kata Selena. “Hem.” Jonathan hanya terus bergumam. Tangannya memanjang. Meraih cangkir di depannya. Jonathan menatap gumpalan asap yang mengepul dari dalam cangkir porselan hitam di tangannya. Sementara Selena mengela napas, menaruh kedua tangan di atas lutut. “Sekali lagi aku minta maaf, ya.” Perlahan-lahan, Jonathan mulai mengangkat tatapannya. “Kenapa jadi kamu yang terus minta maaf. Itu bukan kesalahan kamu. Lagi pula itu salah aku juga kok,” kata Jonathan. “Oh ya, lagian gimana ceritanya sampe kalian bisa ribut di bawah?” “It-“ Ucapan Jonathan terhenti saat melihat si gadis berpakaian jubah mandi berwarna putih baru saja muncul dari lorong di samping mereka. Mata Jonathan memanjat. Mendapati pandangan sinis dari Kirana. Selena ikut memutar tubuh. “Udah selesai, Ra?” tanya Selena. “Hem!” Kirana menjawab dengan nada ketus. Dia masih mengarahkan tatapan tidak senangnya pada Jonathan. Lantas Selena kembali membawa atensi penuhnya kepada Jonathan. “Kirana udah selesai, Than.” Mulut Jonathan terbuka. “Oh,” katanya. Dia kembali menaruh cangkir ke atas meja. Tak ada kata-kata yang diucapkan Jonathan. Dia melesat secepat mungkin dari tempat itu. Kirana berjalan mengitari Selena lalu membanting tubuhnya pada sofa persegi panjang yang semenit lalu ditempati oleh Jonathan. Kirana mendengkus dan melipat kedua tangan di depan d**a. “Kamu keterlaluan deh, Ra.” “Loh kok gue sih,” protes Kirana. “Kamu sengaja muntah di baju Jonathan, ‘kan?” Kirana mendelikkan matanya ke atas, lalu melayangkan kedua tangan ke udara. “Lagian dia cowok yang lo bilang itu ‘kan?” Selena mendesah. “Bukan dia,” kata Selena. “Itu teman Jonathan. Lagian aku hutang nyawa sama Jonathan. Kalau bukan karena dia aku-“ Kening Kirana mengerut, lantas gadis itu mendengkus. “Gue gak mau tahu. Cowok itu juga harus bertanggung jawab. Gimana pun caranya dia harus buat temennya minta maaf ke elu atau gue sendiri yang bakalan cari dia,” ujar Kirana. Selena hanya bisa mendesah. Melihat raut wajah Kirana yang berubah kesal membuat Selena harus memutar otak untuk membujuk sahabatnya itu. “Nanti biar aku yang bicara sama Jonat-“ “Gak!” hardik Kirana. “Pokoknya tu cowok belum bisa pulang sebelum dia bawa gue ke temennya. Kalau perlu sekarang aja kita samperin tu cowok laknat,” ujar Kirana. “Udah deh gak usah kayak kek gitu. Sudah kubilang pria itu bukan pria sembarangan. Lagian bukannya tidur aja. Besok kan kamu ada tes, udah belajar belum?” Kirana mendengkus. “Entar aja!” tandas Selena. “Ya sudah kamu belajar dulu gih. Ini udah mau pagi.” Kirana memutar bola mata. Lewat sudut matanya, dia memberikan tatapan sinis pada Selena. “Ada orang mabuk lo suruh belajar,” gerutu Kirana. “Terus mau kamu apa?” Tiba-tiba sudut bibir Kirana terangkat membentuk senyum selebar wajah. “Kopi …,” rengeknya. Selena menghela napas lalu membuangnya dengan cepat. “Itu doang?” Kirana mengangguk antusias. “Roti bakar boleh, gak?” Gadis itu berubah manja. Bak seekor anak anjing yang tengah memohon pada tuannya. “Ya … boleh, tapi kamu janji habis ini belajar ya.” Kirana berdiri. Dengan cepat menghampiri Selena lalu memeluknya dari belakang. “Iya, Ibu ….” Selena terkikik saat Kirana memeluknya dengan sangat erat. Wanita itu bahkan tak bisa menahan gemasnya untuk mengecup pipi Selena. “Dih! Apaan sih,” protes Selena sambil mengusap pipinya dengan kasar. “Biarin. Biar mereka tahu kalau kita pacaran.” “Dih!” “Dah dih. Dah dih. Buruan atau gue cium di bibir nih.” Selena menggeliat. Berusaha melepaskan tangan Kirana yang melilit perutnya, tapi gadis itu sangat kuat. Dia berubah bak seekor ular yang melilit mangsangya. Selena cekikikan karena tingkah temannya. Gadis itu terus menggoda Selena. “Ehem!” Suara bariton itu membuat Kirana menengok. Wajahnya kembali berubah masam. Gadis itu mendengkus. “Bawa makanannya ke kamar ya, Len.” Kirana berucap dengan nada datar. Dia melepas pelukan pada Selena. Berjalan sambil mengunci tatapan pada Jonathan. “Awas lu!” ancam Kirana sambil mengepalkan tangannya. Selena hanya bisa mendengkus dan menggoyangkan kepalanya. Bagaimana lagi dia harus menasehati temannya itu. Saat wanita itu memutar pandangan pada sepasang iris hitam, Selena pun tersenyum. “Duduk dulu, Than. Aku sekalian buatin roti bakar buat kamu.” Jonathan ingin menyangkal dan bilang kalau Selena tak perlu repot-repot, tapi mau bagaimana lagi. Dia juga lapar. Baru sadar kalau seharian ini belum makan apa-apa karena sibuk melamun. Sekarang Selena sudah ada di depannya. Jonathan tak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD